Hide and Seek

4.6K 483 51
                                    

Sepasang pintu kayu mahoni kembali menyapa penglihatan Yasa. Rumah masa kecil yang belakangan enggan ia datangi karena penolakan sang Ayah atas buah hati dalam kandungannya.

Terakhir kemari ada Sena di sampingnya mengait jemari erat mengucap semua bakal baik-baik saja. Kali ini-pun sama. Ada seseorang berdiri di sisi meski tanpa kontak fisik barang secuil. Bukan Sena, bukan pula Aji.

"Yasa, Arik. Ayo silahkan masuk, Nak." Sapaan Mama Yasa memang tak salah. Orang yang datang bersama Yasa kini adalah Arik Wibisana, si pengusaha muda anak anggota dewan.

Tanpa ekspresi berarti, Yasa mengangguk mengikuti langkah sang Mama ke ruang tamu dimana Papanya tampak sudah menunggu dengan kaca mata dan majalah bisnis di tangan.

Sungguh berat langkah yang diambil Yasa. Keputusan rancu yang menyetujui saat Arik mengajaknya menemui kedua orang tuanya.

"Paling nggak kamu bisa baikan dulu sama Papamu, Yas." Alibi Arik kala itu.

Tak sedikitpun terbersit ke arah mana keputusan akhir Yasa akan berlabuh. Entah ke arah Sena yang tengah berproses meraih restu Papanya, atau entah pada Arik yang tak pernah ia cinta. Yang ia lakukan hari ini semata demi hubungannya bisa membaik dengan sang Papa.

"Duduk, Mama ambilin minum dulu."

Bertiga kini saling berhadapan. Setelah yang paling tua melepas kaca mata dan meletakkan buku di meja, netra senja menelisik perut putranya yang tertutup kemeja over sized. Lalu beralih pada pemuda ber-vest hitam yang melapis kemeja abu-abu khas orang kantoran.

"Maaf Om jadi nunggu lama, tadi agak macet di jalan." Arik berbicara sopan dengan senyuman.

Memang Arik-lah yang membuat janji dengan Dhanu sejak awal. Berjanji membawa Yasa untuk kembali menemuinya tanpa Sena.

"Nggak apa-apa, Rik. Om yang mestinya minta maaf, udah ambil waktu kamu yang harusnya masih sibuk di kantor jadi ngurusin anak nakal Om."

Yasa tak menggubris meski disinggung dalam obrolan. Pandangannya dibawa lari ke arah taman yang terlihat dari balik jendela kaca terang.

Tak lama sang Mama ikut bergabung diiringi seorang asisten rumah tangga yang menyajikan minum untuk keempatnya.

"Diminum Nak Arik. Jangan malu-malu, ya."

"Iya, Tante."

Formalitas basa-basi yang semakin lama semakin memuakkan bagi Cakrayasa. Netra karamel miliknya menangkap beberapa helai uban yang mulai nampak di rema milik Dhanu. Ternyata waktu begitu cepat berlalu.

"Yasa, Papa sama Mama sudah bicara semuanya sama Arik."

Deg.

Seolah dipaksa siap, jantung Yasa bergemuruh penuh degup tak karuan. Ia tatap rupa Arik yang kini tengah tersenyum tampan ke arahnya.

"Lalu?"

"Semuanya tergantung dia."







....








Pekat baru saja menggeser senja yang mewarnai angkasa. Satu persatu member FATE masuk ke apartment mereka. Walaupun tak satu jadwal, tapi secara kebetulan keempatnya pulang di waktu yang bersamaan.

Sena yang pulang bersama Edwin karena kebetulan baru saja dari kantor manajemen meski kepentingan mereka berbeda, berjalan dari arah basement tempat mobil Sena diparkir. Sedang Dipa dan Aji berjalan dari lobby depan dimana Andi menurunkan mereka setelah berdua mengisi acara radio bersama.

Di pintu lift mereka bertemu. Masuk berempat mengisi kotak elevator dengan cerita dan keluhan yang dilalui masing-masing selama seharian.

"Hmmmmmm, baunya wangi banget." Hidung Edwin mengendus wangi lezat yang berasal dari arah dapur saat pintu apartment dibuka.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang