Setelah Alyssa menyuruh Aska untuk kembali. Aska tidak langsung pergi apalagi setelah ia tau bahwa di dalam kamar Steven ada Ben juga disana. Mereka berdua sempat saling bertatapan walau sebentar. Namun, Aska mengetahui niat licik Ben dibalik tatapannya.
Aska pergi menuju ruangan Daniel untuk melapor karena ia tidak bisa bergerak bebas jika itu sudah menyangkut hubungan saudara. Bagaimanapun, mereka bertiga tetap atasannya Aska meski ia bekerja untuk Daniel.
"Selamat malam, tuan." Sapa Aska dengan hormat.
"Ada apa?" Tanya Daniel singkat dan kembali fokus pada berkas-berkas yang berada dihadapannya saat ini.
Jantung Aska berdegup kencang. Sungguh aura yang dikeluarkan oleh Daniel bukan main. Aska menelan ludahnya pelan dan memantapkan hati sebelum berbicara.
"Tuan, nona Alyssa berada di kamar tuan muda Steven saat ini."
Daniel menghentikan pekerjaannya sejenak lalu menatap Aska heran. "Lalu?"
Aska melirik sebentar ke arah Daniel sebelum ia kembali menundukkan kepala. "Disana juga ada tuan muda Ben."
Aska dapat melihat raut wajah Daniel yang berubah seketika. Dia benar-benar berdoa agar tidak terjadi sesuatu pada Alyssa agar Daniel tidak bertambah marah. Itu akan menjadi hal yang sangat buruk bagi siapapun.
"Oke. Pergilah beristirahat!" Perintah Daniel dengan dingin.
Aska mengangguk kecil kemudian segera pamit dari ruangan yang mencekam itu. Setelah Aska pergi, Daniel menelepon Terry dengan raut wajah yang begitu serius.
"Halo kak?"
"Besok ke rumah." Ucap Daniel dengan nada datar dan tegas.
Setelah itu, Daniel langsung memutuskan panggilan sejenak lalu menghela napasnya. Matanya menatap kosong untuk beberapa saat sebelum ia kembali fokus untuk bekerja mengurus beberapa dokumen yang masih tergeletak di mejanya.
***
Keesokan harinya di ruangan Daniel, suasana sudah sangat serius. Terry yang sedang fokus mengetik di laptop dan Daniel yang membaca beberapa laporan dari para bawahannya. Mereka berdua diam tidak ada yang berbicara, hanya terdengar suara ketikan dan kertas yang bergesekan.
"Selesai!" Ucap Terry semangat dan memecahkan suasana yang hening itu.
Daniel menaruh dokumen yang tadi ia baca ke meja dan membetulkan posisi kacamatanya. "Bagaimana?"
Terry merenggangkan badannya sebelum menjelaskan situasi yang akan ia jelaskan kepada Daniel.
"Gue udah retas sistem keamanan mereka dan benar, titik lokasi terakhir Zayn ada di Indonesia. Tepatnya di kampusnya Alyssa." Ucap Terry dengan serius.
Daniel sedikit terkejut mendengar Zayn, salah satu musuh bebuyutannya, mengetahui keberadaan Alyssa bahkan dengan lokasi kampusnya.
"Gimana bisa?" Tanya Daniel dengan suara rendah.
Terry kembali sibuk mengotak-atik laptopnya. "Gue rasa... Ada mata-mata di sekitar kita."
"Gue udah tau. Tim Alpha juga udah bergerak, kita tunggu aja." Balas Daniel.
Terry dan Daniel menunjukkan wajah yang sangat serius. Daniel memijit pelipisnya, kepalanya berdenyut. Lalu berdiri untuk mengambil obat di laci dan segera meminumnya.
Terry sedari tadi memperhatikan Daniel memperlihatkan raut wajah yang khawatir.
"Seberapa sering penyakit lo kambuh kak?" Tanya Terry.
"Ngga sering." Daniel menjawab singkat lalu mengalihkan pembicaraannya.
"Lo nginep disini aja malem ini, kita perlu diskusi lanjut untuk masalah ini. Gue mau istirahat bentar." Lanjut Daniel sembari melepaskan kacamatanya.
"Kalo gitu gue mau nemuin Alyssa." Ucap Terry yang dibalas anggukan oleh Daniel.
Terry memperhatikan Daniel yang berjalan keluar. Wajah dan tubuh Daniel tampak terlihat lelah membuat Terry menghela napasnya.
"Lo kuat banget, kak." Gumam Terry.
Selanjutnya, Terry pergi untuk bertemu dengan Alyssa. Terry melihat Alyssa sedang duduk bersantai di pinggir kolam renang bersama Aska yang setia menemaninya. Ia pun menghampiri mereka berdua.
"Hai!" Sapa Terry.
Alyssa menoleh lalu tersenyum senang melihat Terry. "Kak Terry! Duduk kak." Ucap Alyssa mempersilahkan Terry.
Terry pun duduk disamping Alyssa. Ia melihat Aska menunduk hormat kepadanya lalu segera beranjak untuk memberikan ruang kepada Terry dan Alyssa untuk berbicara berdua.
"Lo gaperlu pergi," ucap Terry yang mencegah Aska untuk menjauh.
Alyssa menatap Aska lalu mengangguk setuju dengan ucapan Terry. "Iya, lo disini aja. Lo kan bukan orang asing lagi."
Aska kembali duduk disamping Alyssa. "Baik nona."
Alyssa tersenyum senang lalu beralih ke Terry. "Kak selama ini lo kemana sih? Susah banget buat ditemuin, mana dihubungin juga slowrespon banget."
Terry terkekeh kecil. "Maaf ya, gue sibuk banget bantuin kakak lo ngurus perusahaan."
"Emang sesibuk itu ya kak?" Tanya Alyssa dengan heran. Raut wajahnya terlihat begitu menggemaskan di mata Terry. Diam-diam Aska pun memalingkan wajahnya ke arah lain dan tidak ada satupun yang melihat gerak gerik Aska.
"Iya Al. Lo lupa kalo perusahaan milik Obelia tersebar di berbagai penjuru dunia?"
"Iyasih. Tapi karna gue gapernah dibolehin keluar jadi gue gatau kehidupan di luar tuh kaya gimana." Kata Alyssa sambil memanyunkan bibirnya karena kesal mengingat dirinya selama ini selalu diawasi ketat.
Tangan Terry mengelus pucuk kepala Alyssa dengan lembut. "Percaya sama gue. Itu buat kebaikan lo."
"Emang kenapa sih kak? Minimal kasih tau gue alasannya, biar gue ngerti." Balas Alyssa dengan puppy eyes nya menatap Terry.
Terry hendak menjawab perkataan Alyssa namun matanya menangkap bayangan hitam yang berada di sudut bangunan. Terry menatap Aska yang ternyata juga melihat bayangan itu.
Dengan memberi kode melalui mata, Aska segera pamit pada Alyssa lalu pergi mengejar bayangan hitam itu.
"Nona, saya izin sebentar," ucap Aska yang langsung beranjak tanpa menunggu jawaban Alyssa.
Tentu saja hal itu membuat Alyssa mengernyit heran melihat tingkah Aska yang seperti sedang terburu-buru.
"Aska kenapa ya?" Alyssa menatap Terry dengan pandangan bertanya.
"Mungkin dia mau ke toilet. Ayo kita juga masuk! Kelamaan diluar nanti bikin lo masuk angin." Ajak Terry sambil menarik lembut lengan Alyssa agar berdiri.
Alyssa berdiri mengikuti Terry. Mereka berdua berjalan masuk ke rumah. Terry mengeluarkan ponsel miliknya dan mengetik dengan cepat untuk mengirim pesan pada seseorang. Terry memandang sekeliling ruangan dengan lekat memastikan bahwa keamanan Alyssa benar-benar aman.
.
.Di ruangan lainnya, terlihat Ben duduk di kursi meja kerjanya. Ia terlihat gusar seperti menunggu panggilan seseorang. Ketika ponselnya berbunyi, raut wajahnya seketika berubah serius dan langsung menerima panggilan itu.
"Bagaimana?" Tanya Ben dengan suara yang rendah.
Rahang Ben mengeras mendengar jawaban dari seseorang dibalik panggilan itu. "Bodoh! Buang saja dia atau kau bisa menggunakannya menjadi bahan makanan hewan peliharaan milikmu."
Setelah menyelesaikan panggilan singkat itu. Ben mengotak-atik ponselnya sebentar. Ia tersenyum tipis kala melihat wallpaper miliknya yang menggunakan foto Alyssa.
"Tunggu sebentar lagi ya sayang." Gumam Ben sembari mencium layar ponsel miliknya.
Haloo!!!
Masih mau lanjut lagi engga?
Seperti biasa, jangan lupa buat vote & comment ya💞See you on next chapter ^^
- A.W.S
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Brother
RomanceAlyssa memiliki 3 kakak laki-laki yang sangat posesif. Masing-masing dari mereka memiliki cara untuk melindungi adik bungsunya. Mereka memiliki kisah yang rumit. Semuanya memiliki rahasia yang mereka simpan dan mereka bagikan kepada orang-orang yang...