Lean On Me

6.6K 551 76
                                    

TW⚠️ Normal birth scene







"SENA!!!"

BYUUUUURRRRRR

"BARSENA! NAK SENA KAN BENER?"

Kepala yang biasanya dihias coma hair tebal kini lepek keluar dari dalam air. Kedua tangan sang bungsu Pramudya mengusap wajahnya yang basah untuk memfokuskan pandang pada satu entitas sepuh yang baru menyapa dengan begitu semangatnya. Sampai kaget pula Aji dan Dipa yang hanya menonton saja.

"Loh, Pak San?" Sena yang keluar dari air menuju daratan, mendekati si lelaki yang datang menenteng cangkul dan caping.

Gurat usia di wajah dihias senyum sampai keriputnya melengkung. "Masih ingat ya ternyata. Nak Sena apa kabar?"

"Baik, Pak. Bapak masih kerja di perkebunannya Papa?"

"Nggak, Nak. Bapak sekarang punya sawah sendiri di deket sini."

Sena mengangguk. Mengayunkan tangan ke arah kedua rekannya yang terbengong agar bergabung bersamanya.

"Ini Pak Santoso, boleh kalian panggil Pak San. Beliau dulu pegawainya Papa di perkebunan." Sena memperkenalkan si lelaki asing pada Aji dan Dipa. Lalu beralih menatap Pak San, menunjuk temannya satu persatu. "Mereka berdua teman saya, Pak. Yang bawa kamera namanya Aji. Yang satu lagi namanya Dipa."

Pak Santoso menurunkan cangkul di tangan kanannya untuk menjabat uluran sopan kedua pemuda yang baru ia kenal. Iris yang termakan usia menyipit memperhatikan ketiga pemuda di hadapan lalu terkikik saat mendapati Sena menggigil di tempatnya berdiri.

"Ya sudah, saya lanjut jalan ke sawah ya. Kalian lanjutkan acara kalian. Nak Sena juga, jangan lupa pakai bajunya nanti masuk angin."

Barsena tersenyum malu. "Ah, dulu juga udah biasa main di sungai begini, Pak."

"Iya, sampai dibawakan gagang sapu sama Bu Lidya gara-gara sudah sore tapi Nak Sena nggak pulang-pulang." Pak San mengawang teringat bertahun-tahun silam kala pemuda gagah di hadapan hanya seorang anak sekolah dasar ingusan.

Meskipun terlahir dari keluarga berada, Ananta maupun Lidya tak pernah melarang putra-putrinya bermain dan bergaul dengan lingkungan sekitar tanpa pandang kasta. Anita bahkan dulu sering menginap di rumah Tari, anak salah satu pemetik teh di perkebunan sang Papa yang bersahabat baik dengannya sejak kecil.

"Bang Sena nakal banget ya Pak dulu?" Dipa ikut dalam arus obrolan.

"Ah, wajar saja namanya waktu itu masih anak kecil."

"Tapi nyebelin ya, Pak?" Pertanyaan Aji hanya dijawab tawa oleh yang paling tua.

Tak berapa lama Pak Santoso kembali melangkah ke tujuan awalnya, sawah. Meninggalkan Sena, Aji dan Dipa yang berkutat dengan aktivitas masing-masing. Dipa duduk di batu besar mencelupkan kaki ke air setelah menggulung celana jeansnya. Aji memainkan kamera, memeriksa hasil jepretannya barang kali ada yang blur atau gagal. Dan Barsena malah kembali berenang ke tengah kubangan tepat di bawah air terjun, membiarkan titik demi titik air jatuh menimpa punggung dengan sensasi sedikit sakit tapi nyaman seperti dipijat.

Suara gemericik air begitu keras mengisi indera. Telinga Sena bagai tuli, tak dengar apa yang diujar sekitar. Belum lagi fokus Sena yang hilang, tengah memejam mata menikmati kesahajaan alam yang disajikan Tuhan.

"SENA!!"

"WOI, BARSENA LO DENGER NGGAK??"

Tak ada reaksi apapun dari Sena sampai ia kebingungan ditarik paksa oleh Aji yang masuk ke dalam air masih dengan pakaian lengkapnya. Sena gelagapan, hidung dan mulutnya kemasukan air.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang