Pernikahan Seokjin&Namjoon.-

1K 158 13
                                    

Satu hari sebelum acara pernikahan Seokjin; rumah menjadi ramai-- tetapi, Jungkook memilih melarikan diri. Menepi dari bisingnya kegaduhan yang terjadi, sebab faktanya meski sekitarnya berisik, ia justru malah merasa seperti sedang sendiri. Jadi disana, memanfaatkan keberadaan Taehyung, keduanya melipir mampir ke tepian pantai seraya menikmati hamparan laut luas di penghujung hari dengan cantiknya matahari sore yang disuguhkan semesta, ada hening yang sedari tadi dibiarkan terus mendominasi, keduanya sibuk mengamati lewat mata telanjang salah satu keindahan di bumi, tanpa banyak tanya, hanya saling terus bertautan dengan jarak yang tak lebih dari seinci, kepala Jungkook bersandar nyaman pada bahu tegap milik Taehyung, sesekali ciuman terasa dibubuhkan pada pucuk kepalanya, disertai hembusan nafas teratur. Pada saat-saat seperti ini, orang-orang yang melihat mereka mungkin akan mengira jikalau keduanya memiliki hubungan romansa yang teramat manis, menyembunyikan fakta bahwa sejujurnya mereka lebih banyak saling memaki ketimbang melakukan berbagai bentuk kasih sayang sebagai afeksi.

"Seokjin besok nikah..." membuka suara lebih dulu, Jungkook memulai pembicaraan dengan acak, diakhiri satu helaan napas berat. Perasaan sedih singgah memenuhi dadanya hingga menjadikannya sedikit sesak, kendati begitu tidak dapat dipungkiri kebahagiaan turut hadir menyertai. Hanya saja, memikirkan kehidupannya berubah tanpa kehadiran Seokjin nanti, cukup banyak membuat ia merasa bersalah sebab malah berakhir sendu. Ia tidak bermaksud begitu, tetapi bagaimanapun ia dan Seokjin sudah bersama-sama selama nyaris tujuh belas tahun lamanya, dan meskipun tujuh puluh persen isi dari pertemuan keduanya hanyalah sebuah keributan tanpa makna, ia tetap akan merasa kehilangan. "...dan gue merasa sedih" lanjutnya lagi. "Gue tau ini egois, tapi jujur gue takut kehilangan dia"

"Kak Seokjin nggak pergi jauh, cuman pindah rumah"

Menghembuskan napas panjang, Jungkook mengangguk setuju, "tetep aja. Biasanya gue ketemu dia setiap hari" keluhnya. "Gue nanti sendirian, nggak ada yang ngajak ribut lagi, nggak ada yang berisik lagi" katanya lagi, persis seperti seorang anak-anak yang baru saja berpisah dengan sahabat sejatinya di masa sekolah dasar.

Taehyung berdecih, "Padahal lo sering bilang benci dia"

"Ya, meskipun gue benci dia, karena tukang nyuruh-nyuruh, nyebelin dan suka ngomel, gue sebenernya nggak suka kesepian, lumayan kalo ada dia kan ada hiburan" sanggahnya berusaha memberi pembelaan diri, tetapi justru kalimatnya malah terdengar seperti tengah mengejek sang kakak hingga Taehyung hanya menanggapi dengan gelengan kepala pelan, merasa tak habis pikir. Setelahnya, hampir satu menit hening, sampai Jungkook kembali melanjutkan pembicaraan, "Selama ini, gue cuman punya bunda sama Seokjin sebagai keluarga, kami hidup bertiga, dan Seokjin jadi satu-satunya figure lelaki baik di hidup gue sejak ayah pergi juga sebelum gue kenal lo. Kalo dipikir-pikir sekarang, hidup jadi Seokjin pasti sulit, dia sulung, punggungnya berat, ada beban yang harus selalu dia bawa kemana-mana yaitu gue sama bunda. Peran dia lebih dari seorang kakak, lebih dari seorang anak dan lebih dari seorang Seokjin biasa. Dia jadi ayah buat gue, kakak, bahkan juga temen. Dia laluin banyak hal, Tae. Selalu jadi yang paling depan buat jagain gue sama bunda, pasang badan kalo ada yang berani jahatin kita, padahal usianya saat itu cuman bocah baru tamat sekolah dasar." Jungkook mengambil jeda, tatapannya kosong menerawang pada masa lalu, di tengah-tengah air matanya yang turun perlahan-lahan membasahi pipi, Jungkook tersenyum tipis.

"Jadi Seokjin pasti banyak sakitnya. Dia berharga buat gue, bohong kalo gue bilang benci dia, bohong kalo gue nggak sayang dia" katanya lagi. Ia terisak kecil, akhirnya kegundahannya beberapa hari belakangan ini tumpah ruah, dibahu Taehyung. "Demi Tuhan gue seneng banget liat dia bahagia dengan orang yang paling bunda restui, juga orang yang paling gue setujui. Tapi, gue nggak bisa bohong kalo gue juga ngerasa sedih dan gue ngerasa bersalah karena itu"

Taehyung mengangguk beberapa kali, kini mengerti kenapa Jungkook terlihat murung sedari tadi, barangkali karena perasaan bersalahnya itu. Tetapi Taehyung tidak buru-buru menanggapi, membiarkan sejenak sampai tangisan Jungkook berangsur-angsur mereda. "Lo nggak perlu merasa bersalah. Perasaan sedih lo itu valid" sahutnya sebagai respon pertama. "Gue bahkan sekarang yakin kak Seokjin juga ngerasain hal yang sama, dia sayang lo, lo juga berharga buat dia" katanya lagi, "lagipula pernikahan kak Seokjin sama kak Namjoon besok nggak akan ngerubah hubungan diantara kalian, nggak akan ngerubah fakta kalo lo adiknya kak Seokjin dan juga sebaliknya. Bedanya kali ini, kakak lo jadi dua. Dan barangkali konsekuensinya kak Seokjin jadi punya tambahan prioritas lain, tapi apapun itu, dia tetep kakak lo, lo tetep punya hak buat andalin dia dalam banyak hal, bahkan bukan cuman kak Seokjin, tapi lo juga bisa andalin kak Namjoon" paparnya berusaha menenangkan.

"Mungkin lo bakal ngerasa kesepian, tapi kak Seokjin kan nggak kemana-mana, datangi dia, gangguin, ajak berantem kalo perlu" diakhiri kekehan ringan, Jungkook yang tengah mendengarkan dengan seksama mendongak, memukul pelan pahanya hingga si empunya mengaduh lebay. "Anggap aja ini bagian dari proses biar hidup lo nggak bergantung terus sama orang lain, karena nyatanya suatu saat nanti, lo juga bakal punya kehidupan sendiri, tapi bukan berarti lo dan kak Seokjin jadi asing, toh dalam tubuh kalian mengalir darah yang sama" Jungkook mengusap perlahan-lahan pipinya yang basah menggunakan ujung lengan pakaian yang dikenakan Taehyung, si kekasih sama sekali tidak protes, hanya terdengar mendengus pelan.

Selalu ada saat-saat seperti ini ketika bersama Taehyung dan Jungkook merasa nyaman; berbicara berdua dengan Taehyung, menumpahkan keluh kesahnya dan berakhir saling bercumbu. "Jadi Seokjin pasti berat, tapi jadi lo juga pasti nggak mudah" malam itu ditutup dengan sebuah pelukan erat. Taehyung mengantarnya ke rumah saat jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, rumahnya barangkali belum menjadi sepi, tapi tatkala kaki dibawa masuk ke dalam dan ia bertemu entitas Seokjin, tangisannya malah pecah seketika. Keduanya memutuskan mengurung diri di dalam kamar si kakak, saling berpelukan dan menangis bersama-sama-- sepakat menghindar dari pertanyaan orang-orang.

"Mata lo bengkak. Masa mau nikah besok tapi mata lo bengkak" cemoohnya tatkala tangisan keduanya mulai berhenti.

"Biar" Seokjin menyahut acuh, mengeratkan pelukannya pada tubuh sang adik. "Temenin gue malem ini" katanya.

"Gue tadi sama Taehyung"

"Nggak usah pamer, anjing. Besok juga gue ketemu Namjoon" balasnya sewot, Jungkook hanya tertawa mengejek, merasa puas sebab sang kakak tidak bisa bertemu dengan si kekasih tiga hari belakangan ini. "Dia brengsek sama lo?" tanyanya, berusaha menebak ke arah mana pembicaraan keduanya akan berakhir, tetapi mengingat Jungkook datang dalam kondisi yang sedikit kacau, maka ia langsung menembak pada spekulasi negatif. "Lo nangis?"

"Sedikit"

"Kenapa?"

"Gara-gara lo besok nikah"

"Kok gue? Ngomong yang jelas, jangan bikin salah paham"

Jungkook terkekeh kecil mendengar Seokjin membalas dengan separuh panik, "sorry, tapi gue sedih karena besok lo mau nikah. Bukannya gue nggak seneng, demi Tuhan gue bahagia karena lo nikah sama orang yang tepat. Cuman, ya, sedih aja gitu, nanti gue sendirian di rumah, nggak ada yang nyebelin, nggak ada yang masakin, nggak ada yang berisik kayak lo"

"Alay" cacinya, tetapi Seokjin justru diam-diam kembali menangis. "Kayak gue bakal pergi jauh aja, kalo kangen tinggal mampir aja, cuman tiga puluh menit doang" lanjutnya lagi, dari nada suaranya yang bergetar, Jungkook yang tengah dipeluk dari belakang dalam posisi terbaring jadi tahu jikalau Seokjin tengah menangis lagi.

"Lo nangis lagi?"

"Nggak"

Jungkook menghela nafas panjang, air matanya ikut turun membasahi pipinya kembali, "kak, menikahlah besok dengan sosok yang paling gue setujui, berbahagialah, gue yakin dia pilihan yang tepat. Besok gue antar ke altar, ya, kak. lo harus bahagia lebih dari apapun dan lebih dari siapapun" katanya seraya berbalik, lalu membalas pelukan Seokjin tak kalah eratnya.

"Lo tau? Gue nggak pernah nyesel jadi kakak lo. Gue ini selalu merasa jadi kakak yang paling beruntung karena punya lo, kook" dan begitulah keduanya berakhir menangis lagi, saling berpelukan lagi, sampai akhirnya tertidur bersama-sama. Barangkali, Taehyung benar. Bukan hanya Jungkook yang merasa Seokjin berharga, sebab pada kenyataannya Seokjin juga merasakan hal yang sama. Sebesar apapun mereka dan sebanyak apapun mereka saling bertengkar, keduanya tetaplah saling menyayangi satu sama lain, selayaknya kakak dan adik, lalu begitulah tugas Jungkook di kesokan harinya sebagai seorang adik laki-laki, pengganti ayah, mengantarkan kakak satu-satunya ke atas altar, menuju Namjoon yang menunggu dengan gugup.

"Jaga dan rawat kakak gue dengan baik, tolong beri dia banyak bahagia, gue percaya sama lo, kak" ujarnya sesaat sebelum memberikan lengan Seokjin untuk di genggam Namjoon. Hari itu, barangkali sendu biru melingkupi, tetapi bahagia jelas tidak dapat dipungkiri. Namjoon dan Seokjin resmi menikah.

Pacaran √ tkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang