'hadiah' lainnya.-

1.1K 167 24
                                    

"Masuk sekarang?" Jungkook melirik sekilas, tertawa kecil, sebelum mengangguk beberapa kali guna menjawab pertanyaan yang dilemparkan dengan nada sedikit terpaksa, separuh tak rela, tepat sesaat setelah Taehyung menghentikan mobilnya di depan pagar rumah Jungkook yang sudah tertutup rapat. "Ya udah, sana, masuk" ujarnya sebagai balasan disertai helaan napas panjang. Pada akhirnya, ia tak memiliki alasan untuk menahan entitas Jungkook lebih lama lagi, toh keduanya sudah menghabiskan waktu nyaris lima jam lamanya. Jadi disana, mendapati jarum jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Taehyung memilih mempersilahkan si kekasih untuk keluar dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah.

"Mampir?"

"Nggak, udah terlalu malam, titip salam aja buat bunda"

"Kalo nginep?"

Mendengus keras, Taehyung menyeringai sarkas, sebelah tangannya terangkat guna mengusak acak rambut Jungkook hingga berantakan, ulahnya langsung dihadiahi delikan tajam serta decakan sebal, "sana masuk" ulangnya menekan kalimat yang sama. "Jangan lupa bawa bunganya" lanjutnya mengingatkan, tatkala Jungkook sedang sibuk membereskan barang bawaannya, memastikan agar tidak ada yang tertinggal.

"Makasih buat bunganya"

Taehyung mengangguk ringan, "lo suka?" tanyanya lagi entah untuk kesekian kalinya, seolah-olah jawaban-jawaban Jungkook yang sebelumnya tidak begitu memuaskan.

"Suka"

"Bagus kalo gitu" responnya lagi dan lagi, persis serupa dengan yang sebelumnya. Jungkook menggeleng pelan, merasa tak habis pikir, lalu melepaskan seatbelt yang sedari tadi melindungi tubuhnya dan barangkali ia sudah hendak membuka pintu, jikalau Taehyung tidak menghentikannya dengan memanggil namanya secara tiba-tiba. "Jungkook, sebentar" begitu katanya seraya memajukan tubuhnya, mengikis jarak, mendekati Jungkook dan lantas memeluknya erat. Jungkook terkekeh sembari membalas pelukan Taehyung tak kalah eratnya. Rasanya tidak pernah berubah; selalu nyaman, hangat dan menenangkan. Jadi, untuk sejenak, biarlah waktu terasa seakan-akan berhenti berdetak atau secara perlahan berjalan melambat.

"Selamat buat ujian kelulusan lo"

Jungkook tersenyum senang, mengangguk beberapa kali, menanggapi tanpa suara sembari menikmati aroma harum tubuh Taehyung yang selalu berhasil memabukkan. "Lo udah ngelakuin yang terbaik" bisiknya lagi, berulang kali, terdengar seperti kaset rusak yang selalu memutar kalimat serupa, namun afeksinya jelas terasa begitu besar, sebab Taehyung berujar seraya membubuhkan banyak kecupan sayang di pucuk kepalanya, bersamaan dengan itu sebelah tangannya terangkat naik, mengusap lembut garis punggung dan tengkuk Jungkook terus menerus. "Pasti capek, ya, sayang?" tanyanya begitu lembut, penuh kasih. Jungkook dapat mulai merasakan matanya memanas, bersiap menangis.

"Capek"

"Maaf, ya"

"Mau di usapin terus"

"Iya" -- lalu, keduanya kembali terdiam, membiarkan gerakan yang saling berbicara tanpa suara. Saling berbagi sentuhan dan lagi-lagi merasa sama-sama jatuh cinta, tanpa bosan, tanpa tapi. Berharap semesta terus berbaik hati, sampai terlalu segan untuk menyakiti keduanya. Kemudian setelah lima belas menit berlalu, barulah keduanya saling melepaskan pelukan, membiarkan perpisahan sementara terjadi, dengan Jungkook yang melangkah keluar dari mobil setelah berpamitan, lalu masuk terlebih dahulu ke dalam rumah dan Taehyung yang setia menunggu bahkan hingga pintu utama rumah terlihat sudah ditutup rapat.

Jungkook menghela nafas panjang, senyumannya tak henti terpatri membingkai wajah, ia berjalan ringan menuju anak tangga, hendak langsung menuju kamar seraya sesekali bersenandung riang. Jatuh hati pada sosok yang tepat memang semenyenangkan ini. Pertemuannya dengan Taehyung malam ini yang tanpa rencana, berjalan begitu baik tanpa di duga, ia merasa sebagian beban yang sebelumnya mengendap dalam tubuhnya meluruh seketika bersamaan dengan pelukan yang Taehyung berikan tadi. Sekarang semuanya terasa baik-baik saja, barangkali Tuhan memang sedang sengaja membayar setiap kesulitan-kesulitan yang sebelumnya ia hadapi.

Namun, sayangnya, semua itu tak berlangsung lama, sebab, belum sempat kaki menaiki anak tangga pertama, Jungkook justru mendapati tubuh bunda terbaring kaku di atas lantai, di dekat konter dapur. Dalam sekejap, rasa bahagia yang sebelumnya terasa mengalir deras, kini sirna digantikan rasa takut yang menyesakkan. Lantas ia berlari, menghampiri tubuh bunda, menggoyangkannya beberapa kali sembari memanggil namanya, namun bunda bahkan tidak bergerak sama sekali, apalagi membalas sahutannya.

Jungkook dengan linglung buru-buru berdiri lagi, berlari terburu-buru hingga tanpa sadar menabrak ujung meja, tetapi, seolah tidak begitu peduli, ia terus melanjutkan langkah, membuka pintu dengan kasar lalu berteriak cukup kencang meminta pertolongan, entah keadaannya yang beruntung atau semesta mungkin memang sedang berbaik hati, mobil Taehyung masih ada disana, belum melaju sama sekali, pemiliknya segera keluar dengan terburu-buru, membuka pagar rumah yang belum sempat di kunci dan menghampiri Jungkook dengan ekspresi khawatir yang teramat kentara.

"Kenapa?"

"Bunda pingsan, tolong" pintanya dengan air mata yang sudah mengalir deras membasahi pipi. Taehyung tak lagi membutuhkan penjelasan, berjalan masuk dengan tergesa, dan segera mengangkat tubuh bunda menuju mobilnya untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. "Taehyung..."

"Tutup pintu, temenin bunda di belakang" ujarnya cepat, langsung dituruti Jungkook tanpa banyak bantahan. Malam itu, Taehyung mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, menjelajahi jalanan malam yang sepi tanpa banyak berkata, mobil hanya diisi isak tangis suara Jungkook, sementara ia fokus menyetir dan sesekali melempar tatap lewat kaca yang menggantung di depannya guna memastikan keadaan Jungkook sekaligus bunda yang masih belum sadarkan diri, entah sudah berapa lama perempuan itu menutup matanya, ketakutan yang sama menjalar memenuhi dadanya dan Taehyung tak lagi mampu mengenyahkan banyaknya hal-hal negatif di kepalanya, kali ini, ia bahkan terlalu takut untuk memprediksi keadaan bunda.

Sampai di rumah sakit, bunda segera di larikan ke unit darurat, beruntungnya dokter malam yang berjaga bergerak gesit, ia membawa Jungkook untuk menunggu di kursi yang tersedia. Tubuhnya terasa dingin, bahkan beberapa kali terlihat menggigil, wajahnya yang memerah basah perlahan-lahan mulai memucat, lelaki itu barangkali nyaris kehilangan jiwanya jika Taehyung tidak memanggil namanya dan membuatnya terus terjaga. "Hei, Jungkook" panggilnya, Jungkook menoleh pelan, menatap takut sekaligus khawatir, hendak menangis lagi. "Nggak papa, semua bakal baik-baik aja" ujar Taehyung dengan sepat, lidahnya pahit, rasanya sulit padahal ia juga tengah mencoba menenangkan dirinya sendiri, ia sama takutnya, sama khawatirnya, apalagi kini beberapa dokter dan perawat terlihat berlarian menuju tempat bunda berada.

"Gue hubungi kak Seokjin, ya? Kita butuh dia disini" sarannya, lalu mulai sibuk memainkan ponselnya, tanpa melepaskan pelukannya dengan Jungkook sama sekali. Ketika di beritahu, Seokjin jelas terkejut lalu menangis dan terdengar sama linglungnya dengan Jungkook, beruntungnya Namjoon segera mengambil alih, mengatakan akan segera menyusul kesana. "Kak Seokjin sama kak Namjoon bentar lagi datang, lo tenang dulu, ya?"

"Takut" bisik Jungkook dengan suara yang bergetar hebat, lelaki itu kembali menangis, dan Taehyung tak lagi kuasa untuk menenangkannya, sebab sejujurnya ia juga tak tahu cara yang tepat untuk menenangkan dirinya sendiri. Pada akhirnya mereka hanya saling berbagi pelukan, sampai Seokjin dan Namjoon datang, mereka terlihat sama kacaunya, Seokjin langsung memeluk Jungkook, keduanya hanya mampu menangis bersama, sampai akhirnya dokter yang menangani keluar dari ruangan, ekspresinya tak tertebak, hanya berkata singkat meminta keluarga untuk masuk ke dalam ruangannya untuk membicarakan kondisi sang bunda.

"Gimana keadaan bunda kami?" Alih-alih menjawab, dokter malah menunjukkan layar besar dihadapan mereka, menunjuk beberapa titik dan bagian, lalu menjelaskan keadaan bunda yang tidak begitu mereka pahami, yang jelas, singkatnya kondisi bunda terdengar begitu buruk, dan disana Jungkook serta Seokjin menunggu dengan was-was diagnosis yang hendak disampaikan.

"Diagnosa pertama saya, bunda kalian mengalami acute myeloid leukemia type AML stadium tiga" begitu katanya, "dan sepertinya ini bukan kanker yang pertama kali, sebab sepertinya leukemia yang sekarang ada adalah efek dari kemoterapi dari yang pernah bunda kalian lakukan dulu" seolah tersambar petir, mereka hanya mampu terdiam, membeku, tanpa suara, setelahnya, kalimat dokter terasa seperti angin yang berlalu, tidak lagi terdengar, seolah-olah bersamaan dengan itu, jiwa mereka ikut terbang meninggalkan raga masing-masing.










____

Konflik terakhir?? Entah, bisa di sebut gitu atau nggak, hehe. Setelah ini dibuat sakit dulu ya, mungkin ini bakal jadi bagian yang paling sakit? Jangan terlalu banyak berharap.

Pacaran √ tkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang