52. Angin Lalu

482 15 0
                                    

SETELAH keduanya menyelesaikan ritual melepas rindu, keduanya turun dan melangkah beriringan menuju koridor.

Alkana berjalan dengan meletakkan satu lengannya di pundak seperti kebiasaannya, keduanya tidak perlu malu lagi karena semua teman-temannya sudah tau jika mereka berpacaran, bahkan Sandra sering mendengar di antaranya ada yang iri dengan kedekatan mereka kerena selama ini tidak ada wanita yang mampu menaklukkan hati Alkana.

"Ra, gimana kalau kamu coba priksa ke dokter," Alkana agak berbisik.

Sandra mendongak, "Buat apa?"

"Ya biar tau gimana keadaan bayinya, emang kamu nggak penasaran?"

Sandra berhenti, begitu juga dengan Alkana yang kemudian menurunkan lengannya.

"Tapi aku malu, aku juga nggak tau gimana caranya."

Alkana diam beberapa saat, ia juga bingung dengan siapa Sandra harus berkonsultasi. "Gimana kalau ke dokternya sama Mama aku aja?"

Sandra mengerjap, yang benar Alkana akan mengatakan kehamilannya pada Fany. Apa ia tidak salah dengar?

"Kamu yakin?" Sandra menatap pacarnya tidak percaya, "Aku takut tante Fany marah."

"Awalnya mungkin iya, tapi lama-lama Mamaku pasti ngerti. Lagian cepat atau lambat Mama ku harus tau," Alkana kemudian menoleh ke kiri dan kanan, lalu berbisik, "Kita mau nikah kan?"

"Ya mau."

"Yaudah, jadi mau ya?"

Sandra diam beberapa saat, sebenarnya ia kurang yakin tapi ia tidak punya pilihan lain, "Iya deh."

"Tinggal jawab iya aja susah, padahal tadi waktu ngomong nikah jawabnya cepat" ucap Alkana yang kemudian melangkah lebih dulu.

Tak lama kemudian, "Al tunggu!" Sandra berteriak lalu berlari mengejar Alkana.

Awalnya Alkana terus melangkah, namun sesaat kemudian ia teringat jika Sandra sedang hamil, dan Sandra berlari. Astaga, mengapa gadis itu sangat sembrono.

"Ra...." Alkana berputar arah dan berhenti, "Jangan lari-lari," katanya, sedikit panik.

Sandra yang sudah tiba di depannya hanya cengengesan, "Aku lupa."

Alkana melotot, "Sini pegangan, biar nggak jatuh." Alkana menautkan jemarinya dengan milik Sandra lalu melangkah beriringan.

"Kayaknya nggak harus gini juga deh Al,"

Sandra menatap Alkana heran, bagaimana tidak Alkana mengenggam tangannya sangat erat seperti akan menyebrang jalan raya.

"Aku takut kamu kenapa-kenapa...."

Sandra tersipu dengan rona pipi bersemu merah, lalu mengangguk.

Di sisi lain, Satria yang baru saja datang tak sengaja melihat pemandangan tak mengenakkan. Rasanya ingin sekali ia merebut paksa gadis yang ia puja dari tangan Alkana tapi apalah daya, ada hati yang tak bisa dipaksa.

Tangan Satria yang mengepal ia hempaskan pada dinding dikoridor, ia muak melihat Alkana yang nampaknya sangat mudah untuk mendapatkan Sandra. Sementara ia yang selama ini mengincar gadis itu tidak mendapatkan apa-apa. Miris!

"Sat, tangan lo berdarah...." dari arah belakang Riska muncul dan langsung meraih tangan Satria yang terlihat memar.

"Bukan urusan lo," Satria menarik diri kemudian melangkah pergi.

"Harusnya lo tau kalau sandra nggak pernah lihat keberadaan lo...."

Satria berhenti mendengar kalimat itu.

NEVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang