..

245 30 1
                                    


65 bulan setelah purnama muncul di bulan pertama

Ciera melangkah terburu-buru, ia telat setengah jam dari janjinya bertemu dengan Ely.

"Maafkan aku El sungguh, aku harus menyelesaikan pelajaran terlebih dahulu tadi"

Ely terlihat menatapnya dengan senyuman nakal.
"Tenang saja aku merasa terhibur melihat para pria tampan itu" Ely merujuk pada pegawai restoran yang memang menarik.

Ciera tersenyum kemudian duduk dan meletakkan tasnya di atas meja.

"Bagiamana dengan murid-murid mu?" Tanyanya, Ely seorang pengacara dan kebetulan dia bekerja di distrik yang dekat dengan daerahnya. Mereka lebih mudah untuk bertemu karena ini.

"Cukup baik, mereka masih muda dan baik" Anak-anak bangsawan tak seburuk yang ia bayangkan. Ia mengajar kelas etika kebangsawanan setelah lulus dari perkuliahan.

Setelah lima tahun berlalu ada banyak perubahan pada Keduanya.
Ely terlihat lebih tumbuh menjadi wanita yang tegas dan intimidatif. Dia selalu memilih lipstik merah menyala atau gelap pada bibirnya yang tipis.

Ely meraih tangan Ciera dan menggenggamnya.
"Kau yakin baik-baik saja tinggal di rumah itu? Kau bisa tinggal bersama ku jika kesepian, di sana dekat dengan rumah sakit dan lapangan basket"

Ciera tersenyum, dia menarik nafas dan merasakan sedikit nyeri di dadanya. Sang nenek meninggal empat bulan yang lalu karena serangan jantung.

"Ayolah aku bukan anak SMA yang cengeng seperti dulu. Aku tau pada akhirnya nenek akan tiada" Meskipun begitu ia memang merasa kesepian dan selalu sedih.

"Aku akan selalu menunggumu kapanpun itu"

Ciera tersenyum.
"Terimakasih"

"Bagaimana dengan pria sopan itu" Ely mendekatkan wajahnya untuk melihat ekspresi Ciera.

"Niel? Yah dia baik" Ia hanya berusaha mengikuti perkataan neneknya. Ia berkencan dengan Niel karena selama hidup neneknya selalu membahas pria itu.

"Oh ayolah, kau selalu mengatakan dia baik, katakan hal lain tentang dia"
Ely tentunya jengah mendengar jawaban Ciera yang alakadarnya tentang pria yang ia kencani.

"Seperti apa?" Bahkan Ciera tidak benar-benar mengerti harus menceritakan Niel bagaimana.

"Seperti apakah dia seorang pencium yang handal, apakah dia seorang pria sejati?"
Bisik Ely.

"Kau ini bicara apa, aku hanya berkencan biasa" Ciera mendorong tubuh Ely perlahan, mencegah wanita itu bicara yang tidak-tidak.

Ia tidak semudah itu berciuman dengan pria lain. Terutama jika mereka hanya sekedar berkencan biasa.

Ely terkekeh.
"Kau terlihat payah, jangan permainkan hati pria okey"

"Aku tidak mempermainkannya" Sanggahnya dengan cepat. Entah mengapa ia tidak terima pada ucapan Ely.

"Benarkah?" Ada tatapan meragukan yang terlempar padanya "Jika kau memang tidak berusaha mempermainkannya kau harus berusaha mencintainya. Jangan jadikan nenekmu sebuah alasan Ciera, dia bisa patah hati nanti"

Ely bangkit sambil meletakkan tas di bahu.
"Aku ada pertemuan, akan ku kabari lagi nanti bye"

Ciera terdiam dengan wajah lesuh. Ely benar dia bisa saja menyakiti pria itu karena sikapnya yang buruk.
Selama ini Niel selalu yang berusaha dalam hubungan yang bahkan tak tau ia namakan apa. Perlukan ia benar-benar membuka hatinya? Ia selalu bertanya-tanya bagaimana cara untuk membuka hati.

Tatapannya jatuh kepada jemarinya. Sudah lebih dari lima tahun, tapi bekas cincin di jari manisnya tidak kunjung pudar.
Dan hatinya tetap terasa kosong meskipun ada Niel di sekitarnya.

Queen Escape [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang