54. Penglaris

373 54 44
                                    

*Tahun 0004, bulan 01, hari 23, pukul 07.30 Waktu Negeri Utara.

Kota Cannabis 12°C. Angin dari dermaga menyebarkan hawa dingin ke seluruh kota. Menyurutkan semangat sebagian warga untuk tetap berada di rumah.

Sebagian kota masih gelap. Cahaya mentari terlambat menyinari menyinari Negeri Utara dan akan tenggelam kembali sekitar pukul 16.00.

Serombongan anak sekolah terlihat berangkat dengan jaket bulu tebal, melewati lapak-lapak di pasar kota. Hanya beberapa lapak penjual bahan makanan pokok yang tetap buka tepat waktu, sedangkan yang lainnua memilih memundurkan jadwal buka mulai pukul 09.00, termasuk warung ikan bakar yang besar milik Pak Ubay.

Sejak tersebar berita pertengkaran Pak Ubay dengan Ravi, warung Pak Ubay menjadi semakin sepi. Sebagian pelanggan mengeluhkan rasanya yang menjadi tidak enak, sebagian yang lain menarik simpati karena tindakan kasar Pak Ubay menyerang tamu Pangeran Darius.

Dari dalam warung Pak Ubay terdengar suara jeritan sesaat, namun suara itu menghilang dengan cepat. Orang-orang yang lewat di depan warung sempat menoleh mendengar teriakan itu, tapi tidak ada suara susulan. Mungkin mereka merasa salah dengar, lalu tenggelam dengan kesibukan masing-masing.

***

Di dalam warung.

"Diam Bu! Suaramu bisa menarik perhatian orang-orang." Pak Ubay membekap mulut istrinya rapat-rapat.

"Kulepaskan, tapi kamu jangan berteriak lagi!" Istri Pak Ubay mengangguk lemas dengan linangan air mata.

Di depan matanya tubuh-tubuh karyawan warung tergeletak di sepanjang koridor kamar tidur khusus karyawan. Pintu-pintu kamar terbuka, sepertinya mereka hendak melarikan diri. Namun ajal lebih cepat menjemput.

Istri Pak Ubay duduk bersimpuh di dekat jasad salah satu karyawan yang telah kaku dan mengering. Bulir air mata berjatuhan saat istri Pak Ubay menutup mata dan mulut jasad karyawannya itu.

Total 25 karyawan telah merenggang nyawa di tempat terpisah, di dalam bilik-bilik kamar karyawan dan di sepanjang koridor. Jasad mereka semua memiliki pola yang sama, tubuh yang mengering seperti kehabisan darah dengan luka gigitan ular di salah satu anggota badan.

"Kenapa begitu banyak yang ditumbalkan?"

"Tak ada pilihan, Bu. Itu permintaan Yaksa, sebagai pengganti karena pemuda yang bernama Ravi sudah membunuh salah satu ular penglaris."

"Lalu, bagaimana kita menanggung semua ini, Pak?" Istri Pak Ubay bertanya lirih, tubuhnya gemetar dan lututnya terasa lemas.

Pak Ubay tak segera menjawab. Pria itu berdiri mematung menatap jasad-jasad yang tergeletak di koridor.

"Pak?" Istrinya memanggil.

"Bangunkan anak-anak, lalu berkemaslah! Siapkan barang-barang dulu!"

"Apa yang kamu rencanakan, Pak?"

"Aku akan membakar warung ini, aku akan membuatnya tampak seperti kecelakaan. Dengan begitu kita terhindar dari tanggung jawab dan lebih untung lagi kalau kita bisa mendapat pembayaran dari asuransi." Pak Ubay tersenyum setelah menemukan ide.

"Tidak adakah iba dalam hatimu, Pak? Mereka karyawanmu! Orang-orang yang ikut membantu usahamu-"

"Mereka membantu karena aku bayar Bu! Yaksa lah yang membantu usaha kita menjadi sukses. Sudah kubilang padamu, jangan terlalu dekat dengan mereka. Jadinya begini, kamu terlalu membawa perasaan dalam bisnis ...."

"... Bukankah tiap setengah tahun kita juga menumbalkan salah satu dari karyawan kepada Yaksa, cepat atau lambat mereka semua akan mati menjadi tumbal. Tinggal menunggu giliran saja."

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang