My Boyfriend's Dad

[59]

haloo! gimana nih kabarnya sobat-sobat om Yudis? semoga pada sehat yakk

selamat menikmati hari Minggu bersama konflik mereka yang masih berlanjut😆

panjang banget nih part nya. yukk semoga sukaaa

JANGAN LUPA VOTE KOMEN YAA!!

————

Tanpa menunggu lama, Yudistira langsung menyeret Silvi ke kediaman mertuanya. Laki-laki itu tidak bisa menahan diri lagi. Setelah melihat apa yang tertulis di halaman paling belakang buku perempuan itu, Yudis segera memanggil satpam termasuk supir perusahaan agar membawa sekretaris pengganti itu masuk ke dalam mobil. Telinganya tertutup, enggan mendengarkan suara Silvi yang terus berusaha menjelaskan.

Yudistira mengawal mobil yang membawa biang masalah itu dari belakang. Pikiran laki-laki tua itu melayang kemana-mana. Ada perasaan tidak menyangka, ada perasaan kesal dan emosi tak terkira juga ada kelegaan dalam hatinya karena setelah sekian lama akhirnya ada jalan terang dari masalah yang dihadapi.

Sungguh, dirinya tidak sabar melihat kembali wajah manis Shesa dengan senyum cantiknya. Selama ini, meskipun ditutupi dengan senyum selebar apapun ia tetap bisa melihat wajah murung istrinya. Namun hal itu sebentar lagi akan hilang. Yudis pastikan akan hilang selamanya dan tak akan hinggap lagi.

Perjalanan ke rumah mertuanya terasa begitu cepat. Mungkin karena kendaraan yang ditumpanginya melaju melebihi kecepatan kendaraan normal. Bahkan Yudistira memburu supaya mobil di depan turut menambah kecepatan.

Laki-laki itu segera turun dari mobil sambil menyuruh dua satpam yang dibawa dan satu supir untuk ikut membawa Silvi masuk. Tentu perempuan itu memberontak. Tapi setelah mendapat bentakan dari suami Shesa, bibir itu pun mau diam.

Buku-buku jari Yudistira mengetuk pintu kayu di hadapannya. Tak begitu lama karena segera dibuka dari dalam. Shesa yang melakukannya.

Dengan raut bingung, perempuan itu bertanya, "Loh, mas Yud? Kok udah pulang? Sama siapa ini, mas?" Banyak pertanyaan yang meluncur diiringi tatapan aneh kebingungan yang dilayangkan Shesa kepada sosok yang datang bersama suaminya.

Tampak keengganan untuk menjawab saat itu juga dari Yudistira. Laki-laki itu mengalihkan perhatian istrinya dengan mengatakan agar mereka masuk dulu sekarang. Tak lupa dirinya meminta tolong kepada Shesa supaya memanggil kedua orang tua istrinya itu.

Kedua orang tua Shesa bersama perempuan itu sendiri sudah berkumpul di ruang tamu dengan saling menatap bingung satu sama lain. Hanya dengan kode alis terangkat ketiganya bertanya-tanya, siapakah mereka ini?

Untuk pak Budi, tentu mereka tau sebagai supir di kantor Yudistira sebab beberapa kali pak Budi ditugaskan untuk menjemput atau mengantar bu bos saat suami Shesa itu tak mampu melakukannya. Bahkan kadang juga Kama diajak bermain oleh supir perusahaan papanya itu.

Dan untuk dua orang lainnya yang ikut serta, dari postur dan pakaian yang dikenakan dengan sangat mudah dikenali. Ada tulisan "satpam" di masing-masing dada dua pria tegap itu.

Yang menjadi pertanyaan satu-satunya adalah siapakah sosok perempuan yang tampak seperti sandera itu? Wajahnya tak terlihat sebab menunduk tapi dari pakaiannya jelas sekali terlihat berantakan. Mungkin karena perlawanan saat dibawa ke mari.

"Mas," panggil Shesa sambil menyentuh bahu sang suami.

Yudistira tidak menjawab. Laki-laki itu malah menatap ke arah pak Budi. "Pak, tolong bukunya." kata Yudis sambil memanjangkan tangan mengambil buku dari tangan pak Budi yang tampak mengangguk hormat kepada bosnya.

"Mama dan papa mertua, silakan duduk." sambungnya karena sedari tadi kedua orang tua Shesa hanya berdiri sambil menatap bingung.

Mendengar ucapan Yudistira itu, kakek nenek Kama langsung mengikutinya. Bertepatan dengan mendaratnya tubuh mereka di sofa, kepala perempuan yang sedari tadi menunduk itu tiba-tiba terangkat. Matanya membulat seperti tidak menyangka. Pandangan Silvi hanya fokus pada satu sosok. Hingga perlahan-lahan lelehan air mata mengalir di pipinya. Perempuan itu menangis.