Home

4.7K 456 58
                                    

Keputusan Barsena untuk membawa Yasa pulang ke rumah orang tuanya bukan isapan jempol belaka. Cuitan yang Yasa kira hanya ujar ketika panik tanpa aksi nyata, buktinya malah direalisasikan sang leader tepat keesokan harinya.

Kembali ke rumah orang tua Yasa sekedar untuk berpamitan singkat pada Sekar, kedua member FATE tersebut langsung menyiapkan baju-baju dan hal yang akan mereka bawa di apartment. Aji, Dipa serta Andi kaget tentu saja. Tapi mereka merasa lebih beruntung ketimbang Edwin yang hanya dipamiti lewat telfon, atau Boss Johan yang bahkan tak mereka pamiti sama sekali.

"Ini ditaruh dimana?" Anita menunjuk setumpuk baju bayi yang baru saja ia lipat bersama Yasa.

Saat ini keduanya ada di kamar milik Sena di rumah keluarga Pramudya, menata perlengkapan bayi yang tak seberapa, yang dibawa serta Yasa dan Sena. Untungnya Lidya dan Anita yang begitu exited saat dikabari Sena jika ia akan membawa Yasa sampai nelahirkan ke sana membuat kedua wanita beda generasi itu langsung memborong beberapa keperluan new born baby bahkan hingga tempat tidurnya.

"Biar di atas kasur dulu aja, Mbak. Nanti kalau almarinya udah selesai dirakit sama Sena biar aku yang nata disana." Jawab Yasa sambil melipat beberapa potong selimut berwarna hijau, merah dan biru.

Anita mengangguk lalu berdiri meregangkan tangan yang pegal. "Mbak ke dapur dulu ya, bantu Mama bikin makan siang."

"Iya, Mbak. Nanti kalau udah selesai aku nyusul ke dapur."

Setelah mengangguk, Anita keluar kamar bersamaan dengan Sena yang masuk sambil menyugar rambutnya ke belakang dengan jari tangan. Menghalau gerah karena keringat menggantung disana.

Yasa tersenyum teduh menatap interaksi kecil antara dua saudara yang berpapasan di pintu tersebut. Bagaimana Anita pura-pura menutup hidung karena bau keringat Sena, lalu Sena yang mendekat bersiap memeluk Anita dengan tubuh basahnya. Anita langsung saja lari menghindar membuat Sena tertawa puas.

"Hei, kok ngalamun Yas?"

"Hah? Oh.. enggak." Bahkan Yasa tak sadar interaksi manis kakak beradik itu membuatnya terlalu larut dalam lamunan.

Bukan apa, terlahir menjadi anak tunggal yang biasa ditinggal orang tua dan minim kasih sayang di masa remaja membuat Yasa tak bisa menikmati rasanya punya saudara. Meski beberapa tahun ini ia punya member FATE yang ia anggap layaknya keluarga.

"Almarinya udah jadi?" Tanya Yasa. Lengannya terulur meraih tissu di nakas untuk menyeka keringat di dahi dan pelipis Sena.

Usapan Yasa begitu lembut. Dengan aroma manis vanilla saat wajah rupawan itu tepat beberapa senti di depan Sena. "Belum. Aku ngerjain box bayinya dulu."

"Oh, udah bisa dibawa masuk?"

"Iya nanti aku minta bantuan Bapak atau Mbak Anita buat ngangkat berdua ke kamar."

Yasa hanya mengangguk. Mau menawarkan diri untuk membantu pun ia sadar diri tak akan mampu. Beban di perutnya sudah semakin berat, menonjol mempersulit setiap gerak.

"Oh iya, tadi aku dikasih tau sama Mama soal bidan yang bisa kita mintain bantuan bikin rujukan ke rumah sakit." Sambung Sena lagi. Kali ini sembari melepas kaos navy yang penuh peluh. Menyisakan celana jeans hitam yang lengan kakinya digulung sebatas bawah lutut.

"D..deket dari sini?" Jangan salahkan Yasa yang mendadak gugup di perkataannya. Salahkan bisep terbentuk Sena dan otot perut yang terbentuk sempurna tanpa aling-aling di depan mata Yasa. Terlebih kilat keringat di tubuh Sena semakin membuatnya nampak mempesona.

"Deket kok, nanti bisa dipanggil ke rumah kalau kita mau." Sang leader tak sadar, bassisnya sedang kesusahan sekedar menelan ludah.

"Sshhhh... Aduh!!"

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang