11. Ritual

1.3K 177 471
                                    

*Tahun 0004, bulan 01, hari 12, pukul 18.30 Waktu Negeri Timur.

Di dalam gudang yang terletak di salah satu terowongan tambang emas Bukit Slarang.

Beberapa warga terlihat sedang sibuk membagikan jatah makan yang didapat dari orang-orang Suku Babakan.

"Gono, apakah kamu tadi sendirian saat ditangkap mereka?" tanya Bu Kades, berbincang sambil menyantap makan malam.

"Tidak, tadi Gombel bersama Ravi dan Widi," jawabnya.

"Nama kamu Gono .., Margono. Bukan Gombel," Bu Kades menjelaskan.

Tiba-tiba muncul seorang anak mendekat.

"Gombel tadi bilang bersama Widi? bagaimana keadaan dia sekarang? Dimana Widi?" tanya Andri antusias setelah mendengar nama Widi disebut, keluarga Andri berkumpul duduk di dekat Bu Kades sehingga dapat mendengar pembicaraan.

"Namanya Gono ... nama panjangnya Margono, bukan Gombel ... paham kamu, Andri?" bu Kades dengan sabar menjelaskan, kemudian melanjutkan makan.

"Iya ... Bu Kades," jawab Andri.

"Terus, bagaimana keadaan Widi?" tanya Andri lagi kembali ke arah Gono.

Pembicaraan itu ternyata mendapat perhatian juga dari beberapa warga yang ikut menguping di sekitar Bu Kades, termasuk Eno, Juwito dan Nopik yang bergerombol datang mendekat.

"Gombel! Beneran lihat Widi? Katakan di mana Widi sekarang?" tanya Nopik penasaran, Eno dan Juwito tampak antusias menunggu jawaban.

"Namanya GONO! Bukan Gombel, paham kalian?" bu Kades meninggikan suara mempertegas ucapannya.

"Paham Bu Kades," jawab Nopik, Eno dan Juwito serempak, seperti menjawab pertanyaan dari guru di sekolah.

Orang-orang kasak-kusuk menyebarkan cerita tentang Widi, sehingga membuat seorang ibu tampak tergopoh-gopoh datang mendekat, melompati beberapa orang dan hampir menginjak kaki Pak Sadun.

"Kamu bersama Widi? Gombel cepat katakan di mana Widi sekarang? Apakah dia baik-baik saja?" tanya seorang ibu yang ternyata adalah Ibu dari Widi, terlihat panik, memegang pundak Gombel dan matanya berkaca-kaca penuh harap.

"Ibunya Widi, namanya itu GO ... NO, bukan Gombel!" ucap bu Kades, sambil menggelengkan kepala dan menghela napas. Meneruskan makanannya, yang belum habis dikunyah.

Ibu Widi menyeka air mata, apalah arti sebuah nama, keberadaan anaknya yang paling penting sekarang, tapi Ibu Widi tetap menghormati Bu Kades.

"Iya ... Gono, maaf ya Bu kades," ucapnya sambil menundukan kepala kepada Bu Kades.

Warga-warga di sekitar mereka tampak penasaran, bagi mereka info apa saja adalah hiburan di tengah kebosanan dan ketidakpastian nasib di gudang, bahkan bila ada info yang belum pasti pun dan atas dasar asumsi semata, pasti juga akan dipercaya.

"Gombel cepat katakan, di mana Widi?" salah seorang warga tiba-tiba datang ikut nimbrung.

"Iya Gombel, cepat katakan!" seru warga yang lainnya mulai datang berkumpul.

"Gombel jawab! jangan bengong aja!"

Bu Kades membanting wadah makanannya di lantai.

"Semuanya! Dengar ya! Bapak, Ibu, Adek! Namanya itu GO ... NO, Mar ... Go .. No, bukan Gombel! Tolong diingat ya!" ucap Bu Kades tegas.

"Iyaaaaa ... Bu Kadesssss," jawab warga serempak. Kemudian semua mata memandang Gono kembali.

Gono malah tampak jadi ketakutan dikerubuti warga, matanya hampir menangis dengan tangan melindungi wajah, Gono terlihat dengan kerumunan kerumunan, dia trauma teringat dengan perlakuan warga yang mengeroyoknya dulu.

Pencari ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang