*Tahun 2018, bulan 01, hari 14, Pukul 12.30 Waktu Negeri Utara.
Empat belas tahun yang lalu.
(Flash back On)
***
Di Istana Negeri Utara.
Ruang istirahat Raja dan Ratu."Satu suapan lagi, kumohon!" Ratu Darissa membujuk, tapi suaminya menggeleng tidak mau membuka mulut.
"Kalau kamu tidak makan, aku juga tidak mau makan." Mendengar ancaman itu, Raja Umara Khan terpaksa membuka mulut.
"Apa tidak terbalik? Sebenarnya siapa yang sakit di sini?" Seorang tamu berkomentar dari tempatnya duduk di seberang ranjang, membelakangi perapian.
"Jangan iri!" Umara Khan menjawab ketus sembari menghabiskan makanan dalam mulutnya.
Ratu Darissa tersenyum melihat suaminya masih mengunyah, walaupun terlihat begitu dipaksakan.
"Biar aku saja yang membereskan, kamu harus tetap istirahat!" Umara Khan mengambil piring dari tangan istrinya, lalu meletakkannya di atas troli tidak jauh dari ranjang.
"Aku tidak selemah itu," Darissa memprotes. Tangan Darissa berusaha membetulkan posisi sandaran bantal di belakang punggungnya dengan gerakan sangat lamban. Wajah cantiknya terlihat kian memucat dan semakin sayu.
"Aku tidak meragukannya, kamu tidak lemah sayang. Malah terlalu keras kepala. Seharusnya kamu di rawat di rumah sakit, harus berapa kali kubilang." Umara Khan menghela napas putus asa.
"Aku tidak mau! Rumah sakit malah membuatku semakin sakit. Aku lebih merasa sehat di kamar ini." Ratu Darissa ngotot.
"Kau lihat itu Zul? Sangat keras kepala bukan?"
Zul yang sedari tadi duduk di dekat perapian hanya tersenyum kecil melihat keharmonisan Umara dan Darissa.
"Oh iya Zul, apa kamu sudah menemui Idalia?" Darissa menatap Zul.
Zul terdiam sejenak, wajahnya terlihat murung sekarang. "Aku hanya mampu melihatnya dari jauh."
"Kasian anak itu Zul. Darius sering melihatnya menangis di belakang sekolah. Dia pasti sangat rindu pada keluarganya."
Zul terdiam, tampak merenung. "Andai aku bisa menemuinya. Aku juga ingin sekali mengumpulkan mereka bertiga, tapi ... selama aku belum bisa menemukan musuh sebenarnya, keselamatan mereka tetap akan terancam. Lebih baik mereka hidup dengan identitas baru dan meninggalkan nama Qarnain."
Umara Khan duduk kembali di samping ranjang, membantu istrinya membetulkan sandaran. "Aku yakin Idalia akan semakin kuat. Dia dirawat oleh Raddit Equus, salah satu jendral terbaikku. Puji pada para Dewa, yang telah memberikan keberuntungan pada Raddit hingga bisa menemukan Idalia dan membawanya ke negeri ini-" ucapan Umara Khan terpotong.
"Tidak ada yang namanya Dewa! Mereka hanya makhluk biasa seperti kita, tidak punya kuasa apapun bahkan untuk menentukan takdir!" Raut wajah Zul menegang.
Api di dalam perapian membesar, hawa panasnya terasa sampai di wajah Umara Khan dan istrinya.
Umara Khan reflek mencabut pedang, logam-logam di dalam kamar bergentar, maju memenuhi panggilan pedang.
Darissa memegang tangan suaminya, memintanya untuk menahan diri. "Zul!" Darissa memanggil.
Zul cepat tersadar, emosinya tidak terkendali. Zul memejamkan mata lalu menutupnya dengan telapak tangan. "Maafkan aku."
Api di perapian mengecil kembali. Hawa ruangan kembali ke suhu kamar.
***
'Tok-Tok'

KAMU SEDANG MEMBACA
Pencari Arwah
Mystery / ThrillerKisah pemuda bernama Ravi yang bertugas sebagai seorang Seeker (pencari) orang - orang yang hilang, baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Berbekal kepekaan mata batinnya, Ravi menggunakan kelebihannya untuk berkomunikasi dengan para arwah...