"Hey."
Arisha yang duduk di kitchen island bersendirian menoleh pada Arfan yang melangkah masuk. "Hi," jawabnya sepatah. Tangannya diletakkan di atas pahanya bila abangnya itu melabuhkan punggung di hadapannya. Badannya ditegakkan.
Arfan mencapai jag yang berisi jus dan dituangnya dalam gelas di hadapannya. "Ivan told me his feeling. Now I want to know about yours." Arfan membawa gelas tersebut ke bibirnya dan diteguknya sedikit. "I don't care about him actually. I care about you," ujarnya setelah itu. Diletakkannya gelas kembali di atas meja. Wajah Arisha dipandangnya. "So do you like him?"
Arisha tunduk memandang jari-jemarinya sebelum menjawab, "I don't know." Bibirnya diketap. "Ari tak tahu kalau Ari betul-betul suka dia atau it's a short term things."
Buat seketika, Arfan diam sejenak. "Ari nak tahu tak macam mana abang tahu Airis is the one for me?" ujarnya biasa membuatkan Arisha mengangkat wajah untuk memandangnya. Air muka gadis itu penuh dengan tanda tanya membuatkannya tersenyum tipis. "I've always been a better man with her than I was without her."
"I can see that," Arisha senyum kecil sambil menuturkan itu. "That's all?"
"Of course no, Arisha. There's more to it. But one thing that make me sure of it is that I don't want to lose her. Abang pernah hilang dia sekali, untuk seminggu je Arisha. And do you know how messed I am when she left me? So bad that at some point I don't care about her anger and take her back with me."
Senyuman terukir di bibir Arisha mendengar kata-kata abangnya itu. Matanya jatuh pada jari Arfan yang memusing lembut cincin perkahwinannya dan Airis. "You guys loved each other so much," balas Arisha.
"We did." Arfan menatap lembut pada wajah Arisha. "So don't feel bad if you can't give me the answer right now. But it's enough for me to know that Ivan likes you so that at least I know, there's someone who is willing to be with you when I can't." Tangan Arisha di atas meja dicapainya dan digenggamnya lembut. "I love you, Arisha. So much that I hope I can heal every heartbreak you had."
Arisha diam. Matanya memandang pegangan tangannya dengan Arfan. "Ari takut, abang," tuturnya perlahan. "Growing up in a broken family scared me. What if I ended up with someone as our father? What if I did something as what our mother did to our father? What if my children need to face what we had experienced?" sambungnya dengan matanya berkaca.
Arfan kelu mendengar luahan Arisha itu. Dia tidak pernah terfikir itu yang akan dirasai oleh gadis itu selama itu. All this time, she's afraid of falling in love because of our parents? Shit. She's too young for that.
"Marriage is never part of my plan. Lepas apa yang mama dan papa buat dekat satu sama lain, dekat kita.. Ari tak pernah terfikir nak buka hati untuk seseorang. Sebab Ari takut kalau Ari kena hadap benda sama suatu hari nanti. I build a perfect life by myself and to risk it by falling in love with someone that is not right?" Arisha menggelengkan kepalanya.
"I can't do that to myself."
~
"Ivan."
Ivan yang berjalan di sebelah Arisha menoleh kepada gadis itu. Tautan tangannya pada tangan Arisha dieratkan sambil "hmm?". Langkah mereka tersusun di atas pasir pantai.
"Abang saya cakap apa dekat awak tadi?" soalnya biasa. Dia menoleh memandang Ivan di sebelahnya. Tangannya diangkat untuk menghalang cahaya matahari. Ivan dengan biasa menghentikan langkah mereka. Bahu Arisha dipegangnya dan badan gadis itu dipusingkannya agar tidak menghadap sumber cahaya matahari. Dia kemudiannya berdiri menghadap Arisha, membiarkan cahaya matahari menyimbahi wajahnya.
Arisha tersenyum kecil akibat perbuatan jejaka itu. Tangannya naik untuk ke hadapan wajah Ivan, menghalang cahaya matahari daripada terkena pada wajah jejaka itu. "You didn't answer my question yet," ujarnya setelah itu.
Ivan senyum tipis sebelum menjawab, "he told me to treat you right." Ibu jarinya mengelus lembut tangan Arisha di dalam pegangannya. "You? Abang kau cakap apa dekat kau?" soalnya kembali.
Arisha menghelakan nafasnya sebelum dia menarik tangan Ivan untuk menyambung langkah mereka. Genggamannya pada tangan Ivan dieratkan. "He told me to give myself a chance. To give us a chance," tuturnya lembut.
"You don't believe in us?" Ivan memandang sisi wajah Arisha dengan lembut.
"It's not that I don't believe in us." Arisha mengemam bibirnya. "I don't believe in myself to give you the same love as what you gave me." Arisha membuang pandangannya ke arah lautan yang terbentang luas di hadapan mereka. "I'm growing up watching my parents' toxic relationship. Knowing what they did to each other scared me so much that I can't help but to think about the possibility of me ended up in that kind of relationship."
Ivan diam bila mendengar kata-kata gadis itu. Tangannya menarik tangan Arisha agar gadis itu kembali melangkah dan melihatnya. Wajah sayu Arisha dipandang bersama hati yang pedih untuk gadis itu. "Princess.."
"Ivan.." Arisha mendongak untuk memandang jejaka itu. Mata whiskey jejaka itu dipandang lembut. Jika dulu dia sangat membenci mata itu, sekarang dia menjumpai sepasang mata yang memberinya ketenangan hanya dengan sebuah pandangan. "If you want me to confess my feeling.. I can't do that. I can't trust myself and every single words that comes from my mouth. Saya takut kalau apa yang saya cakap ialah satu penipuan yang bukan sahaja menyakitkan awak, tapi akan menyakitkan saya juga. Saya.."
"Then don't say it princess." Ivan mengelus lembut pipi Arisha. "Just because you can't say the words loud doesn't mean I can't feel it." Ivan senyum kecil. "Say it when you're sure of us. Say it when you're ready to believe in us. Say it when us is the only thing that matter to you. Till then, I'm okay with the way we are now. But you need to promise me something though," sambungnya.
Arisha menjongketkan keningnya. "What?"
Ivan senyum sebelum dia menarik tangan Arisha ke arah sebuah gerai di tepi pantai itu. Arisha mengerutkan keningnya. "Kenapa.."
"Give me your finger," pinta Ivan sambil dia mengambil sebentuk cincin yang diperbuat daripada kayu. Dia kemudiannya memandang Arisha sebelum tangan Arisha diraihnya lembut. Cincin di tangannya disarungkan kepada jari manis Arisha sambil menuturkan, "you need to promise me that you won't push me away from you." Jarinya mengelus lembut cincin di jari Arisha sebelum dia kembali memandang wajah gadis itu. "Can you promise me that?"
Arisha diam sejenak, menatap cincin kayu yang tersarung di tangannya sebelum senyum kecil. Seutas ikat rambut di pergelangan tangannya ditanggalkan. Tangan Ivan ditariknya rapat dan disarungkannya ikat rambutnya itu pada pergelangan tangan Ivan.
"Promise."
•••••
Forget Romeo and Juliet, I want what these two have aaaaaaaaaa 😭
YOU ARE READING
My Sweetest Desire
RomancePuteri Arisha - seorang gadis yang pendiam dan introvert walaupun merupakan seorang painting artist dan seorang model. Seorang gadis yang memendam perasaan, masalah dan rahsia untuk dirinya dan membina tembok yang tinggi dan tebal untuk mengasingkan...