Still

4.5K 440 72
                                    

Lincah jemari Sena meliuk di atas tuts piano. Memainkan alat musik mengiring satu juniornya berlatih olah suara, yang akan dikoreksi langsung jika kesalahan terdengar di telinga.

Hitam putih tuts ditekan seirama lembut warna suara tenor seorang bocah lelaki usia belasan, Chandra namanya. Talent yang baru direkrut manajemennya dan menjadi anak didik Sena dalam hal vokal serta tetek bengeknya.

"Bang.... Bang......"

Sena tersentak atas goyangan di lengan dan panggilan dari sang junior di hadapan. Ternyata sejak tadi ia terjebak dalam lamunan.

"Hah? Apa? Gimana, Chan?" Bagai orang bodoh yang tak punya petunjuk apa-apa, Sena diberi respon gelengan kepala oleh yang lebih muda.

"Kenapa main pianonya berhenti, Bang? Kan lagunya belum selesai. Ada yang salah ya tadi nadanya?" Dengan polos Chandra bertanya. Mengambil duduk di kursi yang tersedia di dekat mentornya.

Si tampan menggelengkan kepala. Mengusap wajah dengan dua telapak tangan, menyugar rambutnya ke belakang. "Nggak, Chan. Udah bagus kok tadi. Tinggal dilatih di bagian nada tingginya, ya."

Ada hembus nafas hampir putus asa dari sang bocah saat Sena mengungkit soal kesulitannya. "Kalau tetep nggak bisa gimana, Bang? Chandra gagal dong?"

Yang lebih tua menepuk bahu Chandra. "Jangan nyerah dulu. Masih bisa cara lain kok. Nanti kita coba turunin nadanya deh ya, setengah atau seperempat mungkin cukup."

"Beneran, Bang???"

Sena mengangguk. Meski sebetulnya pikirannya sedang tak fokus ke sana. Masalah pribadi yang sedang dialami terlalu menjerat isi kepala sampai sulit sekedar membaginya dengan masalah kerja.

"Bang Sena lagi sakit ya? Dari tadi banyak diem loh." Lanjut Chandra.

"Ah nggak kok. Perasaan lo aja kali, Chan."

"Atau Bang Sena lagi ada masalah??"

Masalah soal nikahan yang nggak jelas bakal diadain atau nggak usah aja sekalian -batin Sena sendiri

"Nggak, Chan. Gue ngantuk aja semalem dibangunin Yasa minta ditemenin makan." Bukan kebohongan, semalam memang Yasa membangunkannya di jam lewat dua belas malam hanya untuk menemani sang bassis makan. Padahal Sena baru tidur belum setengah jam.

"Oh, iya. Kabar Kak Yasa gimana, Bang?? Emak gue tiap gue pulang yang ditanyain selalu keadaan Kak Yasa, gara-gara dia tau gue masuk manajemen kalian dan dia ngefans banget sama Kak Yasa." Biner si bocah nampak bersinar saat membahas tentang Cakrayasa, idola ibunya.

"Baik kok. Yasa sama bayi sehat-sehat. Lo belum pernah ya ketemu langsung sama Yasa?"

"Belum, Bang. Gue pernah ketemu member FATE kan cuma Abang sama Bang Edwin doang. Bang Sena karena kebetulan jadi vocal coach-nya gue, terus Bang Edwin ketemu karena dia yang sering wara-wiri ke kantor." Jelas Chandra.

Mulut Sena sudah terbuka, hendak menanggapi pernyataan Chandra sebelum diinterupsi oleh kedatangan seorang staff perempuan yang masuk dan memberinya kabar. "Sen, disuruh ke ruang Boss Johan."

Sena mengernyit. "Sekarang, Mbak?"

"Iya, udah tungguin buruan."

Sena tak bisa menebak topik apa yang akan dibawa Boss mereka.





....






Harum aroma woody memenuhi ruang kamar yang dihuni Dipa bersama Edwin. Di depan kaca, sang keyboardist tengah mematut diri, memantaskan untuk acara kencan yang ia dan Aji ranjang sejak semalam.

Rencananya sesuai keinginan Dipa keduanya akan menonton film dilanjutkan makan malam di restaurant Italy karena Dipa yang sedang ingin pasta. Aji tentu saja iya-iya saja. Apa lagi waktu mereka yang sedang kosong aktivitas band membuat mereka cukup banyak senggang.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang