41. Arwah

527 65 99
                                    

*Tahun 0004, bulan 01, hari 19, pukul 15.00 Waktu Negeri Timur.

Ravi terbangun di sebuah padang rumput yang luas. Langit berwarna gelap tanpa matahari ataupun bulan, membuat suasana alam menjadi tampak hitam dan putih.

"Kau sudah bangun rupanya?" Suara seorang laki-laki yang entah sejak kapan sudah berada di sampingnya.

Ravi mengenali sosok tersebut, orang yang mempunyai wajah dan perawakan yang sama dengannya.

"Ada kamu di sini, berarti ini bukan dunia nyata kan?" tanya Ravi.

"Tentu saja. Meskipun kamu bisa melihat arwah di dunia nyata, tapi kamu belum mampu melihat makhluk dengan tingkatan yang lebih tinggi sepertiku. Di dunia ini ada banyak tabir yang belum bisa ditembus oleh mata ketiga manusia. Ada banyak makhluk-" ucapan Kakang Kawah terpotong melihat Ravi yang mengangkat tangannya.

"Maaf aku menyerah. Aku sedang tidak tertarik untuk mendengar ucapanmu yang membingungkan. Tolong katakan langsung saja, ada tujuan apa kamu membawaku ke sini?" Ravi tidak sabar.

Samar-samar terdengar suara tawa anak kecil dan ringkikan kuda, tidak jauh dari tempat Ravi.

"Bukan aku yang perlu denganmu, tetapi mereka!" Kakang Kawah menunjuk.

Ravi mengenali salah satunya, ada Magenta, kuda yang memilih untuk mengikutinya entah karena alasan apa? Sedangkan di sekitarnya ada seorang gadis kecil yang berlarian mengitari Magenta.

Ravi bangkit berdiri dan berjalan mendekati Magenta dan gadis kecil yang terus berada di sisi kuda itu.

"Kamu tidur lama sekali!" suara gadis kecil itu.

"Ehh?" Ravi menghentikan langkahnya, menatap heran kepada gadis kecil berbaju putih dan rambut dikepang dua.

"Dan kamu juga lemah! Sering sekali pingsan!" lanjut gadis kecil itu kembali.

"Kurasa itu bukan kalimat yang bijak untuk perkenalan pertama, apalagi untuk seorang anak kecil." Ravi memberi nasehat.

"Asal kamu tau, usiaku lebih tua darimu!" ucap gadis kecil itu.

"Dan tentang perkataanku memang benar. Kamu sering sekali pingsan. Saat berada di hutan berkabut, kamu pingsan. Lalu di gua bukit Slarang kamu juga pingsan, di pantai penyu pingsan, lalu di ravine juga pingsan. Lemah sekali ya ...." Gadis kecil itu mengejek Ravi.

"Hei!? Apa maksudmu? Aku tidak lemah! Kabut di hutan itu yang menyebabkan aku pingsan, selain menampilkan ketakutan, kabut itu juga menghisap energiku. Lalu di gua bukit Slarang itu aku tidak pingsan, tetapi tertidur oleh mantra Datuk Japra, lalu di pantai penyu asal kau tau aku telah bertarung habis-habisan dan yang terakhir bis yang kutumpangi jatuh ke jurang, asal kamu tahu itu kecelakaan luar biasa. Beruntung aku cuma pingsan. Dan pertanyaannya dari mana kamu tahu semua itu? Apa kamu mengikutiku selama ini?" tanya Ravi bersungut-sungut.

Gadis kecil itu menggelengkan kepala. "Kak Mirsya yang menunjukan gambaran memorinya padaku."

"Mirsya? Kamu mengenalnya?"

"Aku bertemu dengannya saat berada di rumah besar. Saat itu aku menyuruh Magenta merusak tanaman keluarga itu, lalu Kak Mirsya datang."

"Maksudmu rumah keluarga Ramdhan? Jadi kamu yang melepaskan tali kekang Magenta dan membuatku mengganti rugi semua kerusakan di halaman Tn. Ramdhan!?" Wajah Ravi memerah menahan marah.

"Upps!" Gadis kecil itu menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangan.

"Kenapa kamu usil sekali!? Kamu harus ikut aku untuk menjelaskan kepada Pak Ardo dan Tn. Ramdhan!" Ravi mendekati gadis kecil itu, tapi dia malah berlari dan bersembunyi di belakang badan Magenta.

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang