Chapter 42 : meeting

16 2 0
                                    

  Jangan lupa beri 💬 dan tekan tombol 🌟
Ya!

Happy reading guys!!

****

     New york, Amerika Serikat.

     Khayri memeluk erat Alan yang tampak masih fokus pada rapat dengan para tetua keluarga, ada beberapa orang yang Khayri tidak kenal, tapi dia tidak terlalu mempedulikannya, dia ingin tidur, tubuh kecilnya memang susah diajak kompromi.

     "Kapan kau akan pergi ke desa Lan?" tanya Banyu, pria itu ada di sana untuk mewakili keluarganya pada rapat bulanan para keluarga.

     "Apa aku harus pergi?" tanya Alan dengan dingin sambil mengelus lembut punggung Khayri yang tertidur dipangkuannya.

     "Kau lebih dari tau untuk itu Lan," timpal Baren.

     "Itu gak akan lama, kau hanya harus pergi ke sana, minum minuman pahit, menulis sesuatu di buku dan batu kuno kemudian selesai, percuma jika tetua di sini menyetujuimu sebagai kepala keluarga Adijaya jika orang-orang di wilayah itu tidak tau," ucap Hazzam membuat Alan terdiam, jujur dia sangat tidak suka jika pergi ke sana.

    "Jika kau ingin beristirahat atau tinggal beberapa hari ada kediaman keluarga di sama, kau tinggal memilih tinggal dimana," ucap Abra.

     "Ya setidaknya ada lima keluarga yang kediamannya bisa kau pilih," timpal Baren.

    "Saranku tinggal di kediaman keluarga Rafailah, periksa kediaman yang ada di sana," ucap Kendrick.

     "Dari pada Rafailah bukankah lebih bagus di Adijaya, kau juga harus menemui kakekmu yang di sana," ucap Adib, paman Alan yang sebelumnya mengurus perusahaan Adijaya sebagai pengganti sementara.

       Alan terdiam sejenak, dia menghela napas pelan, terkadang...itu yang membuat Alan khawatir membiarkan Felicia pergi ke desa itu, tempat tersebut hanya akan membuka misteri baru.

     "Senggak enak itu ya Bang ke desa itu, masa pakai ritual aneh gitu untuk ngangkat kepala keluarga baru, kenapa gak abang aja yang mengang keluarga Ishan," bisik Baim pada Zain.

     "Ngapain Ishan, harusnya Abqary. Biarin aja si kembar yang mengang Avram Bang, lo gantiin gue jadi penerus Abqary," bisik Neron yang di samping Zain.

     Pria itu kini berada di tengah-tengah kedua adiknya itu dengan pandangan datar dan acuh.

     "Terima saja takdir kalian, kan itu udah di tentukan sejak lahir, kalian yang di pilih juga. Lo berdua pikir gue gak ikut apa dengan ritual aneh itu? Kalau gue udah pernah, lebih ribet lagi dari pada itu," ucap Zain dengan tampang datar.

      "Ya akan aku pikirkan lagi," ucap Alan membalas ucapan para orangtua keluarga itu.

     "Kalau begitu kau juga harus membawa Cia dan Ayri bersamamu," ucap Elam yang sedari tadi diam mulai mengangkat suara sambil menatap lekat Alan.

    "Apa harus?" tanya Alan menatap dingin mertuanya itu.

    "Seharusnya memang begitu, ya mau sekeras apapun kita menjauh kan dia dari desa itu, akhirnya dia akan ke sana kan? Nyonya keluarga juga harus diakui," ucap Baren.

I Am Felicia (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang