Menginap semalam di rumah orang tuanya dirasa cukup bagi Sena. Keesokan pagi kala mentari baru saja menampakkan diri, ia bersama Yasa berpamitan pada Ananta, Lidya dan Anita untuk segera kembali ke apartment band mereka.
Nasib baik masih menaungi mereka tentang reaksi keluarga Pramudya. Paling tidak orang tua dan kakak Sena dengan lapang dada menerima kehadiran si jabang bayi dan tak punya selintas pikiran untuk mengenyahkannya demi nama baik keluarga.
"Bukan soal nama baik, ini soal hubungan kalian sama Tuhan. Mau dosa sebesar apa yang kalian tanggung kalau tanpa hati mau membunuh darah daging sendiri?" Begitulah respon Ananta ketika putra bungsunya bertanya soal nama baik keluarga yang dipertaruhkan.
Rasa hangat merasuk ulu hati Yasa mana kala keluarga Sena memperlakukannya dengan begitu baik. Hanya semalam mereka tinggal, tapi ketulusan dapat jelas Yasa rasakan lewat sikap dan tingkah laku orang tua dan kakak Sena padanya.
Sebaris panjang kalimat Mama Sena terngiang betul dalam ingatan. "Apapun hasilnya nanti waktu kalian menghadap orang tua Yasa, inget kami di sini selalu siap terima kalian dan si bayi. Jaga calon cucu kami ya. Terutama Yasa, jangan pernah merasa sendiri. Kamu punya kami. Punya Sena."
Selalu menggenang air mata Yasa tiap ingat kata-kata Mama Lidya.
"Capek?" Ah, sepertinya Sena cukup peka akan keadaan Yasa yang lagi-lagi menampakkan mata berkaca.
Si manis menggeleng pelan.
Saat ini keduanya sudah ada di kamar Sena. Beristirahat setelah sampai di apartment mereka tanpa menemukan eksistensi member lainnya.
Bukan kemana-mana, tadi Sena sempat menelfon Edwin dan drummer mereka tersebut mengatakan jika ia, Dipa dan Aji tengah pergi ke mall sekedar menghalau rasa bosan. Mungkin berbelanja beberapa outfit dan kebutuhan bisa mereka lakukan selain makan dan menonton film.
Ngomong-ngomong soal Aji, baik Sena maupun Yasa melepas lega saat mengetahui fakta jika Aji kembali ke apartment semalam. Apalagi Edwin juga bilang jika murung Aji sudah berkurang, jauh lebih baik dari sebelumnya ketika ia pergi dengan raut kemarahan.
"Terus kenapa mukanya ditekuk gitu?" Sena yang baru dari kamar mandi mendekat ke arah Yasa yang duduk bersandar di kepala ranjang. Duduk di dekat kaki Yasa yang diselonjorkan, Sena memberi pijatan-pijatan kecil pada sepasang kaki sang bassis.
"Inget kata-kata mama kamu aja. Jadi ngerasa punya support system dari keluarga kamu." Tatapan Yasa agak dibawa menghindar dari Sena. Malu dengan sang leader karena ia yakin pipi dan hidungnya mulai memerah sekarang. Jemari panjang Sena begitu lembut terasa di kulit kakinya.
"Seneng dengernya, Yas. Semoga orang tua kamu juga bakal terima Muffin dengan tangan terbuka ya."
"Amiiiin. Semoga Tuhan denger do'a kita."
Saling berkutat dengan pikiran sendiri soal akankah Tuhan masih mau mendengar do'a pendosa macam mereka, kedua calon orang tua tersebut sama-sama tak sadar ada perubahan dari kata ganti yang mereka gunakan. Bukan atas persetujuan atau kesepakatan, semuanya berjalan natural begitu saja. Lo-gue yang biasa digunakan kini terdengar halus diganti aku-kamu atas keinginan sendiri.
"Jadi, mau peluk?" Goda Sena merentangkan tangan.
"Huh?" Bingung Yasa.
Kenapa tiba-tiba? -tambahnya dalam hati
"Mau nangis kan? Lebih enak kalau nangis tuh sambil dipeluk nggak sih?"
Satu alis Sena yang bergerak-gerak lucu saat bicara dibalas tawa renyah Yasa yang kontras dengan luruhnya air mata. Tanpa pakai kata, sang bassis menubrukkan diri pada tubuh Sena yang merentang siap menerimanya dalam pelukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)
Roman d'amourCerita tentang lima pemuda yang tergabung dalam satu grup band. Dimana impian, perjuangan, luka, dan segala hal tak terduga terlewati bersama di antara mereka. Warning!! * Boys love * Mpreg * 18+ * Local * Once again, it's Mpreg * Don't like, don't...