*Tahun 2003, bulan 01, hari 23, pukul 08.00 (25 tahun yang lalu sebelum terjadi perang besar keempat).
Seorang wanita muda berusia sekitar 30 tahun, berjalan menuju hutan di lereng Gunung Slamet. Dua orang anak perempuannya yang berusia 3 tahun mengikuti di belakang, masing-masing membawa tas punggung kecil berwarna pink. Tak henti keduanya bergandengan tangan, berjingkrak dan bernyanyi-nyanyi sepanjang perjalanan, hingga akhirnya sampai di sebuah rumah gubug di tengah hutan.
"Winda dan Wanda tunggu di sini! Ibu mau masuk," ucap Laksmi.
"Itu rumah siapa, Bu?" tanya Wanda.
"Rumah temen ibu. Kalian main di sekitar sini saja!"
"Iya Bu," jawab Winda dan Wanda, mengeluarkan boneka beruang dari dalam tas dan bermain seolah mengasuh bayi.
***
Di dalam gubug.
Laksmi duduk bersimpuh di sebuah depan menghadap seorang laki-laki tua. Penampilannya nyentrik, memakai kemeja tanpa dikancing, hingga terlihat dadanya yang kurus. Laki-laki itu mempunyai rambut dan jenggot putih yang panjang dan dibiarkan berurai berantakan, sedang kedua matanya buta. Walaupun matanya buta tapi Laksmi tetap merasa terintimidasi dengan tatapan mata yang putih pucat itu.
"Permisi mbah, maksud kedatangan-"
"Tak usah basa-basi! aku sudah bosan dengan kalimat itu, katakan apa maumu, Laksmi?"
"Saya ingin bisa bertambah cantik dan awet muda, mbah."
"Kodrat manusia semua akan menjadi tua, itu sudah hukum alam, dan bukankah kamu punya suami yang sudah menerima wajahmu yang sekarang?"
"Iya, tapi saya masih kurang cantik Mbah, dan ini bukan untuk suami saya, ini untuk memikat hati Kepala Desa."
"Apa katamu?Aku mendapat kabar dari beberapa arwah, suamimu adalah petani yang bekerja keras, sudah memiliki beberapa petak sawah dan panennya selalu berhasil. Dan kamu juga seorang bidan kan? Bukankah hidupmu sudah baik dan berkecukupan?"
"Iya Mbah, tapi bercukupan saja tidak cukup Mbah. Saya juga tidak ingin menjadi bidan, saya ingin menikmati hidup, merasakan hidup yang bergelimang harta. Kalau saya bisa menjadi istri Kepala Desa, maka hidup saya bisa lebih bahagia."
"Lalu bagaimana dengan suamimu dan bagaimana dengan istri Kepala Desa yang sekarang?"
"Akan kuceraikan suami, itu mudah bagi saya Mbah. Lalu untuk istri Kepala Desa, saya mohon bantuan Mbah juga agar Pak Kepala Desa berpaling darinya," pinta Laksmi.
"Laksmi ... permintaanmu itu sudah menentang dua hukum alam. Pertama kau menentang kodrat tuamu, lalu kedua kamu memutuskan hubungan pernikahan orang lain. Ini permintaan besar dan butuh pengorbanan besar."
"Saya sudah siap Mbah. Saya sudah membawa dua putri saya untuk dijadikan tumbal,"
"Hahaha ... Demi harta, kamu rela kehilangan dua putrimu dan suami yang baik. Yakin kamu tidak menyesal?"
"Tidak Mbah, saya sudah siap," jawab Laksmi mantap.
"Kamu yang meminta ini, Laksmi. Jadi jangan bawa namaku di hari perhitungan nanti."
Laksmi mengangguk.
"Baik kalau begitu, kamu sudah membuat pilihan. Aku hanya butuh satu putrimu saja,"
"Setelah kamu pulang, setiap malam bulan purnama, kamu harus mengorbankan seorang bayi dan mandi dengan darahnya. Kalau kamu melewatkan satu malam purnama tanpa pengorbanan, maka akan menjadi makhluk yang terkutuk, hingga hari perhitungan. Kamu setuju?"
![](https://img.wattpad.com/cover/182975435-288-k714192.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pencari Arwah
Mistério / SuspenseKisah pemuda bernama Ravi yang bertugas sebagai seorang Seeker (pencari) orang - orang yang hilang, baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Berbekal kepekaan mata batinnya, Ravi menggunakan kelebihannya untuk berkomunikasi dengan para arwah...