Thirty Ninth

1.2K 140 0
                                    

Kondisi ruang makan berjalan tenang. Dentingan piring dan sendok terdengar ketika masing-masing menyuapi diri dengan makanan yang disediakan.

Semua fokus pada makanan dihadapan, berbeda dengan Christ yang tidak dapat mengalihkan perhatian dari sosok bersurai hijau di seberang meja.

Christ berusaha berpikir apa yang membuat Ian, sosok bersurai hijau itu, dapat berada di sini, ruang makan istana kekaisaran yang biasanya tidak dapat dikunjungi oleh orang asing.

Pikiran Christ melayang entah kemana. Mungkin Ian merupakan seseorang yang sangat penting di kekaisaran ini. Tetapi hal itu tidak mungkin.

Kepercayaan kaisar pada seseorang sangatnya langka. Noel saja yang berstatus pasangan Putra Mahkota tidak dipercayai, apalagi orang ini.

Bukan berarti Christ jahat, tetapi bagaimana Ian bertingkah laku sangatlah tidak memiliki nilai yang tinggi.

"Noel. Cobalah ini."

Sebuah sendok berisi potongan ayam di sodorkan. Christ menoleh untuk melihat Eloise menunggu Christ membuka mulut untuk menerima suapan darinya.

Christ membuka mulut. Memasukkan suapan kedalam mulut lalu mengunyahnya. Rasanya sangat jauh berbeda dari makanan yang pernah Christ makan di kerajaan. Seluruh makanan di kerjaaan, meski hanya bubur, rasa dari makanan itu lebih memiliki rasa dibandingkan ayam yang sudah masuk kedalam mulut ini.

Ini, hambar.

"Ah! Aku juga ingin menyuapi!"

Sesendok makanan yang berbeda disodorkan. Kini Quinn yang dengan semangat sampai berlutut diatas kursi untuk menyuapi Christ.

Christ terpaksa mengunyah dan menelan lebih cepat untuk memakan makanan yang disodrokan. Belum masuk mulut, dehaman terdengar mengalihkan perhatian semuanya pada sosok surai hijau yang kini sudah menghentikan aktivitas makannya.

"Dia tidak bisa makan daging merah."

Christ tertegun. Melihat dengan jelas sendok yang disodorkan oleh Quinn yang memang merupakan potongan daging dengan bumbu berwarna cokelat. Dan kalau tidak diingatkan, mungkin akan terjadi sesuatu pada Christ.

Ian sendiri dengan santai mengambil napkin dari paha untuk mengusap ujung bibir yang terkena remahan makanan. Mata hijaunya yang indah menatap Christ yang justru kelabakan ketahuan mencuri pandang pada pemuda itu.

Quinn yang mendengarnya sontak menarik sendok kembali keatas piring. Bibir melengkung kebawah serta tatapan sedih diarahkan pada Christ, membuat Christ justru yang merasa bersalah telah membuat anak itu kehilangan kesenangannya. "Maaf Noel! Aku tidak tahu!" Kedua tangan bertemu. Quinn menutup mata meminta maaf tulus pada Christ yang bahkan tidak bergerak sedikitpun karena tertegun.

"A-ah. Tidak apa. Noel juga tidak ingat kalau Noel tidak bisa makan daging melah. Hehehe." Christ tertawa canggung. Menggaruk kepala belakang tidak gatal ketika melihat ekspresi bersalah milik Quinn yang sangat lucu.

Quinn memajukan bibir dan mengembangkan pipi. Tangan yang tidak seberapa itu menarik pipinya sampai merenggang ke batas maksimal. "Bukan begitu! Kalau kamu kenapa-napa nanti Quinn akan sedih!"

"Owh- Sakwit."

Christ menepuk tangan Quinn, berharap perempuan itu akan melepaskan. Bukannya melepaskan, Quinn justru menguyel-uyel pipi Christ gemas.

Sangat cepat membuat mood anak perempuan ini kembali seperti semula. Karena Ia sudah tersenyum lebar senang dengan aktivitas menguyel-uyel pipi Christ.

"Quinn. Sudah lepaskan." Tegur Eloise.

Berharap akan diselamatkan, Eloise justru mendorong tangan Quinn dan bergantian untuk menguyel pipi Christ.

[BL] NoelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang