67. Saudara 4

201 16 5
                                        

*Tahun 0004, bulan 01, hari 31, pukul 11.30 Waktu Negeri Utara.

'Bangun, Gombel!'
Gombel separuh sadar mendengar panggilan itu, tapi rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya menahannya untuk bangun.

'Bangun, Gombel! Bangun!'

Alam bawah Gombel mulai terusik. Bukan karena perintahnya, tapi karena suara itu sangat mirip dengan ... suaranya sendiri.

***

Flasback On

Di Pemakaman Desa Rawagaru, Negeri Timur.

"Baunya di sini, Tuan." Si anjing menggonggong memberi tahu tuannya.

"Akhirnya ketemu juga, setelah sekian lama." Remaja itu tersenyum. "Hei, kamu! Bangun! Sudah siang bangun!"

BUGGGGGH!

"Aduh!" Gombel terbangun sambil memegangi pipinya yang basah.

Matanya yang setengah sadar masih sempat melihat potongan buah pepaya menggelinding ke tanah di dekat kakinya.

Gombel mendongak ke atas ke arah rimbunan pohon yang menaunginya dari cahaya matahari.

"Ini kan pohon kawis, kenapa yang jatuh pepaya ya? Gombel jadi bingung ... hehe." Gombel cengengesan sendiri sambil mengamati potongan pepaya yang kotor, sudah berbalut tanah coklat kuburan.

"Apa ini memang kawis ya? Cuma bentuknya beda." Karena penasaran Gombel mencicipi buah itu.

"Eh, tapi ini beneran rasanya pepaya ya? Sungguh buah yang aneh ... hehe."

"Itu kan memang pepaya, dasar bodoh! Dan kau memakan tanahnya juga!?"

Gombel berpaling ke arah suara itu. Seorang remaja sedang duduk di atas batu nisan sambil menikmati mangga.

"Eh, itu kan tidak sopan, duduk di atas nisan. Apalagi itu nisan temanku, Angga. Aku baru saja membantu menguburkannya."

Remaja itu menundukkan kepala sebentar, melongok di antara dua kakinya untuk membaca nama yang tertera di batu nisan yang ia duduki.

"Oh ya benar, di sini tertulis nama Angga. Baru meninggal ya. Sayang sekali kenapa tidak menjadi pekerjaku saja." 

Remaja itu tampak tak peduli, lalu melanjutkan makannya kembali. Membiarkan buliran daging pepaya berwarna perpaduan kuning dan jingga membasahi sekitar mulutnya. Gombel menelan ludah, tergoda melihat pepaya yang ranum itu.

"Eh, Kamu siapa? Apa kamu warga desa sebelah? Atau temannya Widi ya? Atau Ravi?" Tanya Gombel sopan.

Remaja itu menggeleng. "Kami kebetulan lewat sini. Dan aku tidak kenal teman-temanmu. Oh iya, namaku Mammon dan ini anjingku, namanya Danny."

Seekor anjing mengeluarkan kepalanya sebentar dari belakang punggung Mammon. Dia melihat Gombel sekilas, lalu melanjutkan tidur. 

"Eh, ada anjing. Halo anjing ... eh Danny, aku salah hehe." Anjing itu menghiraukan Gombel.

'Orang ini jelas terlihat tidak bisa diharapkan.' Batin Danny.

'Kau hanya belum tau, diamlah! Dia mendengar suaramu!' 

'Oh ... sejak kapan anda mempedulikan perasaan manusia? Lagi pula ini kan ucapan di dalam batin, hanya anda yang bisa mendengarnya.'

Mammon tidak menjawab.

"Namamu Gombel kan?"

Gombel mengangguk, tapi matanya tidak beralih dari pepaya yang sedang dipegang oleh Mammon.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang