66. RAY

118 19 0
                                    

*Tahun 0004, bulan 01, hari 31, pukul 11.30 Waktu Negeri Utara.

Di Hutan Candu.

Seorang remaja sedang duduk bersila di atas batu besar. Tubuhnya kurus bertelanjang dada, menggunakan kalung yang terbuat dari tulang dan mengenakan bawahan celana gombrang. Gestur tubuhnya santai sambil mengunyah seonggok daging besar yang tidak muat di kedua kepalan tangannya. Sesekali dia melempar beberapa cuil daging untuk anjingnya yang berada di bawah.

"Sebenarnya aku lebih suka tulang dari pada tulang," anjingnya protes.

"Maaf ya, aku sedang ingin makan kepala, mumpung lagi punya banyak apel untuk ditukar."

Anjingnya mendengus kesal. "Apa kali ini dia akan membawa orang yang lebih banyak?"

"Ya, semoga saja. Kalau tidak, penantianku selama 12 hari di sini akan sia-sia-"

Anjingnya tiba-tiba berdiri, mendengus sesuatu. "Bau manusia ...."

"Memang itu yang kita tunggu kan?" 

"Bukan, yang ini masih hidup dan ia memiliki jiwa telah terpecah."

"Terpecah? Menarik, aku ingin tau sudah berapa orang yang dia bunuh." Remaja itu segera melompat turun dari batu.

Tiba-tiba Ray muncul dari dalam hutan. Dia terkejut melihat seorang remaja yang ia tebak berusia sekitar 15 tahun, ditemani seekor anjing hitam pekat di tengah hutan yang wingit.

Melihat sikapnya yang santai, Ray menebak remaja itu memang biasa di hutan ini atau mungkin memang tinggal di sekitar sini.

"Hei Bocah, apa kau tau di mana letak pasar setan?"

"TIDAK SOPAN!" Anjing itu menggeram marah, gigi taringnya bergetar, bersiap menerkam Ray.

Ray terkejut melihat ada anjing yang bisa berbicara. Namun, remaja di sebelahnya memberi aba-aba kepada anjingnya untuk tenang. 

'Dia bukan bocah biasa.'

"Tidak! Kau salah. Aku hanya bocah biasa," kata si remaja sambil menguyah makanan.

'Dia bisa membaca isi hatiku?'

"Tentu saja, apa itu hal yang luar biasa?" si remaja menoleh ke arah anjingnya, meminta pendapat, tapi si anjing tak menjawab, masih menggeram ke arah Ray.

Ray tidak takut kepada anjing, tapi dia mulai waspada dan memperhatikan sekali lagi remaja di hadapannya. Sikapnya cuek, tak peduli meskipun melihat Ray menenteng parang dan membawa senjata lainnya di punggung. Remaja itu tetap melanjutkan makan, mengganggap Ray bukan ancaman. Kemudian, Ray baru memperhatikan apa yang remaja itu makan, ternyata kepala manusia dengan gigi berwarna kuning emas yang terlihat mencolok.

'Dia siluman,' Ray membatin.

"Wah ... wah, kali aku tersinggung. Masa dia menyebut aku siluman?" Remaja itu menoleh kembali ke anjingnya.

"Boleh aku memakannya?" Si Anjing meminta, tapi si remaja menggeleng.

"Untung perasaanku sedang senang, karena hari ini aku akan mendapat pekerja baru ... Oh iya, tentang hal yang kau tanyakan tadi. Pasar setan ada di sebelah sana, tinggal lurus saja. Kalau mereka mengizinkan kau baru bisa masuk, entah sebagai tamu atau menjadi barang dagangan seperti ini." Remaja itu menunjuk kepala yang ia makan.

Ray menelan ludah lalu buru-buru meninggalkan tempat itu.

"HEEEIIII, KAU BELUM BILANG TERIMA KASIH!" Si Anjing menyalak.

"Sudahlah, dia pasti akan kembali ke sini."

"Tentu saja, Reindeer tak akan mau repot-repot melindungi manusia seperti itu."

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang