(16) Tidak Menerima Kehadiran

31 2 0
                                    

"Mencintaimu seperti air laut, pasang surut akan selalu ada. Tapi kau tau? Air Laut tak pernah berubah rasa"

--Happy Reading--

⚠️SUDAH DI REVISI⚠️

"Kamu yang terlalu dingin,
apa aku yang terlalu ingin?"

***

Maureen menuruni ribuan anak tangga dirumahnya untuk mencapai lantai yang paling bawah dengan berlari.

"Woii belegug, jangan larii! Mau mati lo?!" Teriak Laureen dari atas dan ikut menuruni anak tangga dengan santainya.

"Gue hari ini ada piket!" Teriak Maureen masih berlari di atas tangga.

"Oh gak nanya tuh" Balas Laureen dengan pampang tengilnya.

"Serah!" Ketus Maureen hingga akhirnya.

Brukk

"Mauu!"

"Hati-hati"

Suara berat itu berhasil membuat Maureen sadar dan reflek membuka matanya, baru saja ia membuka mata ia sontak kaget dan mundur berapa langkah.

"Gakpapa kan mau?" Tanya Laureen ketika sampai di hadapan Maureen.

"Gapapa" Balasnya.

Laureen dan Maureen berjalan ke arah dapur, Laureen yang sadar kalau devano tidak mengikutinya pun menoleh.

"Ngga sarapan?" Tanyanya masih sangat canggung.

"Nanti abang nyusul" Balasnya dengan senyum tipis, membuat Laureen menganggukkan kepala singkat.

Sesampainya di meja makan, mereka berdua di sambut hangat oleh Devandra dan Santy.

Sekitar 10 menit ia sarapan kini Devano datang menghampiri keempatnya dengan pakaian rapi.

"Sini nak makan" Ajak Santy begitu melihat kehadiran anak sulungnya, membuat ketiganya menoleh ke arah pandang santy.

Devano menghampiri mereka dan duduk pas di hadapan Devandra.

"MAU APA KAMU KESINI?! SAYA TIDAK SUDI BERTATAP MUKA DENGAN MU!" Sentak Devandra membuat Laureen, Maureen terlontar kaget.

Devano menunduk "maaf," Lirihnya, kemudian beranjak dari duduknya.

"Vano sarapan dulu nanti sakit" Ujar Santy membuat Devano kembali duduk.

"KAMU ATAU SAYA YANG PERGI?!" sentak Devandra lagi.

Laureen berdehem membuat keempatnya menoleh kearahnya, sebelum ia berbicara ia terlebih dahulu mengelap mulutnya dengan tissu.

"Ngasih makan itu kewajiban papa kalo lupa" Ujar Laureen membuat Mulut Devandra tercekat.

Maureen yang merasa kata-kata Laureen itu tidak baik sontak menginjak kakinya membuat sang empuhnya meringis, dan pergi begitu saja tanpa pamit ke kedua orang tuanya.

PERGI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang