ekstra chapter;

1.3K 157 18
                                    

“Bunda, ini Jungkook” —— Kunjungan hari itu bukan hanya yang pertama kali untuk Taehyung, tetapi juga untuk Jungkook. Setelah sembilan tahun berlalu dari sejak raga bunda dibawa pulang ke tanah air dan dikebumikan, ini kali pertama Jungkook datang dan singgah melihat nisannya secara langsung dengan mata telanjang, setelah bertahun-tahun hanya lewat sebuah foto atau vidio singkat yang Seokjin kirimkan. Rasa bersalah tertumpuk begitu banyak, disertai penyesalan yang teramat dalam; diam-diam ada rindu yang meluruh bersamaan dengan air matanya yang terjatuh. Tetapi, waktu itu, memang sulit. Kehilangan bunda membekaskan luka yang teramat besar, Jungkook kesakitan tiap kali mengingatnya, berkunjung seperti ini sama saja dengan bunuh diri, beruntungnya Seokjin memaklumi kendati berulangkali memintanya untuk pulang kembali. “Maaf baru sekarang, Jungkook sakit, bun” ia mengadu, berucap dengan terbata-bata, sembari menangis pilu. Ada banyak hal yang sebenarnya ingin ia utarakan melalui susunan kalimat yang sebelumnya sudah ia persiapkan, namun lidahnya seolah kelu, ia kehilangan kosa kata dan kepalanya menjadi kosong.

Memejamkan matanya sesaat, Jungkook menghembuskan napas panjang, senyumannya mengembang sendu tatkala bayangan bunda melintas dalam kepalanya; ini terasa nyata, bunda seakan-akan ada dihadapannya, tersenyum dengan lembut, memandangnya dengan sorot penuh kasih. Tak ada yang berubah, bunda tetap terlihat menawan seperti dulu. Di sebelahnya, Taehyung berusaha menenangkan lewat usapan yang dibubuhkan pada sepanjang garis punggung Jungkook, sesekali Taehyung berbisik pelan tepat di telinganya dengan kalimat serupa berulang kali seperti sebuah mantra ajaib, “nggak papa, semuanya bakal baik-baik aja, gue disini” lucunya kalimat itu memang terasa ampuh, hati Jungkook menghangat, ia perlahan-lahan mulai mampu mengendalikan emosinya meski masih terisak-isak.

“Jungkook nggak datang sendirian, bun” ia melirik ke arah Taehyung, mengambil sebelah lengannya untuk digenggam hangat, kemudian tersenyum tipis, “disini ada Taehyung, lelaki yang paling bunda restui untuk bersanding dengan bungsunya bunda ini” lanjutnya yang mana membuat Taehyung ikut tersenyum, merasa malu sendiri, seketika kalimat bunda saat itu terngiang kembali di telinganya. 

“Kami bertemu lagi, seperti panjatan doa-doa bunda dulu. Semesta akhirnya berbaik hati dan semoga selalu seperti ini. Sejak kepergian bunda, banyak hal yang sudah terjadi, datang dan pergi, berlalu, kemudian menghilang dan berganti lagi. Tetapi, barangkali, Jungkook baru sempat mengatakannya sekarang ini, bunda, terimakasih karena sudah berjuang begitu hebat, berusaha bertahan dan berupaya untuk sembuh. Sekarang bunda nggak perlu merasa kesakitan lagi, pergilah dengan tenang, bun, karena bunda sudah berhasil menjadi sosok seorang ibu. Jungkook sayang bunda” ujarnya dengan begitu tulus diakhiri hembusan nafas lega—— pada akhirnya kalimat itu mampu diucapkan dengan begitu fasih, Jungkook merasa beban yang selama ini memberatkan dadanya perlahan-lahan berangsur menghilang. Ia merasa sudah nyaris seratus persen sembuh.

“Gimana rasanya, Jung?”

Jungkook menoleh, “lebih baik” jawabnya disertai senyuman lebar.

Sementara, Taehyung balas mengangguk, beralih menatap pusara bunda, sebelah tangannya yang lain bergerak mengusap batu nisan milik bunda secara perlahan-lahan, merasakan kasarnya ukiran nama bunda lengkap dengan tahun kelahiran dan kematian yang tertera diatasnya. Ia merindu, pada sosok bunda yang selalu menyediakan rumah ternyaman untuknya. “Bunda, ini Taehyung” ujarnya memulai pembicaraan, menggunakan kalimat permulaan serupa seperti yang Jungkook katakan sebelumnya. “Maaf karena baru sempat datang sekarang. Taehyung rindu” ia menunduk, menghembuskan nafasnya secara perlahan-lahan ketika suaranya mulai terdengar bergetar dengan matanya yang berkaca-kaca. Kini giliran Jungkook yang berusaha menenangkannya, ia mengusap sebelah lengan Taehyung yang masih dalam genggaman seolah memberikan kekuatan.

“Dulu, Taehyung sempat merasa sakit hati dengan keadaan, bagaimanapun berpisah dengan Jungkook nggak pernah Taehyung perkirakan. Maaf pernah merasa terluka, padahal bunda juga nggak menginginkan hal yang sama” Pertahanannya gagal—— air matanya tumpah ruah, tak terbendung, ia menangis kecil, membiarkan emosi yang selama ini tertahan meluruh; rasa bersalah, luka, sakit hati, juga rasa kehilangan. Semuanya menjadi satu, bercampur padu, mencabik-cabik hatinya, sekaligus menguapkan satu beban berat yang selama ini ini terasa membelenggu dada. Sama seperti halnya Jungkook, Taehyung juga merasa lega sekaligus kembali utuh. “Tapi sekarang semuanya sudah baik-baik saja dan bunda nggak perlu merasa bersalah lagi, karena Taehyung sudah memaafkan dan belajar untuk merelakan.” Katanya melanjutkan dengan tangisan yang tak kunjung berhenti.

“Terimakasih karena pernah menerima Taehyung dengan baik, sekarang Taehyung meminta izin untuk mengambil sisa hidup bungsunya bunda untuk dihabiskan bersama dengan sisa hidup yang Taehyung miliki, semoga bunda selalu merestui” katanya dengan serius, penuh kesungguhan serta kemantapan hati—— lalu, siang itu berakhir dengan panjatan doa-doa tulus untuk bunda, keduanya memutuskan untuk pulang, melanjutkan perjalanan pada destinasi kedua sebagai persinggahan sebelum kembali saling berbagi pelukan di hangatnya selimut milik Taehyung. 

Hujan mulai mengguyur bumi, menampakan diri, menggeser kekusaan matahari yang sempat muncul untuk semetara waktu sebelum digantikan mendung. Jungkook buru-buru berlari ke teras rumah begitu mobil sudah terparkir di pekarangan depan, diikuti Taehyung dari belakang, lelaki itu lupa tidak membawa sebuah payung hingga keduanya harus sedikit kebasahan. Jungkook terkekeh, mengusap acak rambut setengah basah milik Taehyung yang mulai memanjang sebelum berjalan mendahului mendekati pintu utama rumah. Sementara Taehyung hanya mendengus, menyisir asal rambutnya, seraya memperhatikan sekeliling rumah yang dulu seringkali ia datangi. Tidak banyak yang berubah selain terasa lebih luas, besar dan juga asri. Ada beberapa tanaman yang menghiasi, sebagian banyaknya diisi oleh tanaman bonsang entah milik siapa, sebagian lagi dipenuhi bunga-bunga cantik sebagai tanaman hias.

“Tae, ayo masuk” ajak Jungkook sesaat setelah membuka pintu menggunakan kunci cadangan yang Seokjin berikan tempo hari lalu. Keduanya berjalan beriringan, melewati ruang tamu, melintasi ruang tengah, mendekati suara-suara samar yang terdengar dari arah dapur, kemudian mendapati Seokjin berdiri membelakangi sedang sibuk mencuci sesuatu, sementara Namjoon berjalan perlahan-lahan menuju meja makan sembari membawa satu hidangan makan siang. 

“Hati-hati, Joon. Jangan sampai tumpah”

“Iya saya—— Aw… panas”

“Joon”

“Sini kak, gue bantu” Namjoon lantas mendongak, terkekeh kikuk, kemudian menghembuskan nafas lega seraya membiarkan Jungkook mengambil alih pekerjaannya. “Makasih, dek” bisiknya diiringi acungan sebelah jempol tangannya, Jungkook hanya mendengus sebagai balasan. 

Sementara, Namjoon barangkali sudah hendak berbalik dan pergi untuk menghampiri Seokjin lagi, tetapi pergerakannya refleks terhenti ketika ekor matanya tidak sengaja menemukan satu entitas asing yang berdiri di ambang pintu. “Taehyung?” panggilnya dengan nada tanya sebab separuh meragu, ia tidak begitu yakin dengan yang dilihatnya sekarang, tetapi yang disebutkan namanya justru terlihat berjalan mendekat dengan senyuman yang mengembang lebar.

“Hah? Taehyung?” Nada tanya lain terdengar dari arah belakang punggung Namjoon, Seokjin berdecak keras sembari membalikkan tubuhnya, lalu sesaat kemudian pupil matanya membesar karena terkejut, untuk beberapa detik ia terlihat membeku di tempat, kemudian menyahut keras, “what the fuck? What’s going on?” tanyanya dengan nada separuh frustasi, ia berjalan mendekat dengan terburu-buru, menarik pelan tubuh Taehyung dan ditelaah sejenak. “Ini Taehyung? Gila” gumamnya pada dirinya sendiri, ia melirik ke arah Jungkook yang malah mengumbar senyuman.

“Iya, kak, ini gue”

“Kok bisa? Kalian berdua...” Seokjin menunjuk Taehyung dan Jungkook secara bergantian, lalu ketika Jungkook memberikan anggukan seolah-olah mengerti dengan maksud yang hendak ia ucapkan, Seokjin kehilangan kosa katanya, “OH GOD” pekiknya heboh, “semesta akhirnya berbaik hati” katanya dengan suara yang lirih, matanya berkaca-kaca, ditatapnya Taehyung sekali lagi untuk memastikan, lalu dipeluknya erat. “Terimakasih banyak, Tuhan. Terimakasih” bisiknya lirih di sela-sela tangisannya yang meluruh. Mungkin beginilah cara semesta membalas setiap luka yang dulu pernah ditorehkannya. 

Pacaran √ tkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang