32. Magenta

682 85 276
                                    

*Tahun 0004, bulan 01, hari 18, 13.00 Waktu Negeri Timur.

Di lereng Gunung Slamet.

Gombel tampak berdiri menatap sebuah pohon mangga. Gombel sedang mengincar salah satu buahnya yang sudah berwarna kuning kemerahan, lalu dengan satu lemparan batu buah itu berhasil jatuh ke tanah.

"Tujuh kali aku mendengar desis lemparan dan tujuh kali pula aku mendengar benda jatuh. Dari aromanya semua yang jatuh adalah buah mangga, Dan semuanya tepat sasaran, hebat sekali!"

Gombel menoleh ke asal suara. Seseorang sedang duduk di sudut hutan yang gelap.

"Siapa di sana?" Gombel berjalan mendekat dengan hati-hati.

Setelah mendekat Gombel sudah bisa melihat lebih jelas sosok di depannya. Seorang laki-laki tua dengan kedua matanya yang buta, sedang membuat sayatan pada sebuah kayu kecil di tangannya.

"Kamu bisa memanggilku Belphegor. Namamu Gombel kan?"

"Darimana anda tau namaku?" Gombel bersikap waspada menjaga jarak dengan Belphegor.

Belphegor tersenyum merasakan Gombel menjaga jarak darinya, Belphegor mendengar suara langkah kaki Gombel yang menginjak dedaunan kering di atas tanah.

"Kamu tidak perlu takut padaku. Aku sudah mengenalmu dari kecil. Aku pernah merawatmu walau hanya sebentar, bahkan aku juga sangat mengenal kedua orang tua kandungmu." Belphegor tersenyum.

"Orang tua kandungku?Aku tak pernah tau tentang mereka?"

"Suatu saat kamu akan tau. Aku hanya menyarankan, berhati-hatilah bila kamu hendak memakan buah yang berwarna magenta."

"Magenta?" Gombel bingung.

"Iya, magenta, apapun itu namanya. Bagiku semua warna sama saja."

"Kenapa harus hati-hati pada buah berwarna magenta?"

"Dulu ayahmu gagal dalam satu ujian, kudengar dia memakan buah berwarna magenta, kemudian buah itu menjadi kutukan untuknya dan tentu saja semua keturunannya."

"Apakah buah itu punya efek samping yang bisa membuat pemakannya sakit?"

"Tidak juga. Buah itu hanya buah biasa, bagi orang biasa, tapi bagi orang yang punya kekuatan luar biasa, buah itu bisa membuatmu kembali jadi orang biasa."

"Maaf aku tidak paham?"Gombel bingung dengan perkataan Belphegor.

Belphegor tersenyum, "Ikutlah bersamaku, aku akan menceritakan banyak hal untukmu. Bagaimana kisah orang tuamu dan kenapa kamu sampai terbuang."

Gombel hanya berdiri di tempatnya, ragu untuk mengikuti Belphegor.

"Kenapa? Kamu ragu? Apa kamu ingin tetap tinggal di Desa Rawagaru? Bahkan kamu tidak dianggap di sana, tapi itu terserah dirimu." Belphegor beranjak dari duduknya, berbalik arah dan perlahan melangkah pergi.

Gombel mempertimbangkan ucapan Belphegor. Selama ini memang hanya keluarga Pak Nasiran yang mau menerimanya. Sedangkan warga yang lain, hanya mengganggap Gombel sebagai pencuri dan orang pasungan yang tidak normal.

Gombel akhirnya memutuskan untuk pergi mengikuti Belphegor, masuk ke dalam kegelapan hutan.

*****

Di kantor Gubernur Kota Lindung, setelah makan siang.

Darius tengah duduk bersantai di halaman depan kantor, menikmati teh manis bersama Poni dan calon mertuanya, Raddit. Sementara di bangku yang lain Ardo Whales sedang menikmati rokoknya. Sengaja menjauh agar asapnya tidak mengganggu orang lain.

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang