6. Desa Mati

1.5K 227 512
                                    

*Tahun 0004, bulan 01, hari 11, Pukul 11.55 Waktu Negeri Timur.

Desa Rawagaru.

Waktu Zuhur, di bawah rimbunan pohon beringin yang terletak di halaman sisa-sisa pendopo balai desa yang telah terbakar.

Widi masih sesenggukan menangis, duduk mendekap lutut, punggung tangannya berulang kali menyeka air matanya. Dia begitu berharap segera kembali ke rumah, agar bisa bertemu ibunya.

Biasanya Widi begitu ketakutan bila terlambat pulang ke rumah, karena pasti akan dipukuli oleh ibunya, tapi kali ini untuk pertama kalinya dia begitu mengharap mendapat hukuman itu, dipukuli pun dia akan merasa gembira. Dia hanya ingin bertemu ibunya, namun ibu, ayah, kakak-adiknya dan seluruh warga desa menghilang entah kemana, menyisakan puing-puing rumah yang telah habis terbakar. Widi berusaha tegar.

"Hua ... hua ... hua ... hua ... Lani ... Emak ... Bapak ... di mana kalian? Hua ... hua ..." Angga menangis histeris memanggil-manggil orang yang disayanginya hingga suaranya serak.

"Sudahlah! Sudah 2 jam kita di sini, mau berapa lama lagi kamu menangis?" Ravi mencoba untuk meredakan suasana.

"Kamu enak kalau ngomong!? Bukan kamu yang kehilangan keluarga, mana kamu tau betapa sedihnya aku? ... huaa ... huaa ... huaa!" Angga semakin histeris.

"Kita kan belum tau bagaimana keadaan mereka? Bisa jadi mereka masih hidup sekarang di suatu tempat," jawab Ravi

"Tau dari mana kamu?" tanya Angga ragu.

"Ya tidak tau? itu kan baru kemungkinan, makanya kita cari sekarang!" ucap Ravi.

"Cari kemana?" tanya Angga lagi.

"Ya tidak tau? Kita cari petunjuk dulu!" jawab Ravi.

"Tuhh! Kamu juga tidak tau kan?? Huaa ... huaa ... Lani ... Emak ... Bapak ... huaa ... huaa ... di mana kalian? Huaa ... huaaa." Angga kembali meraung histeris.

Kadang tingkat kedewasaan tidak sebanding dengan tingkat bertambahnya usia.

"Kak Ravi punya rencana bagaimana?" tanya Widi tiba-tiba sambil menyeka sisa air matanya.

Ravi, tidak langsung menjawab, matanya melihat ke sekeliling desa sambil memainkan sedikit rambut merah di janggutnya.

Sesekali Ravi melihat Gombel yang sedang memakan ubi mentah yang entah dari mana dia dapat? Ravi segera mengedarkan pandangan ke arah lain.

"Kita ke Desa Gumilir ... kita minta bantuan ke sana!" Usul Ravi mendapat sebuah pencerahan.

Widi dan Angga melihat ke arah Ravi dengan anggukan persetujuan.

"Desa Gumilir sudah habis terbakar ... hihihihi!" Kunti tiba-tiba sudah berada di belakang Ravi.

"Ehhh!?" Ravi memalingkan muka ke arah suara Kunti.

"Dari mana kamu tau?" tanya Ravi.

"Tadi setelah dari kabut kan aku kabur ke hutan Karang Pucung dekat Desa Gumilir, aku mencium bau asap, kukira ada kebakaran hutan ... ternyata desanya yang terbakar, sama seperti desa ini ... hihihihi," ucap Kunti.

"Astaga!? Apa yang sebenarnya terjadi? 2 desa terbakar sekaligus?" Ravi mencoba menganalisa, siapa yang melakukan dan apa tujuannya.

Kunti tersenyum penuh pesona memandang Ravi dan langsung segera menyadari.

"Lha ... kamu kok bisa keluar di siang hari?" tanya Ravi.

"Ihhhh ... ganteng penasaran ya ... hihihi, langit kan mendung sinar matahari tidak begitu terang ... jadi aku bisa ke sini bertemu kamu ... hihihi." Kunti tersenyum manja.

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang