Time Flies

7.3K 655 39
                                    

Hujan masih setia mengguyur bumi tanpa menurunkan intensitasnya meski waktu beranjak siang. Dingin udara semakin menusuk tulang di dalam kamar utama di apartment FATE. Kamar satu-satunya yang hanya dihuni satu orang, kamar sang leader, Sena.

Dalam ruangan bernuansa monokrom, Yasa duduk di ujung ranjang. Mata serupa karamelnya mengamati pergerakan gelisah Sena yang duduk di sofa dekat jendela memainkan botol liquid vape miliknya.

Harusnya Yasa bertanya "Mana baju lo yang harus gue jahitin, Sen?" Tapi kalimat itu tak jua keluar. Karena Yasa paham, bukan itu tujuan Sena mengajaknya bicara empat mata di kamar sang vokalis.

"Sen/Yas." Pada akhirnya mereka malah memanggil satu sama lain bersamaan dan sama-sama mendengus, membuang muka malu.

"Lo dulu deh." Putus Yasa.

Sena mengangguk. Dingin udara tak membantu jemarinya yang memegang botol liquid mulai licin dan berkeringat.

"Buat yang kemaren, sorry - gue... mabok. Gue nggak sadar." Kemudian Sena menunduk, tak mampu melihat reaksi Yasa.

Nafas Yasa terasa sangat berat ketika ditarik. Nyeri dan sakit kepala menyerang, menyalahkan diri sendiri atas kebodohannya. "Bukan salah lo. Gue juga mabok. Gue pikir lo......... orang yang gue suka." Suara Yasa melirih di kalimat terakhir.

Entah Yasa sadar atau tidak, atau memang lupa jika Sena mengetahui siapa orang yang disukainya. Yang tidak lain adalah gitaris mereka sendiri, Aji. Lirih suaranya terasa tak berguna.

"Jadi ......" Pancing Sena selanjutnya.

"Kita lupain aja." Dengan cepat Yasa menyahut.

"Anggep nggak pernah terjadi?"

"Iya. Mau gimana lagi? Emang kita punya pilihan lain?" Sakit kepala Yasa makin berpusat ke pelipisnya.

"Tapi lo?"

"Gue? Gue kenapa?"

"Gue udah gituin lo, Yas." Kikuk, Sena betul kesulitan memilih kata.

Dan pria manis di hadapannya hanya tertawa kecil sebagai tanggapan. "Nggak usah sok suci nggak sih? Kita sama-sama tau ini bukan yang pertama buat kita."

Lagi-lagi Sena mengalihkan tatap dari Yasa. Pancaran redup dari netra bassisnya, ditambah fakta jika Sena tahu Yasa tengah berbohong membuat ia bertanya-tanya, apa mau Yasa sebenarnya?

Ini pertama buat Yasa, gue tau dan gue ngerasain itu -batin Sena

"Tapi kita nggak pakai ......"

"Gue capek, Sen. Bisa berhenti di sini nggak?" Belum selesai kalimat si leader, Yasa sudah memotongnya cepat. "Intinya kita sepakat buat lupain semuanya. Anggap nggak pernah terjadi apa-apa sama kita. Deal???"

"BANG, MAIN MONOPOLI YUK?? BANG AJI SAMA DIPA UDAH SIAP NUNGGUIN DI KAMAR GUE NIHH!!!"

Yasa semakin menatap Sena intens saat suara teriakan Edwin memanggil mereka dari luar kamar Sena. "Deal???" Ulangnya lagi penuh penekanan.

Sena mengerang frustasi. Tapi kemudian ia mengangguk dan berucap "Deal!!" sambil membalas jabat tangan Yasa ketika pandangan Yasa makin tajam, menuntut.

"Ok, let's go. Anak-anak udah nunggu di kamar Edwin Dipa." Yasa bangun dari duduknya dan bersiap membuka knop pintu kamar Sena sebelum si pemilik kamar menginterupsi.

"Eh, Yas tunggu."

"Hng?" Yasa membalikkan badan dan mendengung, bertanya.

"Lubang lo lecet nggak? Sakit nggak?"

"BANGSAT! LUPAIN, GOBLOK!"

Lalu

BRAAK!!

Pintu digebrak keras setelah Yasa keluar kamar. Meninggalkan Sena dengan tatapan bodohnya. "Emang gue salah kalau khawatir?"






UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang