Keesokan harinya, Ben mengajak Alyssa ke butik untuk membeli dress yang akan ia kenakan di pesta nanti malam. Keduanya memakai kaos polos dengan celana jeans. Ben berjalan sambil bergandengan tangan dengan Alyssa. Keduanya tampak seperti sepasang kekasih.
"Mbak, tolong berikan dress keluaran terbaru dan yang menurut mbak cocok untuk pasangan saya," kata Ben yang membuat Alyssa bingung.
"Pasangan? Oh iya, aku kan jadi pasangan Kak Ben di pesta mungkin maksudnya partner," ucap Alyssa dalam hati.
"Sayang! Gimana kalo kamu coba dress yang ini?" Ucap Ben yang membuyarkan lamunan Alyssa.
"O-oh iya kak, gue coba dulu ya!"
Ben menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Wajahnya dipenuhi kebahagiaan dengan senyuman yang terus melekat di wajahnya. Tanpa disadari sepasang mata memperhatikan Ben dengan tajam, Ben tidak mengetahui bahwa sedari tadi ia telah diikuti oleh seseorang.
Orang itu mengenakan pakaian hoodie hitam dan membaur dengan orang-orang lainnya seakan ia juga ingin membeli sesuatu di butik itu. Namun, kedua matanya tetap tajam memperhatikan apa yang dilakukan oleh kakak beradik itu. Tidak lama setelah itu, ponselnya berdering. Terlihat jelas nama Daniel tertera disana.
~on call~
"Halo!" Ucap orang tersebut seketika setelah menerima panggilan itu.
"....."
"Aman. Sepertinya mereka hanya berjalan-jalan biasa."
"Lalu bagaimana sikap Ben?" Tanya Daniel.
"Masih belum melewati batas. Tapi sepertinya Ben mulai menunjukkan perasaannya pada Alyssa."
"Terus awasi mereka! Jika ada sesuatu yang terjadi cepat hubungi aku, Terry!"
Orang itu—Terry— tersenyum. "Baik Kak!"
***
Setelah menutup panggilannya dengan Terry. Daniel menghela napasnya. Ia memang menyuruh Terry untuk melakukan pengawasan kepada Alyssa dan Ben karena Daniel sedikit curiga tentang hubungan Ben dan Alyssa.
"Semoga apa yang kupikirkan ini tidak terjadi. Ben, kau tidak akan melakukan hal bodoh kan?" Ucap Daniel sambil memandangi foto keluarga kecil mereka.
Setelah kejadian itu, Daniel memang langsung pergi dari rumah saat itu. Rasanya ia tidak memiliki muka untuk bertemu dengan adik bungsunya. Kesalahan fatal yang ia lakukan benar-benar membuatnya malu, ia mengutuk dirinya sendiri setiap hari. Bagaimana bisa ia berperilaku seperti bajingan saat itu, usaha yang sudah ia kumpulkan agar bisa dekat dengan Alyssa juga langsung lenyap seketika.
"Sialan! Aku tidak bisa melupakan kejadian itu." Daniel mengusap wajahnya kasar. Kemudian ia memegang bibirnya sendiri, lalu mengepalkan tangannya. Daniel pun meninju dinding ruang kerjanya itu.
"Sial sial sial! Bajingan bodoh, berengsek! Aku memang bukan kakak yang baik." Ucap Daniel yang frustasi pada dirinya sendiri.
Pintu terbuka tiba-tiba. Theo terkejut melihat kondisi tuannya saat itu. Dengan baju berantakan dan darah yang mengalir dari tangannya.
"Astaga! Apa yang telah terjadi? Tuan, apa anda sedang kesal? Meski begitu, anda tidak boleh menyakiti diri anda sendiri." Omel Theo tanpa ia sadari.
Daniel hanya mendengus kesal mendengar omelan dari asisten sekaligus sekretaris pribadinya itu. "Diamlah! Suaramu makin membuatku kesal."
Theo langsung diam. "Ka-kalau begitu, saya akan ambilkan obat terlebih dahulu."
"Tidak perlu. Katakan apa yang membawamu kesini?"
"Oh, saya hanya ingin memberikan jadwal anda selama seminggu kedepan dan saya juga mau memberi informasi terkait—"
Daniel mengangguk dan langsung memotong ucapan Theo. "Taruh saja berkasnya di meja! Lalu cepatlah keluar!"
Theo membeku mendengar perintah Daniel yang begitu dingin. "B-baik! Akan saya lakukan."
Setelah meletakkan berkas itu di meja, Theo langsung pamit untuk pergi. Daniel keluar dan menuju kamarnya untuk membersihkan diri sekaligus memberikan salep untuk luka yang ada ditangannya.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Daniel menggeram kesal karena sedari tadi ia tidak bisa menenangkan diri karena terus-menerus diganggu. Tanpa melihat nama yang tertera, Daniel pun mengangkat panggilan itu.
"Bajingan mana lagi yang mau mengangguku kali ini," ucap Daniel dalam hati.
"Halo!" Ucap Daniel sembari duduk di kasurnya.
"I-iya halo Kak Daniel."
Otak Daniel tiba-tiba saja berhenti, ia sangat terkejut karena tidak menyangka akan mendengar suara adik bungsunya. "Ini Alyssa?" Katanya tanpa sadar.
"Iya kak."
Jantung Daniel berdegup kencang mendengar jawaban itu. Pikirannya kosong, ia sangat terkejut sampai-sampai hati dan pikirannya tidak berjalan dengan sesuai.
"Oh...um ada apa nelpon?"
Daniel menunggu jawaban Alyssa dengan seksama dengan ditemani suara degup jantung yang begitu keras. Saat ini Daniel benar-benar seperti orang bodoh.
"Gue cuman mau infoin, kalo gue... Gue keterima di kampus yang kemarin gue daftar."
"Oh bagus. Jangan lupa janjinya ditepatin!" Ucap Daniel dengan gugup. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Daniel masih takut untuk kembali mengekspresikan perasaannya pada Alyssa, takut hal itu hanya akan membuat Alyssa semakin marah padanya.
"I-iya kak."
Daniel masih tidak menyangka bahwa Alyssa benar-benar meneleponnya. Daniel hanya termenung sambil mendengarkan suara Alyssa dari seberang telepon.
"Ka-kalo gitu gue tutup telponnya ya kak,"
"Hm." Jawab Daniel tanpa sadar.
Setelah itu, Daniel tetap menaruh ponselnya di telinganya. Hingga beberapa saat, ia mengerjapkan matanya dan menatap kembali histori panggilan yang mana tertera nama 'My little baby' disana. Panggilan yang ia berikan untuk adik bungsunya.
Haii aku update spesial Daniel POV nih❤️ edisi karena yeonjun lagi ultah hehe... Gimana POV Daniel di chapter ini? Semoga suka ya hehe...
Oiya aku gabisa pastiin next chapter nya bakal update kapan soalnya minggu-minggu ini lagi sibuk banget🥺 tungguin ajaya, kuusahain secepatnya bakal up.
Jangan lupa tinggalin jejak ya! Bisa vote/comment. Sapa tau makin banyak yg ninggalin jejak makin cepet update nya👀✌️
See you~
- A.W.S
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Brother
RomanceAlyssa memiliki 3 kakak laki-laki yang sangat posesif. Masing-masing dari mereka memiliki cara untuk melindungi adik bungsunya. Mereka memiliki kisah yang rumit. Semuanya memiliki rahasia yang mereka simpan dan mereka bagikan kepada orang-orang yang...