Tenth

4.9K 576 16
                                    

Seperti mimpi. Bisa makan satu meja dengan ketiga orang yang secara langsung tidak menyukai Noel dan tidak terluka sedikit pun.

Tatapan yang diberikan tidak merendahkan seperti apa yang tertulis dalam e-book maupun ingatan Noel. Federic berbicara padanya, Janvier menunjukkan afeksi, dan Pascal terkesan jahil. Semua berbeda dari yang Christ ketahui.

"Apa ada yang tellewat?" Gumam Christ. Melangkahkan kakinya menuju ruang utama seperti permintaan Janvier.

Setelah semalam ia di antar kembali oleh Draco, Christ langsung tertidur begitu bertemu kasur. Pada paginya, Adaire membangunkan dan meminta untuk cepat bersiap menuju ruang utama. Masih dalam keadaan tidak sadar, Chirst hanya terdiam membiarkan dirinya di bawa ke sana kemari untuk bersiap-siap.

"Pangeran Janvier meminta anda menemuinya pagi ini. Jadi saya akan mendandani anda."

"Boleh.."

"Apa ada yang terjadi semalam di ruang makan?"

"Tidak ada, Noel hanya makan—..." Christ membelalakkan matanya. Menatap Adaire dari pantulan kaca sibuk menata rambut peraknya.

"Ile tahu?"

"Tentu saya tahu, pangeran. Sir Draco yang memberitahu saya setelah mengantar anda kemari." Balas Adaire. Selesai menata rambut dengan memberikan sedikit kepangan di bagian kiri atas telinga ke belakang.

"Ile tidak malah kan?"

Adaire beralih ke wajah dengan menaburkan tipis bedak di area wajah ke leher. "Untuk apa saya marah pangeran? Hanya saja jika ingin berpergian tolong beri tahu dan meminta saya, sir Draco atau sir Drew untuk menemani anda. Berpergian sendiri itu tidak baik."

Christ tersenyum mengingatnya. Adaire adalah perempuan baik. Kalau sesuai hitungan, Adaire memasuki kerajaan beberapa hari setelah berita kematian ratu Lains, dimana usianya masih berusia 13 tahun. Lalu ia langsung di minta untuk menjadi pelayan Noel sampai saat ini berusia 16 tahun. Sifat milik perempuan dengan bekas luka di wajah itu begitu dewasa. Christ nyaman dengannya. Tanpa pamrih menjaga, merawat, walaupun Christ tahu gaji yang di dapatkan perempuan itu tidak sesuai dengan apa yang dilakukan.

Mengetahui hal itu, Noel kecil sering mengajak Adaire untuk makan bersama dan memberi sedikit perhiasan yang di simpan. Tetapi perempuan itu dengan halus menolak. Mengatakan kalau itu memang sudah kewajibannya dan Noel sebagai seseorang yang memiliki tingkatan lebih tinggi tidak pantas untuk melakukan itu semua ke Adaire.

Adaire terlalu baik untuk menghadapi e-book yang kejam ini.

Pintu besar terbuka ketika Christ sampai. Penjaga tidak lagi sir Mou yang sudah kehilangan kepala, hanya pria biasa menggunakan ziarah. Mempersilahkan Christ untuk masuk dan mengatakan kalau Janvier sudah menunggu.

Ruangan besar dengan ornamen mahal menyambut Christ. Sofa berwarna biru dengan pinggiran emas terpasang apik di tengah ruangan. Di atasnya, chandelier tergantung dengan baik sebagai pusat utama ruangan.

Salah satu sofa single di duduki oleh Janvier yang sedang menikmati minumannya. Dengan elegan tangan kiri memegang saucer dan yang lainnya menangkat tea cup untuk di minum isinya.

Disisi sofa panjang berhadapan dengan sofa single, terdapat pria cantik yang dapat Christ tebak usianya berada di awal 40-an sedang membaca majalah. Rambut biru gelap dengan mata sewarna begitu kontras dengan kulit yang begitu putih cenderung pucat. 

Kedua orang itu sontak melihat kearahnya begitu pintu tertutup. Melihat itu, dengan kaku Christ menundukkan kepala memberi salam. 

"Kemari lah." Tea cup* beserta saucer* diletakkan, meminta Christ untuk mendekat.

[BL] NoelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang