Sweet pie

285 32 5
                                    


  Dia merasakan suasana menyenangkan yang tak dapat di tolak. Saat turun ke bawah bibi Mary langsung menyuguhkan sebuah roti kering dan juga roti manis berisi selai mulberry hutan.

Dia duduk di sebuah ruangan dengan jendela terbuka, menawarkan pemandangan yang sejuk juga hijau. Udara yang terasa amat bersih namun juga terasa dingin mengingat musim dingin akan segera tiba.

Ia terus-menerus mencuri kesempatan untuk memandang ke arah luar sana di saat mulutnya sibuk pada kue-kue enak yang ia duga buatan Mary sendiri. Pria itu, Ryan tak lama turun menghampiri dirinya dan duduk di kursi yang ada di sampingnya.

"Apa kau mau menawarkan ku untuk pergi ke luar sana?" Tanya Ciera, karena itu yang ia harapkan. Jika pria itu menolak ia akan tetap keluar dan berani mengambil resiko tersesat di perjalanan pulang. Lagi pula, ia tahu jika Ryan dapat menemukan dirinya di manapun jadi tak ada hal yang perlu ia khawatirkan saat ini.

"Tidak" Jawaban itu terdengar begitu dingin.

Dugaannya memang selalu benar, pria ini tidak benar-benar sudi bersikap baik padanya.

"Baiklah, aku akan keluar sendiri. Kau tau cara menemukan aku bukan? Sekedar informasi saja kalau aku tak pulang sampai malam kau tau apa artinya itu"
Dia lantas berdiri, kemudian mengambil beberapa potong kue lalu berjalan ke luar.

Giedre cukup baik memberikan dirinya sebuah gaun dua lapis berbahan sifon sepanjang mata kaki. Biasanya gadis itu selalu menyulitkan dirinya dengan segala gaun merepotkan yang selalu bergemrisik saat ia melangkah. Hitam panjang rambutnya hanya di ikat rapih bagian depannya saja. Sedangkan sisanya di biarkan terurai di belakang punggung.
Ciera sempat berpikir untuk memotong rambutnya setidaknya di atas pinggang.

"Aku memiliki sisa waktu sebelum pergi ke balai kota. Ini sikap berbaik hati ku, jangan sampai kau menyia-nyiakannya"

Entah apa yang di pikirkan Ryan pria itu mengikuti dirinya.

"Kau tau, aku lebih suka tidak di temani oleh mu, karena keberadaan mu selalu membuatku merinding seperti hantu"

"Dan untuk alasan apa kau menanyakan kesediaan ku tadi?"

"Agar saat aku tersesat kau segera datang dan menjemput ku itu saja" Ciera menatapnya dengan perasaan menggelikan. Dia kan hanya berniat memastikan dirinya sendiri aman. Tapi Ryan malah menganggap dirinya membutuhkan pria itu.

Mereka berhenti melangkah di saat Ryan menatapnya dengan nanar yang dingin.

"Jangan sampai bibi Mary tau hubungan kita tidak baik-baik saja" Katanya.

"Kau ini banyak permintaan sekali, kau juga meminta itu padaku saat ibu suri masih hidup" Dia tidak pandai berpura-pura, dan ia juga tidak suka melakukannya.
"Bibi mu pasti tau kalau kita saling membenci sejak awal kita datang. Kau saja yang tak menyadarinya"

Ryan menghembuskan nafas.
"Itulah yang aku katakan, yakinkan bibi Mary kalau kita bahagia dan saling mencintai"

"Terdengar menggelikan di telinga ku, aku selalu berusaha baik padamu, tapi apa yang kau lakukan padaku ha? Kau melempar ku, mencekik ku, memantrai ku. Apa kau pikir aku punya alasan lain untuk bersikap baik padamu? Kau tak pernah tau kalau kau adalah pria yang sangat menyebalkan. Aku berusaha membuat mu bersama dengan Odatte lagi karena aku tau dia yang kau cintai. Tapi kau selalu mengancam ku. Kau adalah manusia paling egois, tempramental dan tak tau diri. Akan aku ingatkan dirimu agar sering berkaca di pagi hari dan menyadari segala kesalahan mu"
Ciera melangkah pergi dengan kesal, amarah mempersempit ruangannya untuk bernafas. Setiap hentakan kakinya pada tanah adalah bentuk kemarahan yang sedang ia tunjukkan.

"Menyatukan aku dengan Odatte? Cih dia benar-benar sudah gila"
Ryan tidak akan membiarkan Ciera pergi begitu saja. Ia juga punya harga diri meskipun sadar yang dia lakukan pada Ciera kebanyakan adalah keadaan yang terkadang tak bisa ia kendalikan.

Ia sadar bahwa sikap kolotnya terhadap perkataan maaf membuat banyak orang muak.

Ciera berjalan cukup jauh dan berhenti di salah satu pohon mengatur pernafasan.
Saat melihat ke belakang ia mengetahui jika Ryan masih mengikuti dirinya keadaan makin di buat kesal.

"Kenapa kau mengikuti ku brengsek!"

"Berhentilah bicara kasar. Aku sudah sering memperingati mu pada posisimu" Umur yang hampir menginjak kepala tiga setidaknya membuat Ryan bisa menjadi lebih sabar dan tenang.

"Lantas apa yang kau inginkan sialan!" Padahal Ciera sudah berusaha menghindar dari pria ini tapi dia seperti di kejar-kejar dan di peras.

"Baiklah, aku berjanji akan bersikap baik padamu. Aku hanya ingin kau bersikap baik juga pada setiap keluarga ku dengan merahasiakan jika kita saling membenci"

Ciera menatap ke arah Ryan seakan mengatakan kau bercanda?. Ia tak pernah punya pertimbangan harus percaya pada Ryan. Tapi baru kali ini dia menawarkan sesuatu meskipun itu masih terdengar miring.

"Lalu apa yang aku dapat?" Dia tentu meminta imbalan atau membuat keadaan menguntungkan untuk kedua belah pihak.

"Apa yang kau inginkan?"

Ciera tersenyum cerah hampir membuka mulut untuk mengutarakan isi keinginannya.

"Selain kembali ke dunia mu" Sela Ryan sebelum itu keluar dari mulut Ciera membuat sukses hilang kebahagiaan di wajahnya yang manis.

"Itu sama saja tak memberi ku keuntungan" Ciera menatap ke arah ladang anggur yang hampir dekat. Memikirkan sesuatu yang bisa ia dapatkan dalam penawaran ini.

"Oke, kabulkan apapun yang aku minta. Aku tidak akan meminta sesuatu yang berhubungan dengan dunia ku aku cukup tau diri, dan kau jangan pernah memantrai ku dengan alasan apapun. Deal?"

Dia menyodorkan tangannya.

"Deal" Ryan dengan cepat membalas jabatan tangan tersebut. Menyelimuti tangan Ciera yang kecil dan lembut dengan tangannya yang kaku dan besar.

"Oke, pertama ayo kita ke kebun itu"
Dia berjalan sambil sedikit melompat senang.

Dia sebenarnya tak ada bedanya dengan gadis kecil yang mau di tawari permen oleh penculik. Terlalu naif dan bodoh.
Setidaknya hubungan mereka tak akan sekeras dan kaku seperti yang telah berlalu.

Ia mendekati Ciera yang sudah memasuki jajaran tebal dan luas pohon anggur yang merambat pada tiang-tiang besi.
Tempat itu amat baik, terurus dan bersih. Seperti salah satu pertanian terbaik.

"Kenapa kalian menanam banyak sekali anggur, apakah kalian punya perusahaan alkohol? Apakah kerajaan boleh punya perusahaan seperti itu" Dia menatap Ryan sambil menyingkirkan anak rambut yang berlari di sekitar wajahnya.

"Yang benar kami punya perusahaan kismis. Pulau ini menghasilkan hasil yang amat bagus" Ryan mengulurkan tangannya untuk memetik buah bulat itu dan memberikannya pada Ciera.

Melihat Ryan bersikap seperti janjinya sedikit membuatnya terkejut. Tapi ini adalah keadaan yang lebih baik.

"Ini memang enak, tolong ambilkan lagi" Katanya sambil menatap ke arah buah-buahan itu menggelantung.

"Ngomong-ngomong apa yang akan kau lakukan di Balai kota?" Ia menikmati setiap buah yang Ryan berikan.

Sambil terus melangkah menyusuri tempat itu.

"Rapat para petani, melihat keluhan mereka terhadap panen yang akan datang"

"Lalu aku akan ada di rumah dan bosan?"

"Lalu apa yang kau mau?"

Ciera kembali menatap langit dan memikirkan sesuatu.
"Padang bunga, aku ingin melihat Padang bunga"

Itu bukan keinginan yang sulit. Hanya saja Padang bunga tak bisa di jangkau dengan mobil melainkan dengan kuda.

"Baiklah aku akan mengajakmu ke sana setelah kembali dari balai kota"

Ciera melanjutkan lagi langkahnya.
"Wahh menyenangkan juga ya kalau begini. Kenapa kita tidak membuat perjanjian ini dari awal"

Ryan menggeleng, berusaha untuk memikirkan hal positif jika memenuhi keinginan Ciera tidak akan sesulit itu. Ya kan?

.

.

.

😘


Queen Escape [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang