kejadian yang sama

266 31 5
                                    

Ini mungkin hanya perasannya saja, tapi jika perlu di ingat lagi ia kehilangan ciuman pertama di perpustakaan. Dirinya mulai mencurigai Ryan merencanakan sesuatu terhadapnya.

Tapi apakah pria itu memang seperti itu? Atau hanya dirinya yang sedikit berlebihan.

Ciera menatap Ryan secara terang-terangan ia perlu mengetahui adakah niat terselubung di dalamnya. Ia tidak menemukan hal mencurigakan apapun dari Ryan nampaknya ia memag sedikit berlebihan.

"Bisakah kita beristirahat?"

"15 menit" Tukasan yang tegas.

"Kejamm , kaki ku kesemutan karena terlalu lama duduk di sini" Ia baru saja berpikir Ryan sudah berubah karena pembicaraan mereka di kapal. Tapi apa-apaan semua ini. Dia salah sangka bisa-bisanya Ciera mudah tertipu dengan hal seperti itu.

Tapi Ryan tak bisa memberikan toleransi padanya. Nampaknya kejam tidak bisa di lepaskan dari sifat pria itu.

Pada akhirnya ia mengikuti pelajaran hari itu seperti yang Ryan inginkan. Meskipun begitu ini nampaknya terasa lebih baik ketimbang harus menghadiri kelas nyonya Heva.

"His Grace Mary mengatakan jika hubungan kalian terlihat lebih baik. Aku merasa senang akan hal itu yang mulia" Nikolas menyapa dirinya siang tadi dan mengatakan hal tersebut.

Ryan hanya tersenyum, tentu lebih baik. Ini pastinya yang mereka semua harapakan bukan?

"Aku mohon untuk jangan biarkan siapapun membebani Ciera tentang memiliki pewaris tahta. Itu memang sudah menjadi kewajibannya akan tetapi dia membutuhkan waktu"

"Seperti yang Anda katakan yang Mulia" Ia kemudian berjalan dengan sopan setelah undur diri untuk melakukan perkejaan lain.

"Aku ikut merasa senang kalau begitu"

Dexter muncul dari balik pintu depan senyuman lebar.

"Kau, aku hanya harus bersikap seperti yang sudah seharusnya"

Dexter memiliki hubungan yang cukup dekat seperti sahabat. Ryan terlihat sama seperti dulu lagi, bukan hanya Ryan tapi Ciera ikut berubah menjadi wanita yang lebih baik di kerajaan ini.

"Ada baiknya jika kau mengatakannya jika dirimu ingin mengenal yang mulia ratu dan mulai mencintainya"

Ryan terkekeh, terdengar membosankan.
"Aku akan melakukannya dengan caraku. Ketimbang mengurusi kehidupan rumah tangga ku, bagaimana jika kau cari saja istri. Nampaknya kau perlu menerapkan ucapan itu pada dirimu sendiri" Dexter kalah, pria itu memang payah dalam hal percintaan.

Keadaan kerajaan cukup baik meskipun tak ada kehadiran dirinya di sana untuk beberapa hari. Ia mendapatkan laporan jika tanah yang mulai mati sudah kembali di tumbuhi banyak kehidupan meskipun begitu pertumbuhan mereka begitu lambat. Itu sudah sewajarnya terjadi, saat keseimbangan kekuatan safir itu hilang maka tanah tak lagi terairi air bahkan dalam jarak beberapa puluh meter di dalam tanah. Seperti kutukan dengan mantra mengerikan.

Padahal ia berharap bisa menghabiskan beberapa waktu dengan Ciera agar ia bisa membiarkan hubungan mereka menjadi lebih baik. Sayang sekali ada rapat.

Dan saat selesai saat itu sudah malam. Bahkan ia tak melewati makan malam dengan Ciera dan menurut tebakannya wanita itu pastinya sudah tertidur saat ini.

Saat membuka pintu ia tahu jika pemikirannya telah salah.

"Kau belum tidur" Dia bertanya itu dengan perasaan senang, perlah ingin mengenal wanita muda itu perlahan.

Ciera terlihat sibuk pada sesuatu di kepalanya.

"Belum, aku mendapatkan beberapa masalah"

Ryan mendekat dan mencari tahu apa masalah tersebut.
Terlihat ada ranting dan beberapa daun di kepala istrinya dan Ciera berusaha membersihkan itu dari rambutnya.

"Apa kau berusaha kabur lagi dengan melompati pagar?" Tebak Ryan sambil memasang wajah tegas, ia tidak menyangka hal tersebut hingga hampir marah.

"Hey hey hey, pikiran anda buruk sekali yang mulia. Aku jatuh dari pohon bukan hendak kabur"

"Jatuh dari pohon?" Ryan mengerutkan keningnya kemudian duduk di depan Ciera.

"Kau tau, teman ku Tomy akhirnya memiliki anak dan aku menyempatkan diri untuk melihatnya"

"Tomy, siapa Tomy?" Ia tidak mengingat ada staf istana bernama tersebut.

"Tupai, dia tinggal di dekat pohon di rumah kaca"

Ryan terkekeh, entah apa yang Ciera pikiran.
"Kau tidak terluka bukan?"

"Tidak aku sudah handal tenang saja"

Ryan mengulurkan tangannya untuk membantu Ciera membersihkan rambutnya dari ranting kecil dan daun.

Ciera menahan nafas, lagi-lagi ia terkena serangan pada jantungnya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menatap Ryan karena keadaan mereka akan terasa canggung nanti.

"Kenapa kau mendatangi tupai itu saat malam hari hm?" Tanyanya sambil tangannya yang terus membersihkan rambut Ciera.

"Memberikannya selimut kecil, aku berharap anak-anak tupai itu hangat. Aku selalu takut hujan akan turun dan mereka kedinginan"

"Tapi tupai tinggal di dalam batang pohon dan di dalam sana tentu saja terasa  hangat"

"Benarkah? Jadi kenapa aku berikan dia selimut" Ia tidak tahu hal tersebut, jadi apa yang perlu ia hadiahkan pada sang tupai selain selimut kecil.

"Lain kali berhati-hati lah" Seperti sebuah permintaan ketimbang perintah untuk keuntungan pribadi.

Rambut Ciera nampaknya telah bersih merasakan tangan Ryan kini ada pada pipinya.

"Terimakasih" Dia mengucapkannya dengan nada yang rendah di saat bersamaan tatapan mereka saling mengunci.

Suasana malam tidak sengaja mendorongnya melakukan sesuatu yang begitu mengejutkan. Ia mendekatkan wajahnya untuk mengecup Ciera, membuat matanya harus terbelalak dan hatinya semakin kacau balau.

Tak berhenti sampai di sebuah kecupan manis. Ryan masih terus mempertahankan bibirnya melumat dengan lembut, dan dalam beberapa detik mulai mendesak lebih banyak.

Ciera mabuk kepayang ia tidak bisa mengontrol apapun bahkan pernafasannya. Ryan bermain terlalu terburu-buru padanya ia tidak bisa berbuat banyak bahkan hanya untuk membalas sebuah kecupan dan lumatan.

Ketika itu Ryan terasa begitu membara sehingga dia terkejut ketika pria itu menariknya hingga sampai pada pangkuan pria itu. Ryan masih mempertahankan ciumannya dengan kedua tangan merangkul Tubuh Ciera membuat hilangnya jarak di antara mereka.

Ia tidak tahu apa yang terjadi, Ciera tidak bisa berpikir lebih cepat dan jernih. Dan ketika Ryan semakin menggila di saat itu ia spontan mendorong pria itu.

Dadanya naik-turun begitu jelas, ia juga mendapati Ryan bernafas tidak teratur.

"Maafkan aku, aku- aku tidak bisa"
Ciera dengan cepat turun dari pangkuan Ryan dan pergi. Ia sedikit berlari di lorong yang hampir gelap tanpa arah.

Ryan yang akhirnya sadar atas perbuatannya mengambil bantal dan memukul wajahnya sendiri.

"Apa yang kau telah lakukan bodoh" Ia tidak mengerti mengapa tidak bisa menahan keinginan itu Ryan meruntuki dirinya. Ia menatap sedih saat Ciera pergi terlebih lagi ia tidak mencegah wanita itu dan hanya diam dalam keadaan tersengal.

Ciera terus berlari tanpa arah, ia akhirnya sampai pada ruang kamarnya yang dulu. Dia masuk ke dalamnya dan duduk di samping ranjang. Ia tersengal bahkan mulutnya terbuka agar udara bisa semakin banyak masuk ke dalam paru-parunya.

Di detik selanjutnya Ciera menutup wajahnya. Mulai meruntuki dirinya sendiri.
"Aku bodoh sekali, ada apa dengan ku. Sialan, sialan, sialan. Ada apa juga denganya ya ampun, ya ampun"

Sesegera mungkin ia membasuh wajahnya dengan air dingin. Ia perlu menetralkan perasaan yang bersikap asam pada hatinya.

Tapi itu tidak begitu banyak membantunya.
Ia tidak sadar telah berlari tanpa alas kaki. Ia juga tidak ingin kembali ke kamarnya, karena pasti sangat tidak mengenakkan untuk mereka berdua nanti.

.

.

.
See yaa❣️

Queen Escape [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang