7. Jebakan!

1.4K 207 671
                                    

*Tahun 0004, bulan 01, hari 12, pukul 06.30 Waktu Negara Timur.

Desa Rawagaru, suasana di pagi hari nan mendung.

Ravi sedang memperhatikan awan mendung di langit, sambil memainkan rambut yang tidak begitu lebat di janggutnya. Sebenarnya Ravi tak sedang benar-benar memperhatikan awan, pikirannya sedang menghubungkan petunjuk demi petunjuk yang dia dapat di Desa Rawagaru, namun ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman, tepi sudut matanya menangkap ada yang sedang memperhatikan dirinya. Ravi pun menoleh.

"Kenapa melihatku begitu?" tanya Ravi.

"Kamu ganteng ... hihihi ... tinggi, dengan rambut coklat, hidung mancung dan kulit kemerahan, sepertinya kamu bukan dari Negeri Timur ya?" Kunti bertanya.

"Hmm ... beberapa orang pernah berkata begitu padaku, tapi aku tidak tau dari mana asalku? Sejak kecil aku sudah ada di negeri ini, diasuh oleh Pak Haji di pesantren beliau, hingga sampai usia 18 tahun aku diminta Pak Haji untuk belajar di luar, untuk menghadapi dunia yang sebenarnya, begitu kata beliau," terang Ravi.

"Kamu tidak pernah bertanya asal usulmu? Siapa orang tuamu? ...hihihi." Kunti penasaran.

"Aku pernah bertanya, tapi Pak Haji memintaku untuk mencari tau sendiri."

"Waaa ... jangan-jangan kamu adalah anak raja, seperti di dalam dongeng ... hihihi." Kunti meledek.

"Anak siapa saja aku terima. Aku hanya ingin tau asal-usul ku, itu saja. Kamu sendiri? Kamu belum cerita tentang dirimu?" tanya Ravi.

"Hmmm ... aku tidak ingat apa-apa tentang diriku, yang aku ingat hanya ada orang yang membunuhku, lalu aku digantung di sebuah pohon. Hanya itu saja yang ku ingat ... bayangan itu muncul berulang-ulang ... huuuu, sebenarnya aku salah apa? ... huuuu." wajah Kunti tertunduk sedih, tertutupi oleh rambutnya.

"Maaf, aku tidak bermaksud-" Ravi merasa bersalah, melihat Kunti jadi menangis.

Penampilan Kunti sebenarnya tidak terlalu menyeramkan. Kunti yang satu ini cantik kalau saja warna kulitnya tidak terlalu pucat, rambutnya berantakan sebahu dan pakaian panjang berwarna putih, entah kenapa pakaian mereka selalu sama.

"Tapi ngga apa-apa kok! Sekarang aku kan bersama kamu ganteng, hihihi ... jadi walaupun aku sudah mati tapi aku bahagia ... hihihi." riang Kunti.

Suasana hati yang tidak bisa diterka. Padahal baru saja dia menangis, sekarang sudah tertawa lagi.

"Ehhh? Siapa orang itu?" tiba-tiba Kunti menunjuk ke arah dalam pendopo. Ravi segera menoleh ke arah yang ditunjuk Kunti.

"Ohhhh ... itu kan Gombel, tadi malam aku dan Widi merawatnya. Kami rapihkan rambutnya, kami mandikan, dan kami obati luka-lukanya, jadi lebih ganteng sekarang ya?" ucap Ravi.

"Enggak! Tetap jelek!" kata Kunti cuek, kemudian terbang melayang-layang di atap pendopo.

"Betul Kak Ravi, Gombel jadi ganteng, ternyata kalau dibersihkan kulitnya kuning langsat, dan matanya sipit, mirip bintang panggung." puji Widi pada Gombel.

"Hehehe ... Gombel ganteng ya?" Gombel senang.

"Enggak! Tetep jelek!" jawab Kunti masih melayang-layang.

"Kata Ravi dan Widi aku ganteng, tapi kata Kunti aku jelek ... Gombel bingung?" Gombel tampak kecewa. Bibir Gombel yang sedikit over tebal menjadi manyun.

"Maksudnya, kalau Gombel rajin mandi, jadi ganteng! Tapi kalau jarang mandi jadi jelek ..." kata Ravi menjelaskan sekenanya, sambil mendelik kepada Kunti agar tidak perlu bicara lagi.

"Horee ... kalau gitu Gombel mau rajin mandi, nanti Gombel mau mandi lagi, habis mandi lalu mandi lagi, sudah itu mandi lagi ... mandi terus ... hehe." Gombel begitu senang.

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang