Entah untuk alasan apa Ryan yang akan menyetir hari ini, hanya akan merasa berdua. Dalam rangkaian besi yang berbunyi halus saat berjalan, seakan berniat memperjelas kecanggungan yang sejak pagi Ciera tutupi.Ia bisa melihat Ryan sudah siap di tempat, ia sambil memegang setir menatap ke arahnya. Lengan yang terlihat kuat mengunakan sebuah jam dengan kesan mempertegas karisma pria itu.
Ia hampir menyesali perbuatannya, saat berada di dekat pria ini, hatinya selalu tidak nyaman. Tatapannya yang tak teralihkan kemanapun begitu terasa, berakibat pada sikapnya yang menjadi kikuk.
Ia sudah naik, bahkan memasang sabuk pengaman. Dalam dua belas detik dia memulai sebuah percakapan."Bibi Mary menceritakan hal yang terjadi semalam. Aku benar-benar merasa menyesal. Aku minta maaf atas hal itu"
"Itu juga kesalahan ku, jangan merasa terbebani" Sekuat tenang ia membalas tatapan Ryan. Kedua manik mata pria itu yang berbeda warna benar-benar mengacaukan hatinya, setiap detik seakan menyiksanya.
Ryan mengangguk, dan mulai melajukan kendaraannya.
Mereka berdua, dari masing-masing pihak tak pernah menyangka jika berbuat baik satu-satu sama lainnya bisa menciptakan sebuah lingkaran baru yang di sebut saling memahami.Sebelumnya, yang terjadi antara mereka berdua hanyalah pertengkaran dan saling melukai satu dan lainnya. Tentu ini akan terasa aneh bagi kedua belah pihak.
Seperti yang Ciera inginkan, mereka mampir untuk membeli kue dan mengunjungi para pensiunan itu. Sehari yang di habiskan untuk mengobrol ternyata cukup menguras tenaga.
Demi untuk tidak merepotkan Emma. Ciera meminta Ryan memesankan makanan dari restoran untuk mereka sebagai santapan makan siang. Para pak tua sangatlah menyukai hidangan mereka yang di dominasi makanan lembut yang mudah di cerna.
Hingga akhirnya mereka harus undur diri, mereka berdua kembali ke kastil tanpa ada pembicaraan lanjut. Ryan hanya fokus berkendara, Ciera mengamati pemandangan sekelilingnya.
Pada pukul 5 sore mereka sampai di kastil. Tempat tersebut di sibukkan oleh persiapan makan malam. Bibi Mary sempat menyapanya dan menanyakan bagaimana harinya berlalu.
Ciera menceritakan panjang lebar tentang yang terjadi, memberikan keyakinan pada mereka semua jika segalanya sudah baik-baik saja saat ini. Dalam waktu dua jam mereka akan bertemu lagi, makan malam tentu ia harus menyiapkan banyak cerita. Memikirkannya saja sudah amat melelahkan.
Udara yang dingin bertambah buruk saat hujan kembali bertamu membasahi seluruh lahan seperti yang mereka mau. Tanpa ijin, tanpa undangan yang seharusnya.
Ryan memilih duduk bersama paman John dengan segelas kopi dan sedikit tambahan susu. Di samping mereka ada sebuah kaca besar, paman John meminta tirai itu untuk jangan di tutup dan pemandangan di luar terlihat amat kelabu dengan rintikan hujan bersarang di kaca hingga kaca itu berembun.
"Apakah keadaan Ciera baik-baik saja setelah kemarin? Aku harap kalian tidak menyembunyikan sesuatu dengan berpura-pura" Jonh memiliki kemampuan intelegen yang cukup tinggi, ia bahkan tahu apa yang telah terjadi pada mereka selama Ciera ada di istana. Ada banyak cerita dan rumor gelap, para pelayan memang berusaha menutupi itu. Tapi John bisa selalu tahu.
"Tidak selalu baik paman, kami hanya butuh waktu untuk saling membiasakan diri. Ciera baru saja melepaskan mimpinya dari dunia tempat ia berasal. Aku tau itu cukup sulit, aku tak berusaha memaksanya lebih dari ini" Ia bisa berkata jujur pada pria enerjik dan bijaksana di sebelahnya karena paman John memiliki sifat yang lebih bisa mengerti ketimbang bibinya. Pria ini juga pasti akan membantu di saat keadaan sedang tidak baik-baik saja. Itulah kenapa ia selalu bisa bercerita banyak kebenaran pada paman John.
"Jangan khawatir, mereka cukup bahagia melihat Ciera tersenyum dan ceria seperti tadi" Sambil menikmati kopinya paman John terus menatap ke arah luar.
"Tapi kau tetap harus menebus kesalahan mu pada Ciera"Ucapan itu membawa beban pikiran untuk Ryan. Dia tipe orang yang percaya dan tidak mudah mengerti keinginan orang lain terhadapnya. Lantas apa yang bisa ia lakukan untuk menebus kesalahannya pada Ciera? Terlalu sulit jika ia terus berpikir lagi.
Ia bahkan jadi seperti orang yang sedang serius ketika berpikir, membuat orang-orang yang menatapnya merasa jika Ryan sedang marah, padahal kenyataannya pria itu hanya sedang berpikir keras.
Ryan diam selama hampir setengah malam, berpikir hal yang tadi sore di katakan oleh paman John. Beruntung saja semua pekerjaannya di pulau ini telah berakhir, jika tidak mungkin ia akan menjadi amat terganggu.
Detak di jam tangannya lambat Laun menyadarkan bahwa ini sudah lebih dari tengah malam. Ia cukup di penuhi kegiatan hari ini, dan memaksakan diri untuk terus berpikir bukanlah pilihan yang baik.
Setiap lorong sudah sepi dan terasa gelap. Hanya lampu-lampu utama yang di hidupkan untuk sekedar menerangi jalan dan beberapa tempat. Aura yang suram dan dingin, hanya saja ia tak merasa takut. Ia sudah sering berkeliaran di malam hari sehingga hal ini sebuah hal sepele. Tak ada orang dewasa berkepala tiga yang takut pada tempat gelap.
Pintu kamarnya terdengar berderik kencang, padahal pintu itu hampir tak terdengar saat siang hari.
Kamarnya juga sudah menjadi temaram.Baru saja menutup pintu dan berjalan beberapa langkah ia melihat Ciera berguling dan jatuh dari tempat tidur.
Sedikit terkejut ia menghampiri wanita itu yang terlilit selimut di atas karpet berbulu halus."Apa kau baik-baik-"
Ciera juga nampaknya belum sadar sepenuhnya hingga berteriak kecil saat melihat Ryan.
Jantung wanita itu berdebar kencang, wajah gelap Ryan amat menakutkan saat kedua bola matanya yang berbeda warna bersinar dalam ruangan temaram.Ciera memegangi dadanya sambil mengambil nafas, ia cepat menyadari jika yang dilihatnya hanyalah Ryan. Pria yang terlihat seperti pencuri di malam hari. Pencuri yang amat tampan tentu saja.
Pria itu membantunya berdiri.
"Kau punya kasur seluas 8 kaki , bagaimana bisa jatuh dari atasnya?" Pria itu terheran-heran pada kelakuan yang bahkan tak bisa ia bayangkan."Menurut mu aku sadar saat tidur di atasnya?"
Ryan menatap lelah, ia terdengar mendengus lantas berkacak pinggang.
"Kau habis dari mana malam-malam begini?"
Ciera menatap Ryan dari atas sampai bawah, pakaian pria itu tetap sama tidak mengartikan hal lebih seperti pria ini habis pergi dari tempat lain. Lagipula di luar hujan terdengar makin liar, pria ini harusnya sedikit basah jika pergi ke luar."Duduk di ruang tamu"
"Selama lima jam?" Raut aneh dan penasaran tak bisa dihindarkan dari wajah Ciera. Entah apa yang pria itu lakukan, sekarang ia perlu kembali ke kasur dan menikmati malamnya dalam tidur yang nyaman.
"Apa kau merasa menyesal mengantarkan ku bertemu para lansia?" Ia berusaha menebak walaupun pertanyaannya amat tak berhubungan dengan yang Ryan pikirkan.Ryan yang sedang menyebrang ke sisi lain kasur menggeleng, ia kemudian melepaskan waisecoat menyisakan kemeja putih.
Ini malam kedua ia kembali bermimpi buruk, Dia sempat merasa jatuh ke danau saat baru sadar hanya jatuh dari tempat tidur.
Sialnya ia merasa malu saat Ryan harus ada di sana ketika ia jatuh. Beruntung saja ia pandai berkelit.Gerakan dan suara halus selimut terdengar saat pria itu naik ke atas tempat tidur. Perkataan Ryan benar, kasur ini besar, tapi ia masih bisa terjatuh dari atasnya. Sungguh Ciera itu amat memalukan.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Escape [ Completed ]
FantasyGadis pilihan harus menikah dengan hantu untuk menjaga kalung safir keluarga Evrard. Ciera seorang wanita biasa yang berusaha belajar dengan sungguh-sungguh di bawa oleh seorang pria ke dunia lain untuk di nikahi secara paksa... Kabur? Ia sudah mela...