Eleventh

4.4K 519 7
                                    

Christ dapat merasakan elusan di punggung selama berada di gendongan Janvier. Tubuhnya sedikit bergoyang karena Janvier berjalan sembari membawanya.

Melepaskan pelukan, Chirst dapat melihat dengan jelas wajah Janvier yang masih mempertahankan ekspresi datar. Kalau di perhatikan atau memang akibat kejadian sebelumnya, wajah Janvier terlihat sedikit manis.

"Masih terasa sakit?" Bahkan suara berat itu ketika melenguh tadi menjadi sedikit lebih tinggi. Christ kembali menenggelamkan wajah di pundak Janvier, merasa bersalah sudah melihat hal-hal yang tidak pantas tadi.

"Maafkan Noel." Ucapnya sedikit terendam. Janvier hanya memberi balasan dengan menepuk-nepuk punggungnya.

Tak ada pembicaraan setelah. Chirst terlalu nyaman dengan tepukan Janvier.

Rasanya familiar.

Dulu, Milo sering melakukan ini padanya ketika Christ terbangun tengah malam karena mimpi buruk. Itu sukses membuat Christ tenang, kembali tertidur nyenyak di dalam pelukan Milo.

Tetapi rasa familiar yang Christ rasakan seperti baru-baru ini ia mengalaminya.

Apa hanya perasaannya saja?

Kemudian mereka sudah berada di depan kamar Noel. Ketika membuka pintu, kamar terlihat sudah dalam keadaan rapi dan memiliki seprai berbeda dari sebelumnya. Sepertinya sebelum pergi Adaire kembali memberikan kamarnya.

Janvier memasuki kamar, menuju kasur untuk meletakkan adiknya. Karena jendela dan kasur bagian kiri berdekatan, Janvier dapat melihat pemandangan taman dari tempat ia berdiri. Kuncup bunga tumbuh dengan cepat berkat mana milik Adaire menimbulkan warna berbeda pada masing-masing bagian.

Sesaat Janvier terdiam. Tidak kunjung menuruni Christ membuat anak itu mengerutkan keningnya bingung.

"Kak Javi?"

"Kamu yang melakukannya?"

"?"

"Taman milik ibu."

Ah, aku tahu ini.

Christ mengangguk. Menceritakan tujuannya membersihkan taman sampai apa saja yang sudah ia lakukan.

Janvier hanya diam mendengarkan. Meletakkan di atas kasur dan mengusap perlahan kepala adiknya.

"Terima kasih." Begitu yang di ucapkan Janvier lalu pergi tanpa sepatah kata lagi seperti sebelumnya. Menutup pintu memberikan keheningan cukup lama di kamar Noel.

Christ hanya menatap pintu maklum. Sepertinya Janvier adalah orang yang tidak suka basa-basi. Bahkan mencoba untuk menjelaskan tentang pria sebelumnya saja tidak.

"Dasar aneh."

"Kakak saya memang aneh, Christ."

"HUA!"

Déjà vu.

Christ pernah mengalami ini sebelumnya. Noel berada di hadapannya dengan kaki tidak menyentuh tanah. Christ terkejut karena mengira Noel adalah seorang hantu.

Hanya saja Noel ikut terkejut. Melambai-lambai di depan wajah Chirst untuk membuat dirinya di semesta berbeda kembali sadar.

"Apa aku pingsan lagi?" Ucap Christ setelah tersadar dari keterkejutannya.

Noel menggeleng. "Tidak, kali ini kamu benar-benar melihat saya."

"Nggak akan hilang sepelti sebelumnya?"

"Tidak."

Noel 'duduk' di sebelah kiri Chirst yang masih duduk di pinggir kasur. Menggoyang-goyangkan kakinya menghilangkan kebosanan.

"Kamu pasti memiliki banyak pertanyaan ke saya bukan?"

"Ya, sangat banyak."

"Kalau begitu bertanyalah. Saya akan menjawabnya semampu saya."

✨✨✨

"Saya tidak berbohong soal liontin itu. Meski tidak di beritahu alasan pastinya, setelah mengenakan liontin itu, tidak ada kejadian dimana saya pingsan saat bertemu dengan saudara-saudara saya."

"Mengapa saya bisa muncul waktu itu karena mana di tubuh itu sudah berada di level yang dimana bisa melihat bahkan berkomunikasi dengan makhluk seperti saya. Mungkin kamu bisa kedepannya berbicara dengan 'dewa'"

"Ayah, kak Janvier, dan kak Pascal memang tidak pernah menaruh perhatian kepada saya. Sampai mereka mati di eksekusi, ketiganya tidak menunjukkan ekspresi ketakutan ataupun kesal. Tetapi jika mereka memang berubah, mungkin karena itu kamu, Christ?"

"Kak Janvier memang berada di pihak bawah. Dan pria yang bersamanya, Lord Alain adalah salah satu ahli pedang kekaisaran yang bisa melampaui kemampuan berpedang ayah. Sayangnya beliau meninggal ketika sedang dalam peperangan kekaisaran dan kerajaan."

Semua pertanyaan Christ secara lengkap dijawab oleh Noel. Bahkan sampai cerita hubungan yang bukan urusan keduanya. Terlihat pria pucat menjelaskan dengan baik, tidak sedikit pun merasa sedih ketika menceritakan keluarganya sendiri. Christ mengusap jari Noel, yang kali ini bisa sentuh.

"Oh, Ya juga. Kedepannya saya bisa menemani kamu. Tetapi tetap dalam keadaan seperti ini. Tidak menyentuh tanah. Kamu tidak apa kan?"

Christ mengerucutkan bibirnya. "Asal jangan tiba-tiba muncul saja."

Setelah itu, Noel dan Christ asik bercerita. Tentang selama ini Noel selalu mengawasi Christ, atau Christ bercerita di kehidupan sebelumnya. Banyak tentang Milo, sahabat kecilnya di dalam cerita itu.

Tidak terasa, matahari sudah tenggelam di luar sana. Adaire memasuki kamar dan seperti biasa membantu Christ untuk mandi dan makan malam.

Noel hanya dapat memperhatikan. Rasa rindu muncul kepada salah satu pelayan pribadi yang rela mengorbankan hidupnya hanya untuk seseorang sepertinya.

Noel menuju luar istana, menembus dinding dan melaju ke bagian istana utama. Ketika sampai, Noel dapat melihat keluarganya makan seperti biasa. Hening.

Seluruh kejadian yang di alami Christ, Noel selalu berada di sana. Hanya dapat memperhatikan dalam diam, tidak bisa melakukan apapun untuk membantu.

Ketika kejadian dimana Christ melawan salah satu pengawal, Noel merasa takjub dengan itu. Dahulu Noel tidak bisa melakukannya. Meminta Adaire kembali dan di hari yang sama Noel akan berdiam diri seperti biasa. Lalu pada saat bertemu dengan kakak keduanya, Noel akan langsung berlari tanpa menghampiri Pascal terlebih dahulu.

Noel menggeleng. Ia harus bisa menghilangkan rasa panas di dadanya ini. Tidak seharusnya ia iri dengan apa yang bukan miliknya.

Noel tersenyum. Sepertinya keputusan 'dewa' memang yang terbaik. Noel hanya bisa mendukung. Atau bahkan membantu jika memang ada sesuatu yang dapat ia bantu.

.

.

.

To be continued

[BL] NoelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang