13.1 Perfect Storm

70 9 2
                                    

"Eh, mati lampu?" tanya Jinan yang saat itu masih berbincang dengan Dhike hingga malam hari. Terlihat seluruh Ibu Kota gelap gulita, hanya ada sinar bulan yang menerangi langit malam itu.

Reaksi dari seluruh pengunjung ialah menyalakan senter di ponsel mereka dan menyorot ke seluruh ruangan. Lampu-lampu senter terlihat menyala dari seluruh penjuru.

Dhike yang merasakan hal buruk akan terjadi segera meminta mereka yang berada di dekatnya untuk mematikan lampunya. "Kunci rapat kafenya, pintu besi turunkan, dan matikan semua lampu!" ujarnya memerintahkan semua orang untuk masuk. Sambil mendorong kursi roda Jinan, ia menggunakan alat yang dimilikinya untuk menyuntikkan kembali Idol Aura milik Jinan. Idol Aura miliknya ia ambil saat melihat kamar Shani terbuka dan tak tertutup rapat sehingga ia dengan mudah masuk.

Jinan merasakan aliran energi kembali masuk ke dalam dirinya. "Kak Dhika bisa?" tanyanya bingung.

Dhike lalu berbisik ke telinganya dan menjawab, "Jangan remehkan pengetahuan dan alat Rythm Idol generasi pertama!" balasnya.

****

Semarang, hari yang sama dengan padamnya listrik di Jakarta. Kobaran api raksasa terlihat di kawasan perkampungan pinggir sungai yang terkenal akan keganasannya. Kalau ada asap, pasti ada api. Dan di mana ada api sebesar itu, pasti ulah Navi alias Chika yang benar-benar sedang mengamuk pada saat itu.

"Kalian benar-benar membuatku muak dengan kelakuan kalian!" bentak Chika dengan suara lantangnya berbalut dengan semburan api dari tangannya. Suara tersebut bergema hingga keseluruhan sudut perkampungan.

Polisi bersiap siaga disana bersama angkatan bersenjata untuk mengevakuasi warga. Tantenya juga ikut bersamanya untuk meredam amarahnya. Di dampingi dengan polisi untuk membuatnya tetap aman dan berjalan menyusuri kanal untuk mendekati Chika dengan aman.

"Keponakan mu mengamuk lagi?" tanya teman polisinya yang nampaknya dahulu juga menangani masalah ini.

Tantenya kemudian memberikan sebuah tablet yang menampilkan sebuah berita yang baru saja dibaca oleh Chika sebelum mengamuk. 'Tiga remaja dari Pusat tewas dibegal, diduga pelaku merupakan penduduk kawasan Utara.'

Sang Polisi lalu mengajukan pertanyaan kepada tantenya, "Bukankah ini masih dugaan?"

"Jangan remehin kemampuan detektifnya dia!" balas Tantenya.

Saat sudah berada di dekatnya, terlihat ia mengangkat salah satu penduduk yang berada di sana ke langit cukup tinggi. Chika nampak kecewa dengan pertanyaan pria tersebut dan lantas melepaskannya. Pria itu terjun bebas ke tanah dan berteriak.

"Dek, ayo balik!" bentak Tantenya.

Seketika, Chika yang mendengar suara itu padam dan turun ke lantai. Walau ia tadi marah, ia segan dengan tantenya yang datang dengan nada marah. Saat mendarat, tantenya segera menjewer telinganya dan menariknya ke mobil. "Iya tan, iya tan!"

Tantenya lalu berbicara dengan polisi seraya memberi sejumlah uang lembaran seratus ribuan. "Tutupi kasus ini! Walau kalian mencoba menghukumnya, dia akan kabur dengan mudah."

***

Dengan padamnya listrik di Jakarta, generator cadangan laboratorium tentu tak mampu untuk menopang segala kebutuhan listriknya. Feni yang saat itu terbangun dari koma nya, membuka matanya dan merasakan udara di sekitarnya sangat dingin. Melihat dirinya masih mengenakan Ishou, ia menyadari ia masih dapat menggunakan kekuatannya dan segera keluar dari cryogenic chamber.

Ruangan laboratorium itu gelap dan ia tak dapat melihat apa-apa. Sedikit pantulan dari logam memberi petunjuk baginya untuk keluar. Dia ingat apa yang terjadi di lab tersebut dan juga kekuatannya yang disalah gunakan oleh mereka. "Kalian mencoba untuk mengambil seluruh Idol Aura ku secara paksa, tak akan aku biarkan kalian lakukan itu ke teman-temanku!" gerutu Feni. Kedua tangannya membuat gerakan melingkar seperti melukis lingkaran di atas pasir. Kemudian, ia membuat benda-benda di sekitarnya melayang dan di hantamkan satu sama lain hingga hancur berkeping-keping. Kekuatannya merupakan telekinesis serta manipulasi ruang. Sedikit berbeda dengan Marsha, ia hanya dapat mengangkat benda dsn memindahkannya sementara Marsha dapat mengendalikan benda berteknologi serta merakitnya ke bentuk yang ia mau. Tak lupa ia mengambil Rythm dan beberapa Beat yang ada di Lab tersebut.

Feni tersenyum melihat dirinya sudah bebas. Dengan kekuatan manipulasi ruangnya, ia berpindah ke dimensi lain dalam ruang yang sama. Ia dapat melihat seluruh kejadian yang ada disekitarnya namun tidak dapat berinteraksi dengannya pada saat itu. Seperti spectator pada permainan. Namun keadaan itu membuatnya aman sementara waktu dan melanjutkan perjalanannya menelisik keadaan diluar. Hal yang dia ingat sebelum terbangun di lab itu adalah ia sempat koma saat melawan Matron bersama sahabatnya di Mall.

****

Padamnya listrik juga terjadi di titik lainnya, Gracia yang terbebas dengan tangan sendiri mampu mengalahkan beberapa orang yang menyekapnya. Sedikit ekstrim, dia mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya untuk menua kan Kinal agar kehilangan seluruh tenaganya. Di kedua tangannya terlihat piringan hijau dengan motif lengan jam yang sedang memanipulasi waktu disekitar Kinal. Secara perlahan, rambut Kinal memutih dan kulit mengkerut. Gracia yang kini mengetahui apa yang terjadi, reflek melampaui apa yang seharusnya ia lakukan. Seketika Kinal menjadi abu karena terlalu lama menua di dalam kubah waktunya.

"Lah?" tanya Gracia bingung yang saat itu tidak dapat mengendalikan kekuatannya pada Kinal.

KAMONEGIX [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang