Not Fine

4.8K 483 11
                                    

Mau minta vote dulu, terus follow, baru boleh baca :)






Dua puluh empat jam kedua Cakrayasa menginap di rumah orang tuanya. Barsena masih setia menemani meski terus bolak-balik ke apartment mengecek keadaan kedua member yang tersisa.

Mentari mulai merangkak naik menggeser pagi ke arah siang yang cukup terik. Dalam ruang keluarga dimana Yasa duduk menyenderkan kepala di lengan sang Mama, pendingin ruangan menyala menghalau suhu yang makin naik saja.

"Sena nanti pulang buat makan siang?" Sekar mengulurkan tangan, mengelus perut bulat Yasa yang terbalut kaos katun ukuran besar.

Barsena berpamitan beberapa jam lalu seusai sarapan. Tujuannya ke kantor manajemen, melanjutkan pekerjaan sebagai tutor bagi para juniornya yang menanti bimbingan dari sang vokalis merangkap leader tersebut.

"Nggak, Ma. Paling nanti sore Sena baru pulang." Jawab Yasa memejamkan mata. Menikmati usapan penuh afeksi dari sang Mama.

Hening tanpa obrolan lagi. Hanya suara gesek wajan dan spatula berasal dari dapur, dimana Bi Atin sibuk menyiapkan makan siang.

Ketar-ketir Yasa melirik, bermaksud menanyakan soal keberadaan sang Papa yang bagai ditelan semesta. Tapi riak muka si wanita seolah menahan pertanyaannya hanya sampai tenggorokan saja. Yasa takut raut sedih Sekar akan semakin penuh duka jika ia mengungkit soal keberadaan si kepala keluarga.

"Yasa masih kontak sama Arik?"

Aneh. Kenapa Mamanya tiba-tiba bertanya soal si pengusaha muda?

"Masih. Terakhir cuma dia pamit mau ke Kalimantan." Ujar Yasa apa adanya.

"Arik bilang mau pulang ke sini kapan?"

Kali ini Yasa menggeleng. "Arik juga belum tau, Ma. Katanya kalau betah malah mungkin bisa menetap disana."

"Minggu depan, Yas."

"Hah?" Ada kerutan di dahi si pemuda, tak paham akan maksud kalimat yang lebih tua.

Yasa menegakkan duduknya, menatap lekat pada sang Mama. Tapi Sekar masih saja mengarahkan pandang lurus ke depan, menyaji manis senyuman.

"Arik pasti pulang minggu depan."

"Kenapa?"

"Papanya mau tunangan."

"Om Wangsa?" Hazel Yasa melebar menerima fakta tiba-tiba. "Sama siapa?"

"Om Bimo, pacarnya."

Lalu Papa? -biar ini jadi isi pikiran Yasa tanpa perlu disuara

Tapi ternyata Sang Kuasa sedang ingin menunjukkan tahta. Pertanyaan Yasa terjawab tanpa perlu ia bertanya. Deru suara mesin mobil Honda Civic klasik terdengar memasuki garasi rumah mereka. Disusul siluet Kusuma Wardhanu masuk lewat pintu samping yang memang dibiarkan terbuka.

Ketuk sol pantofel semakin dekat, semakin nyaring di telinga. Yasa menahan nafasnya. Apalagi melihat Sekar Ayu tiba-tiba berdiri dan meninggalkannya menuju kamar tanpa apapun berkata.

"Yasa..."

Deg.

Tak siap Yasa dengan presensi sang Papa yang begitu dekat, terpaut beberapa meter di hadapannya. Dalam duduk Yasa menegang.

"Kamu disini?" Pertanyaan basa basi yang sangat tak perlu jawaban. Memang apa yang Dhanu lihat?

"Sama laki-laki itu juga?"

Yasa merasa tak nyaman saat Dhanu mengambil duduk di seberangnya. Menatap intens sang putra tunggal dari balik kaca mata minus yang jarang dilepas. "Laki-laki itu punya nama. Namanya Sena."

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang