16. Trauma

1K 156 399
                                    

*Tahun 0004, bulan 01, hari 13, pukul 10.30 Waktu Negeri Timur.

DOOOOORRRRRRRRRR!

Suara ledakan mesiu dari senapan terdengar menggaung di seluruh area tambang, dan bergema di hutan lindung hingga mencapai puncak Gunung Slamet.

Iring-iringan truk berhenti di tengah hutan Jati. Beberapa warga, sopir dan warga turun dari truk, saling pandang, sementara yang lain masih di dalam truk, ketakutan dan bersembunyi.

"Abdul, kita semua mendengar itu kan? Tolong katakan, itu bukan suara senjata api." wajah Pak Kimin panik.

Pak Abdul tak segera menjawab, matanya memandang ke arah Bukit Slarang.

Warga yang turun dari truk mendekat ke arah Pak Abdul, wajah mereka semua cemas.

"Pak Abdul, itu benar suara senjata api, meskipun 4 tahun sudah berlalu, aku takkan lupa suara itu," ucap salah seorang warga.

"Bukankah senjata api sudah dilarang di seluruh negeri? Kenapa masih ada yang memakai senjata itu?" ucap warga yang lain.

"Abdul, bagaimana sekarang? Kalau benar itu suara senjata api, maka perang akan segera datang di sini, di wilayah kita, ... kita harus kembali ke desa sekarang! kita harus menyelamatkan diri, menyelamatkan warga kita!" keringat tampak bercucuran di wajah Pak Kimin, kedua tangannya menjambak rambutnya sendiri, trauma masa lalu terbayang dalam ingatan Pak Kimin.

"Pak Abdul!? Bagaimana sekarang?" tanya warga kepada Pak Abdul.

Salah satu warga menyentuh pundak Pak Abdul. Membuat Pak Abdul tersandar dari kemelut di pikirannya dan memandang ke arah warga.

"... kita sudah sampai sejauh ini, kita sudah berjanji untuk datang membantu, kita harus melanjutkan perjalanan ini, dan memastikan kebenaran suara tadi," ucap Pak Abdul.

"Kebenaran apa lagi Abdul? Sudah jelas itu suara senjata api, seseorang telah melanggar perjanjian damai dan imbasnya perang akan datang ke tempat tinggal kita, ... kita harus menyelamatkan diri!" ucap Pak Kimin panik, mondar-mandir di sekitar truk.

"Tenang dulu Pak Kimin dan warga sekalian, perang belum pasti akan terjadi, kita masih punya pemimpin, 4 Raja dari Negeri Timur ini, aku yakin mereka akan melindungi kita dan tidak membiarkan perang terjadi kembali."

"... Dengar, semua orang merasakan ketakutan yang sama, penderitaan akibat perang 4 tahun yang lalu, kehilangan, kesakitan, kelaparan kita semua merasakan itu, tapi bukan berarti rasa kemanusiaan kita menjadi mati juga. Yang betul ... di dalam penderitaan,kita harus saling tolong - menolong satu sama lain, dengan begitu kita dapat terus bertahan."

"Kalau itu belum bisa menggugah hati kalian, sekarang begini ... seandainya keadaannya terbalik, kita yang berada di posisi mereka yang sedang ditawan, bagaimana?" tanya Pak Abdul melihat ke semua warga.

Menunggu ada yang menjawab, tapi semua warga hanya diam menunduk, tak ada yang menjawab.

"Pak Kimin jawab!" desak Pak Abdul.

"A-aku ... aku pasti mengharapkan bantuan datang," jawab Pak Kimin malu.

Pak Abdul menghela nafas.

"Kalau begitu, mari kita tolong saudara kita, jangan buat harapan mereka hilang, kita berjuang dan hadapi ini bersama!" ucap Pak Abdul mantap mengangkat tangan kanan yang mengepal.

Warga saling pandang dan mengangguk setuju.

"Kalau begitu kita berangkat lagi! Kita tolong mereka!"

"YAAAAAA!" jawab warga serempak.

Warga segera kembali ke truk masing - masing, dan melanjutkan perjalanan kembali ke Bukit Slarang.

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang