Hai, this is me White. Kalau menurut kalian ini cerita yang menarik bantu share yuk☺️❤️Thanks untuk semua yang selalu mendukung sampai saat ini bahkan walaupun aku pernah lama banget gak up. I love u all. I really appreciate it ❤️❤️❤️❤️
.
.
.
Ryan kembali ke kamar mereka saat sejak satu jam lalu menunggu Ciera yang tak kunjung hadir di ruang makan.
Mereka hampir dibuat sakit perut karena terlambat makan.Dan yang ia temukan adalah wanita itu tertidur di atas ranjang tanpa bantal. Rambutnya yang panjang berada di sekeliling wajahnya bahkan menutupi wajah wanita itu.
Itu pasti terjadi, dia menangis cukup lama tadi, itu sama saja dengan energi yang di habiskan untuk berkali memutari gunung.Ia melangkah mendekat untuk membenahi rambut Ciera juga memberikannya posisi yang nyaman untuk wanita itu sebelum menyelimutinya.
Ia menyadari beberapa orang menatapnya dari ambang pintu. Mengintip sambil tersenyum dan saat mereka tertangkap oleh mata Ryan beberapa orang itu termasuk bibi Mary tersenyum sambil malu-malu dan saling menyalahkan yang lain.Ryan memberikan isyarat dengan meletakkan satu tangan di depan mulutnya dan mereka mengerti, menghargai keinginannya Ryan dengan pergi dari sana, melangkah diam-diam sambil berjinjit-jinjit.
Ia kemudian kembali ke meja makan. Menatap mereka yang di sana saling tersenyum dan mengerling. Sudah ia duga mereka akan berpikir seperti itu. Ryan tersenyum, memang itu yang ia dan Ciera rencanakan bukan? Menunjukan pada mereka kalau hubungan mereka selalu baik-baik saja seakan Ryan memang mencintai Ciera.
"Tolong siapkan makanan untuk Ciera, aku yang akan membawakannya, jika mungkin dia akan bangun sewaktu-waktu"
"Baik Yang Mulia" Kata pelayannya.
Hanya demi kebahagiaan keluarganya, Ryan selalu melakukan banyak hal demi mereka. Setelah terakhir kali ia menyesal mengabaikan hal tersebut, ia harap ini bisa sedikit menebusnya.
Pria itu kembali ke kamar membawa nampan yang di tutupi oleh lempeng perak. Dia meletakkan nampan itu di atas meja furniture yang ada di samping cermin.
Udara yang semakin meningkat saat malam hari, Ryan bergerak untuk menutup jendela dan gorden.Ia masih memiliki pekerjaan sehingga mengambil tempat di kursi, membuka dokumen-dokumen yang Dexter bawakan padanya. Ini masih terlalu sore untuk dirinya tidur, jadi tak ada salahnya mengerjakan semua itu. Lagipula terkadang ia akan lembur sampai tengah malam.
•••
Ciera belum menyadari jika ia ada di dalam mimpi, saat ini ia sedang berdiri di lorong rumah keluarga Deruche, menatap ke arah pintu ruang keluarga.
Ia muak ada di sana, suasananya terasa selalu saja tidak bersahabat. Alih-alih bisa melangkah pergi ia malah mendengar seseorang memanggil dengan lembut.
"Ibu?" Jelas, ia tau suara itu menatap ke arah sekeliling dan langsung menemukan bahwa suara yang ia dengar berasa dari orang yang ia rindukan sejak lama.
Kakinya berlari kencang, menarik ibunya dalam pelukan. Ia belum bisa melihat ibunya dengan jelas saat itu, wajah sang bunda masih kabur seperti ingatannya di usia lima tahun.
"Oh gadis kecilku yang manis" kata ibunya sambil mengelus pipinya.
Bagaimana mungkin air mata tak turun dari matanya, saat akhirnya ia bisa memeluk ibunya.
Ciera tersenyum lebar. Sungguh senang hatinya, teramat senang sampai tidak bisa menjelaskan yang ia rasakan.Tak sengaja ia menatap ke arah belakang sang ibu, melihat tiba-tiba awan menjadi gelap, seolah kegelapan itu melahap semua yang di lewatinya.
"Ibu lari, ibuu" Ciera berlari menghindari kegelapan itu.
"Ciera! Ciera! Kau mau meninggalkan ibu?"
Langkahnya terhenti menatap ibunya yang masih berdiri di tempat, tubuhnya mulai berubah menjadi batu.
"Tidak, tidak ibu! Tidak tidaaakkkkk. Ibuuu tidak tidaaakk"
Teriakkannya terbawa sampai ke dunianya yang nyata. Ciera berteriak dalam tidur membuat Ryan datang untuk menyadarkan wanita itu.
"Ciera, Ciera! Sadarlah, Cieeraa!" Sambil menggoyangkan tubuh Ciera keras ia berteriak tak kalah keras.
Pada akhirnya wanita itu terbangun. Matanya benar-benar basah, keringat membasahi setengah rambutnya.
"Jangan bawa aku ke sana lagi, aku tidak mau pergi ke sana" Katanya kembali, menahan rasa sakit di dada karena ketakutan.
"Tenanglah, aku di sini. Tak akan ada yang membawamu ke sana, tak akan ada"
Ryan menarik Ciera, mendekapnya, mengusap dengan lembut punggung Ciera yang terasa lembab akibat keringat.
"Aku tidak mau ke sana, aku tidak mau"
Dia masih bisa merasakan Ciera menangis, dada wanita itu juga berdebar kencang seakan habis berlari jauh.Entah mimpi apa yang di lalui Ciera, itu pasti berhubungan dengan tempat yang mereka datangi tadi siang.
Wanita itu dalam keadaan shock dan kesadaran yang bahkan tak separuh di kendalikan.Ciera memeluk erat dirinya, melingkarkan tangannya pada perut Ryan dan terisak-isak penuh kesedihan.
Beberapa menit akhirnya berlalu, tak ada lagi suara tangisan atau dada yang terasa berdebar kencang. Ryan mendapati Ciera kembali larut dalam tidur yang lebih tenang dari air. Wanita itu meletakkan kepalanya yang terkulai di dadanya, bernafas seirama dengan nafasnya.
Ia kemudian dengan hati-hati membawa wanita itu kembali berbaring, dan menarik selimutnya lebih tinggi.
Wanita asing di depannya, yang sedang tertidur itu kini bukanlah wanita asing. Matanya melirik pada jam dinding buatan pengrajin terbaik berbahan kayu oak berusia 35 tahun. Sudah tengah malam dan ia tak bisa melanjutkan pekerjaannya lagi.
Ryan berjalan memutari kasur dan bergerak naik ke atasnya, ia tidur di samping Ciera walaupun ada jarak di antara mereka. Kasur itu cukup besar, sudah sewajarnya ada jarak untuk mereka. Sebuah jarak untuk hal pribadi Ciera ada jarak juga untuk Hal pribadi miliknya.
Tapi ia tak bisa meramal seperti apa mereka dalam tahun-tahun ke depan. Ia tak akan pernah tahu. Mungkin saja jarak itu akan menghilang terkikis oleh waktu.
..
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Escape [ Completed ]
FantasyGadis pilihan harus menikah dengan hantu untuk menjaga kalung safir keluarga Evrard. Ciera seorang wanita biasa yang berusaha belajar dengan sungguh-sungguh di bawa oleh seorang pria ke dunia lain untuk di nikahi secara paksa... Kabur? Ia sudah mela...