...

687 56 14
                                    

Di malam itu Ciera berharap ketika ia membuka pintu kamar yang muncul adalah sebuah rumah kaca dimana ia mungkin bisa bertemu dengan Ryan kembali.

Ia sudah menelan kekecewaan saat bangun dalam keadaan seluruh tubuh lemas. Menangis semalaman menghabiskan tenaganya, di tambah lagi tentang pupusnya harapan dalam dirinya, itu sekarang makin memperparah kondisi jiwanya.

Apa yang bisa ia lakukan hanyalah terus bertahan hidup meskipun kesedihan dan kesepian menggerogoti dirinya perlahan. Yang mungkin akan membuat diri Ciera menjadi mayat hidup tanpa kebahagiaan yang sesungguhnya.

Jangankan sebuah teka-teki, ia bahkan tidak mendapatkan pengunjuk atas perasaan hilang dari jiwanya.

Ryan, pria itu terus menatap di kepalanya walaupun mereka baru bertemu untuk pertama kali.
Ia hampir kehilangan pekerjaan karena tidak bersikap profesional kemarin. Pada akhirnya ia mengerjakan banyak hal sampai dini hari.

Kesepian masih saja terus menghantuinya. Tidak perduli berapa banyak udara segar di dalam rumahnya, ia tetap merasa kesulitan bernafas.

Dua warna bola mata yang berbeda, senyuman manis pria itu dan suaranya, ia membayangkan rasanya ada di sana lagi.

Ia selalu penasaran mengapa seperti ada magnet yang menariknya pada tempat itu.

Ciera meraih cincin yang Ryan berikan di atas meja.

"Apa, kenapaaa? Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa aku merasa seperti ini. Kenapaaa?"

Hari-hari di mana dulu ia menangis karena merindukan seseorang datang kembali. Dan saat ini ia jelas merindukan Ryan, entah mengapa ia merasa seakan pria itu adalah bagian yang hilang.

"Kenapa aku merasa mengenal mu padahal kita baru bertemu kenapa?" Ia menangih jawaban pada benda di tangannya.
Ia tahu ia menangis, ia tahu dadanya terasa sakit dan ia tidak tahan untuk meneruskan ini. Ia tidak tahan untuk terus sendirian. Tapi di titik ini ia menyadari sesuatu.

Matanya menyalang dan keningnya berkerut.
"Mungkinkah, kita pernah bertemu?" Ia tidak akan pernah merasa sedekat ini jika tidak pernah bertemu sebelumnya bukan.

Di tengah mencari jawaban ia menatap ke arah jemarinya. Jarinya yang membekas seperti mengenakan cincin tak pernah hilang. Ia tahu ia pernah memakai cincin, tiba-tiba kepalanya terasa sakit.

Ciera menjadi yakin, ia pernah mengenakan cincin. Di saat itu entah dari mana, rentetan peristiwa muncul di ingatannya seperti cuplikan trailer dari film terputar di otaknya.

Ia terus terdiam sampai benar-benar memahami ingatannya. Ingatannya yang entah di kurung di mana. Matanya memerah dan dadanya naik turun.

"Ryan!" Ciera mengingatnya, ia mengingatnya.
"Giedre, Nathia, aku melupakan mereka?"

Ciera mendekat ke pintu kamarnya dan menutup pintu itu.
"Ku mohon antarkan aku kembali" Dia lantas membuka pintu itu dengan harapan besar. Tapi ia menatap pemagangan yang sama. Ciera lantas menutup pintu itu lagi.

"Aku ingin kembali ku mohon" Ia melakukan hal yan sama dan mendapati jika ia masih ada di kamarnya.

"Aku ingin kembali, aku ingin bertemu dengan mu"
Berkali kali ia membuka pintu itu dan menutupnya. Berharap jika akan ada sihir yang muncul ketika ia mencobanya lagi-lagi dan lagi.

"Sialan! Kembalikan aku!" Ia membanting pintu tersebut dan duduk menyandarkan kepalanya. Ia hampir kehilangan kesabaran dan kekuatan untuk menahan rasa marah.
"Ku mohon, akan ku lakukan apapun. Ku mohon, Ryan tolong temukan aku. Aku ingin kembali, ku mohon" saat ia mengingat semuanya ia merasa semakin kacau.

Ia terus dalam isakan saat di hadapankan dengan ruang yang hampa. Di mana ia mengingat segalanya tapi tidak akan pernah bisa kembali, ia tidak mengerti caranya ia tidak tahu kepada siapa dirinya bisa meminta tolong.

Queen Escape [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang