Malam itu hujan memang turun kembali, suasana yang basah, udara yang lembab dan dingin.Ryan mengibaskan jasnya saat masuk ke dalam kastil. Ada jejak air di sepatu pantofel yang menetes ke karpet. Ia berjalan di tengah lorong, menatap ke arah sekelilingnya.
"Ryan apa yang membuat mu begitu terlambat?" Bibi Mary sedang duduk ruang tamu bersama paman John dan beberapa pelayan.
"Maafkan aku, ada sebuah pohon tumbang di tengah jalan. Jalanan juga terlalu gelap dan kabur"
Bibi Mary hanya menatapnya, ada tatapan yang tersirat di dalamnya. Ryan tau benar tatapan tersebut, sebuah tatapan sedih namun berusaha bersabar.
"Apa semua baik-baik saja?" Ia harap tak ada sesuatu yang buruk terjadi selama ia pergi.
"Ciera membuat pesta di aula utama. Kami tidak bisa terus menunggu mu lebih dari jam tujuh karena ada anak-anak ikut serta di dalamnya. Orkestra dari asrama laki-laki datang ke mari" Paman John yang menjelaskannya, saat mengetahui betapa istrinya Marry merasa sedih dan kecewa pada sesuatu yang hampir bukan salah Ryan.
"Pesta?" Ryan menatap bingung.
"Itulah kenapa dia berkeras agar kau pergi dari kastil, kau harus tau betapa Ciera memperjuangkan orkestra itu. Dia bahkan kembali dalam keadaan yang buruk" Bibi Marry menambahkan dengan wajah yang begitu sedih. Tutur katanya tetap lembut tapi seluruh nada di dalamnya penuh dengan kesedihan.
"Oh Tuhan" Ryan memegang keningnya. Seharusnya ia tak perlu berpikir dua kali hanya untuk melewati pohon yang tumbang.
"Tak apa, Ryan tak melakukan ini dengan sengaja. Beristirahat lah nak" pamannya tak bisa mengatakan banyak hal ketika semua itu telah terjadi.
Ia menarik Marry agar pergi ke kamar dengan lembut, meninggalkan Ryan yang berjalan ke arah aula utama.Ia mendesah kasar, melihat keadaan aula tersebut, tentu memang ada sebuah acara yang sudah diadakan di dalamnya tadi. Ia memejamkan mata kemudian berkacak pinggang.
Ia masuk ke dalam kamar, menatap Ciera yang ada di salah satu sisi tempat tidur, berselimut tinggi.
Entah apa yang harus ia katakan, ia sedang berpikir bagaimana cara agar bisa menebus kesalahan ini. Ryan mendekat dan berkata dengan suara lirih."Ciera" Ia memanggil wanita itu, berharap ia hanya berpura-pura tidur. Namun, bodohnya ia, Ciera tidur seperti awan yang begitu tenang. Sangat tidak mungkin wanita itu berpura-pura, ia sendiri tahu saat langkahnya terdengar mendekat, Ciera tak bergerak sama sekali, atau menunjukkan sikap waspada. Wanita itu sungguh berada dalam lelap.
Ia menghela nafas, perasaan tidak enak ini muncul karena ia hampir mengecewakan semoga orang, tidak ia memang mengecewakan seluruh orang yang hadir di dalamnya.
•••
Tidak ada mimpi buruk yang datang dalam mimpinya semalam. Ciera cukup beruntung dan ia merasa bersyukur, pagi ini ia juga tidak melihat tanda-tanda keberadaan Ryan di dalam kamar.
Entah mengapa saat ingat kejadian tadi malam hatinya terasa sedih. Ada sesuatu yang kosong, meskipun dirinya sudah terus menyadarkan diri jika pria itu tidak datang memang karena kesalahannya. Itu pesta kejutan, siapa sangka orang yang di nantikan tidak hadir.
Ciera membuang wajah lusuhnya, ia tak akan membiarkan raut sedih hadir saat sarapan bersama pagi ini. Jelas sekali ia tahu bahwa bibi Mary bahkan pelayan menatapnya dengan raut berbelas kasih.
Ia baik-baik saja, nampaknya.Kapan-kapan akan ia adakan pesta lagi dan memberitahu Ryan agar acara tersebut tidak menjadi sebuah kegagalan.
Ia turun dari ranjang dan berusaha merapihkan rambut, ketika suara langkah kaki terdengar. Mungkin itu pelayan yang akan memberikan sabun baru, karena tak ada lagi sabun di kamar mandinya.
"Kau sudah bangun"
Ia membalik tubuhnya mendengar suara pria.
"Oh hai, ya baru saja" Jantungnya seakan melompat ke jurang.Aroma dari rempah-rempah dan mint bisa ia cium dari jarak dua kaki. Pria itu menatapnya langsung ke arah mata.
Ciera menelan saliva sambil berjalan menuju meja rias, berusaha menyibukkan diri. Jika ia hanya diam bisa saja pria itu bertanya-tanya. Akan ia pastikan tak ada perasan penting yang terlibat.
Ryan malah mengikuti dirinya, berusaha berada dalam jarak yang baik untuk berbicara.
"Kau pulang terlambat apa yang terjadi?" Ciera mengambil sisir dan membalik badan lalu berkacak pinggang. Ia adalah wanita yang ceria sebelumnya, jangan sampai Ryan mengira ia bersedih hanya karena dia tak datang ke pesta.
"Aku terhambat di jalanan, hujan deras saat itu amat berbahaya untuk melanjutkan perjalanan"
Ciera mengangguk dengan ekspresi ngeri, sampai saat ini ia masih berusaha tidak terjadi apapun pada perasannya.
"Beruntung kau baik-baik saja. Bibi Mary amat mengkhawatirkan mu semalam"
Ciera kemudian mulai menyisir rambutnya.
"Aku akan bersiap-siap untuk sarapan. Oke sampai ketemu di bawah" Ciera berjalan menuju kamar mandi masih dengan tangan menyisir rambut. Entah mengapa ia malah seperti tidak membiarkan Ryan mengatakan apapun.Ciera yakin pria itu datang pasti ingin meminta maaf dan menjelaskan yang terjadi. Tapi Ciera sudah memaafkannya jadi ia hanya ingin semuanya seperti biasanya saja.
Pria itu turun ke bawah setelah melihat Ciera yang telah pergi, dia seorang laki-laki yang belum terlalu memahami Ciera. Ia sedikit terkejut melihat wajah Ciera yang tetap ceria dan cerah seperti biasanya meskipun kejadian tadi malam seharusnya mempengaruhi wanita itu.
Ia tahu itu janggal tapi melihat Ciera yang seperti itu membuat dirinya makin merasa bersalah.Mereka bertemu kembali saat sarapan. Kali ini, sebuah kecanggungan memenuhi meja makan. Mereka di sana sering memandang ke arah Ciera dan Ryan. Menatap, mengamati, mencari tahu apakah keadaan keduanya baik-baik saja.
Ciera berusaha fokus pada makannya, tanpa membalas tatapan siapapun. Jelas keluarga ini sangat perhatian padanya, Ciera harus melakukan sesuatu agar mereka berhenti khawatir dan mencari tau.
Ia yang tadinya menunduk menatap makanan mulai mengangkat kepalanya, ia tahu ia benci berpura-pura tapi ini dalam keadaan terpaksa agar dirinya juga tidak terganggu. Ia menoleh ke arah Ryan dan berkata."Semalam kau berjanji akan mengantarkan ku bertemu tuan Fredrik di panti jompo. Bisakah kita mampir sebentar untuk membeli kue yang mulia. Kita perlu membawakan mereka sesuatu"
Ryan membalas tatapannya dengan pertanyaan yang jelas tersirat.
Ciera memelototi Ryan, ia memaksa pria itu sadar ini hanya rangkaian rencana tiba-tiba."Ah, tentu" Ia tak terlalu pandai dalam berlakon dan hanya bisa menjawab itu dengan kikuk.
Ciera tersenyum pada bibi Mary.
"Mungkin kami akan makan siang di sana. Bibi Mary tak perlu menunggu""Oh tentu saja, bersenang-senang lah"
Ya itu sedikit berhasil melihat mereka kini menatap Ryan dan dirinya dengan tatapan lega. Para pelayan juga berhenti mengintip mereka dari balik sana.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Escape [ Completed ]
FantasyGadis pilihan harus menikah dengan hantu untuk menjaga kalung safir keluarga Evrard. Ciera seorang wanita biasa yang berusaha belajar dengan sungguh-sungguh di bawa oleh seorang pria ke dunia lain untuk di nikahi secara paksa... Kabur? Ia sudah mela...