Second Time

7.1K 579 65
                                    

Pendar si penguasa hari mulai bergeser ke sisi barat. Terik mulai melemah seiring sepoi yang bertiup menerbangkan dedaunan kering, memisahkannya dari dekap tangkai.

Empat pemuda baru saja keluar dari sebuah restaurant bergaya industrialis modern dengan hidangan ala Westrn yang jadi andalan. Tiga di antaranya langsung kembali ke arah mobil sang leader terparkir, meninggalkan satu termuda yang melambat langkah di depan pintu utama restaurant.

"Edwin ngapain sih? Lama banget." Sena yang sudah menyalakan mesin mobilnya menatap malas Edwin lewat jendela.

"Bentar, sabar. Dia lagi balesin chat kayaknya." Di sampingnya Yasa coba mendinginkan suasana, melihat gerak-gerik Edwin yang sibuk memencet gadget di tangan.

"Tinggal aja kali kalau lama."

"Hush! Masa sama temennya gitu, Dip?"

Tak menghiraukan peringatan Yasa, Dipa yang duduk di baris kedua lebih memilih mengalihkan tatap dengan wajah masam.

Tak lama yang sedari tadi diperhatikan akhirnya masuk mobil dan kembali duduk di samping Dipa. Dengan sang keyboardist yang kembali bergeser menjauh tentu saja.

"Habis ngapain, Win? Ngechat gebetan ya?" Goda Sena main-main sambil mulai menjalankan tunggangannya.

Si termuda berdecak dengan gelengan. "Gebetan apaan? Bang Aji noh, nanyain kita kapan pada pulang."

"Loh kenapa emang?" Tanya Yasa menoleh kepala ke belakang, tepat pada Edwin.

"Mau keluar nyervice-in motor rutin, tapi nggak ada orang di apartment."

"Ya elah tinggal ya tinggal aja, orang biasanya juga apartment kosong kok." Komentar Sena apa adanya.

"Tau dah, ribet." Edwin melirik Dipa yang ternyata juga sedang menatapnya tak suka.

Apa? -tanya Edwin hanya lewat sorot netra, tanpa suara

"Harus ya dia hubungin lo?"Dipa bertanya dengan gerakan bibir saja, tak mau Yasa dan Sena dengar.

Pun dijawab si drummer dengan cara serupa. "Maksud lo apa?"

"Ada Bang Sena selaku leader, atau Kak Yasa selaku temen deketnya dari lama. Kenapa mesti tanya ke elo??"

Edwin melotot, mengangkat alisnya sebagai respon atas racau tak jelas Dipa. "Mana gue tau????"

Mereka tak menyadari dua entitas di kursi paling depan menatap jelas interaksi yang keduanya sembunyikan lewat kaca spion depan. Ketika mobil dipaksa berhenti oleh lampu lalu lintas yang berubah merag, Sena sempatkan menoleh ke arah Yasa. Mengadu pandang lalu saling mengangguk dengan senyum terkulum. Berbicara lewat tatapan.









....









Motor Aji sudah lenyap dari parkiran ketika keempat member FATE yang lain tiba di apartment mereka. Sepertinya betul si gitaris pergi untuk memanjakan roda duanya.

"Gue duluan deh Bang, Kak. Capek mau tidur." Dipa pamit lebih dulu menuju kamar setelah sepatu di lepas di depan pintu.

Sedang Edwin tak mengalih pandang dari punggung Dipa sampai punggung kurus itu menghilang di balik pintu kamar yang ditutup dari dalam. Sorot kecewa, sedih dan luka. Itulah yang Yasa tangkap dari pendar manik kembar si anggota termuda. "Nonton Harry Potter sore-sore gini enak kali ya? Apalagi pas adegan si Cedric mati dibunuh Voldemort."

Yasa dan Sena lebih memilih membiarkan tingkah Edwin tanpa berkomentar. Hanya menatap sang drummer yang menyalakan televisi bersiap memutar film yang dimaksudnya. Lalu dengan kode gerakan mata, Sena mengajak Yasa masuk ke kamar mereka.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang