...

234 28 0
                                    

"Bagaimana keadaan yang mulia?" Tanya Nicolas pada Dexter. Pria tua itu memang meminta pertolongan pada Dexter untuk mengawasi keadaan raja mereka. Ini sudah berlalu selama lima hari.
Di mana raja berubah menjadi sosok yang lama. Kegelapan yang pernah datang kini bersarang kembali di kerjaan mereka.

Dexter menggeleng, itu adalah jawaban yang membuat Nicolas menghela nafas sambil menggenggam erat kedua tangannya.

Raja terlihat duduk bersandar di depan kaca besar yang mengarah ke taman kerajaan.
Ada segelas kopi di tangannya yang mungkin telah dingin.

Raja meminta kopi yang panas, tapi saat pelayan memberikan itu padanya pria itu hanya membiarkan kopinya hingga dingin. Ryan hanya menyambut lamunannya, dia juga terlihat lesuh dan tidak banyak bicara.

Senyuman terlihat mustahil di wajah raja. Seluruh kerajaan menjadi sendu, mereka telah mendapatkan kabar dari Ma Driad tentang kepergian Ciera kepada mereka, yang telah di sampaikan oleh tuan Luis si rakun.

Beberapa hari yang lalu Nicolas mendapati raja tertidur di ruang kerjanya di siang hari akan tetapi di malam harinya tak ada satupun pelayan yang mendapati raja tidur di kamarnya. Bahkan kasur itu terlihat tak tersentuh olehnya.

Nicolas amat mengerti rasa sedih dan lelah yang raja tanggung. Ia bahkan sempat meneteskan air mata memikirkan raja mereka.

Mereka tidak mampu menghibur raja, tak ada dari mereka yang mampu. Tak ada satupun.

•••

Seminggu berlalu, Ciera bergegas pulang ke asrama setelah pengawasan ujian memperbolehkan pengumpulan soal dan jawaban.

Ia terburu-buru untuk pulang ke asrama, ia yang bahkan meninggalkan teman-temannya yang merencanakan akan pergi ke kota untuk bersenang-senang.

Ciera membuka buku-bukunya, mencari catatan apapun di dalamnya jikalau ia melupakan sesuatu. Selama seminggu nyatanya ia hampir kacau memikirkan tentang hal apa yang hilang dari dirinya. Beruntung saja semua soal bisa ia kerjakan dengan baik. Ia tidak mengejar nilai yang tertinggi, masa bodo dengan itu, ia hampir gila memikirkan yang lain.

Nihil, tak ada catatan atau surat yang ia temukan. Sekarang ia kembali bingung, ia tidak bisa berbuat apa-apa di saat begini. Ia seakan kehilangan arah dan hanya bisa diam.

Ciera naik ke kasurnya. Memeluk kedua kakinya sambil diam di sana, memikirkan hal-hal seperti neneknya. Ia kembali memikirkan tentang melanjutkan pendidikannya, ia juga perlu memikirkan pekerjaan paruh waktu untuk membiayai dirinya dan menyokong kebutuhan neneknya. Ia tidak akan mengharap sumbangsih apapun dari keluarga Deruche, baginya mereka semua telah mati. Ia hanya akan fokus pada neneknya yang sebatang kara dan dirinya, juga mungkin rasa kosong di hatinya.

"Kau terlihat berbeda beberapa hari ini, apakah kau masih merasa sakit?" Ely datang dan duduk di sampingnya sambil mengulurkan tangan untuk mengelus kepalanya.

"Apakah aku pernah punya cincin sebelumnya?" Ia seharusnya tidak perlu bertanya seperti ini.

"Tidak, kita tidak boleh memakai perhiasan selain kalung ingat?"

Ah, Ciera lupa itu. Peraturan asrama melarang mereka menggunakan perhiasan berlebihan selama ada di dalam sana. Hanya untuk menghindari pencurian dan kesombongan.

Tapi bekas di jarinya membuktikan betul jika ia pernah mengenakan sesuatu di sana. Ciera kembali meletakkan kepalanya di atas lututnya.

"Sepertinya aku perlu meminta mereka menambahkan porsi susu untuk mu, demam kemarin sepertinya memang membuat mu kacau" Ely mengatakan itu dan melenggang pergi. Ia berusaha membiarkan Ciera dalam istirahat yang baik dan tidak menganggunya.

Seminggu kemudian setelah acara kelulusan selesai, mereka semua untuk seluruh anak angkatan kelas tiga yang menghadapi kelulusan menyiapkan semua barang-barang mereka.

Ini adalah part yang menyediakan untuk semua angkatan. Mereka akan berpisah untuk mengejar impian mereka masing-masing. Beberapa dari mereka ada yang telah kembali ke rumah lebih awal untuk mengikuti ujian di tingkat universitas.

Beberapa anak telah pergi. Pagi ini saja ia menyapa kedua orang tua Jane di ruang tamu asrama.
Keadaan di hari itu tiba-tiba menjadi terasa ramai.

Ciera tidak menunggu siapapun. Ia juga akan pulang hari ini, karena neneknya yang menelpon dirinya dua hari lalu.

Kedua orang tua Jane bermaksud memberikan dirinya tumpangan ke stasiun. Ciera tidak bisa menolaknya terutama saat Jane terus memaksa dirinya.

Ia hanya sedikit merasa tidak enak membawa banyak barang-barang. Namun, pada akhirnya ia ikut dan di antarkan ke stasiun kereta.

Ia melangkah menuju kedewasaan hari ini. Ia akan pulang dan berusaha pada impiannya. Itu yang ia rencanakan sejak awal.

Ciera sampai di kampung halamannya, hanya perlu menaiki bus selama lima menit dari stasiun dan setelahnya ia bisa  berjalan kaki menuju jalan berpaping.

Keadaan alam di sana terlihat sangat bagus. Bangunan-bangunan yang tercipta di sejajarkan dengan alam sehingga tidak ada satupun celah yang terlihat gersang atau tidak bersahabat.

Itu dia, rumahnya. Seluruh tanaman terlihat terawat seperti yang ia bayangkan. Ada beberapa bunga yang mungkin neneknya tambahkan tapi rumput-rumput itu terlihat begitu rapih. Mungkin Sandy tetangga mereka yang membantu neneknya merawat halaman berumput itu. Karena neneknya tidak bisa mengunakan pemotong rumput dan sering memotong manual.
Ia beruntung neneknya punya seorang tetangga yang baik.

"Ciera" Ciera menolehkan kepalanya, ada neneknya yang menatap terpatung dirinya.

Ciera tersenyum dan langsung bergerak memeluk neneknya.
Wanita tua itu terlihat habis berbelanja karena menenteng kertas dari toko.

"Kau harusnya mengabari jika akan pulang, aku harus kembali ke toko untuk membeli jamur. Kita akan masak makanan kesukaan mu"

"Tidak usah, aku akan makan apapun yang Nenek masak hari ini" Ciera tidak pulang untuk merepotkan neneknya.

"Ah bicara apa kau, aku akan minta Rocco mengantarkan jamur ke rumah. Ayo masuk"

Ciera hanya tersenyum sambil mengikuti neneknya. Wanita itu berjalan sambil sesekali memegangi punggungnya. Masalah orang tua yang selalu sama.

Ia memasuki kamar miliknya, ada seprai dan selimut bewarna pastel senada yang mungkin baru di ganti oleh neneknya. Akan tetapi semua hal di ruangan itu tetap sama.

Ciera duduk di ujung ranjang setelah meraih foto berbingkai di meja belajar. Ia merindukan wanita itu, ibunya. Ia melihat wajah kecil yang tersenyum ceria. Foto itu sebenarnya di ambil bersama ayahnya, tapi karena kesal pada pria yang menjadi ayahnya Ciera merobek bagian ayahnya dan hanya meninggalkan foto ibu dan dirinya.

Nenek yang datang dari ambang pintu merangkul dan menyandarkan kepalanya.

"Aku juga sering merindukannya, tapi lebih sering merindukan mu cucukuuu"

Ciera terkekeh, neneknya yang menjadi pengganti ibunya selalu bisa menghibur dirinya.

"Ayo makan, pie berry yang ku buat baru matang" Sang nenek lantas berdiri.

"Pie berry?" Ciera menatap neneknya, ia tidak asing dengan pie berry.

"Ada apa? Ini resep terbaru, Nenek belajar membuatnya dua bulan lalu. Kau tidak perlu khawatir dengan rasanya. Ayo cepat makan, kau terlihat kurus sekali"

Ciera menghela nafas, ada apa dengan pie berry ia belum pernah memakan itu sebelumnya. Jadi seharusnya ia merasa bersemangat bukan?

.

.

.

Queen Escape [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang