"Disini aku masih menggenggam cinta,
Masihkah bisa disebut cinta jika hanya saling berbalas rasa tapi tak pernah dipersatukan semesta?"Dipa Lesmana mendengus membaca rentetan kata membentuk lirik yang baru saja ditulis oleh Aji Dharma. Dalam hening studio keduanya larut menyelami fikiran masing-masing semenjak beberapa menit lalu.
"Masih gamon ya, Bang?" Tatapan Dipa lurus pada Aji yang kini tengah memetik gitarnya asal.
Si pria berkaca mata berhenti menggerakkan jemari. Memeluk erat gitarnya yang baru distel. "Harusnya udah lama. Sejak gue ngajak dia buat audisi gue udah tau dia bukan jodoh gue. Tapi rasanya susah banget buat ngebuang perasaan gue."
"Kok bisa? Lo cenayang bisa tau masa depan kalau lo bukan jodohnya dia?" Dipa mulai tertarik dengan topik masa lalu yang ia tak tahu. Tentang Abang dan Kakaknya di grup.
Aji menggeleng. Gitarnya diletakkan di samping ia duduk lalu tangannya menyugar rambut ke belakang, menghempas resah yang sayangnya kelihatan. "Dari awal gue sama Yasa udah jelas beda. Gue anak broken home yang nggak punya apa-apa. Dia anak orang kaya, Dip. Kasta kami jelas-jelas beda."
"Itu dulu kan? Sekarang lo Aji, gitaris FATE. Band lo terkenal, lagu lo banyak yang suka. Manggung dimana-mana, duit lo banyak, Bang. Masih masalah soal kasta???" Entah kenapa malah jadi Dipa yang emosi.
"........."
"Ada alasan lain, kan?" Tebak Dipa mendapati Aji diam tak menanggapi. Sorot sedih memperhatikan pick gutar di tangan, hadiah dari Yasa.
"Ck, lo pecundang Bang. Kalau bisa berjuang kenapa harus berhenti?" Pandangan datar Dipa bertolak belakang dengan kelebat nyeri yang menyasar ulu hati.
Aji menghela nafasnya. Mulai berani mengadukan tatap dengan Dipa sebelum kembali mengurai cerita.
"Hari itu gue niatnya ke rumah Yasa buat jemput dia latihan, persiapan audisi. Gue nggak tau kalau ternyata orang tuanya ada di rumah."
Dengan sabar Dipa menunggu Aji melanjutkan kalimat.
"Satpamnya udah ngijinin gue masuk. Gue udah di depan pintu hampir ngucap salam. Ternyata pintu kebuka, Dip. Ada Mama sama Papanya Yasa di ruang tamu lagi ngobrol. Karena takut ganggu, gue tunggu sampai obrolan agak senggang."
"Mereka nggak sadar Abang di sana?"
"Nggak. Mereka lagi serius banget ngobrolin soal putra satu-satunya."
"Apa yang Bang Ajj denger? Apa ini alasan Abang buat nyerah sebelum berjuang?"
Lewat lensa kaca mata Aji mengawang menatap langit-langit ruangan. Mengingat kenyataan pahit hari itu sama saja mengungkit luka yang belum sepenuhnya sembuh.
"Papa Yasa awalnya nggak setuju anaknya terjun ke musik. Beliau mau Yasa ke luar negeri, sekolah bisnis atau arsitek. Tapi Mamanya bujuk karena tau Yasa suka berkecimpung di musik. Dan Mamanya juga bilang nggak semua anak harus nerusin kerjaan orang tuanya."
"Papanya bisa ngerti?"
Yang ditanya menggeleng kecil. "Dia setuju biarin Yasa cari mimpinya sendiri, tapi dengan syarat."
"Syarat apa?"
"Sejauh apapun Yasa melangkah, pada akhirnya Yasa harus tetap kembali ke orang tuanya. Jalanin masa depan yang udah disiapin sama Papanya."
Kening Dipa mengernyit dalam, tak paham dengan uraian Aji barusan. "Masa depan apa yang mereka maksud, Bang?"
"Yasa sejak dulu udah dijodohin sama anak sahabat Papanya. Gue udah kalah sejak awal, Dip.."
"Shittt!!!"
....
"Sudah kewajiban saya sebagai leader dan rekannya Yasa, Tante."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)
RomanceCerita tentang lima pemuda yang tergabung dalam satu grup band. Dimana impian, perjuangan, luka, dan segala hal tak terduga terlewati bersama di antara mereka. Warning!! * Boys love * Mpreg * 18+ * Local * Once again, it's Mpreg * Don't like, don't...