47. Terpaksa Pulang

547 19 3
                                    

   ALKANA bersyukur karena meskipun Sandra mudah marah ia gampang di bujuk, sangat sesuai dengan dirinya yang memang tidak bisa merayu. Apalagi merayu wanita, ia bukan ahlinya.

Beruntung Sandra sangat mengerti dirinya dan bisa percaya hanya dengan sebuah kata. Alkana pikir akan sulit membujuk Sandra agar percaya dengannya, ternyata tidak. Sandra memberinya kesempatan asalkan Alkana tidak mengulang lagi perbuatan serta kebiasaan buruknya selama ini.

Tentu saja Alkana tidak keberatan, kehilangan Ratu bukan masalah besar baginya karena yang terpenting ia bisa mengambil kepercayaan kekasihnya lagi. Bahkan Alkana beruntung, sebab meskipun tidak ada Ratu masih ada Sandra yang bisa memuaskannya. Every day, every time. hidupnya memang indah bukan?

Sudah beberapa minggu berlalu, hubungan Sandra dan Alkana terus membaik. Keduanya semakin mengenal satu sama lain, saling pengertian dan saling percaya. Keduanya menyadari jika mereka saling membutuhkan dan sudah bergantung. Berpisah adalah hal yang tak pernah terlintas di benak keduanya. Nyaman, itu menjadi alasan keduanya untuk tetap bertahan.

Tiada hari yang ia lalui tanpa kebersamaan baik dirumah maupun di sekolah, Sandra dan Alkana seperti tidak akan terpisah sampai membuat orang-orang yang melihatnya merasa iri.

Seperti saat ini contohnya, mereka sedang duduk berdampingan di kantin dengan meniadakan jarak di antara mereka bahkan lengan keduanya saling bersinggungan. Jery yang berada di depannya merasa risih sekaligus tersiksa karena kejombloannya.

Sandra dan Alkana masih berkutat pada makannya tanpa menyadari sejak tadi Jery nampak gelisah di kursinya. Ia menyesal mengikuti saran Alkana untuk makan bersama, jika tau akan jadi obat nyamuk lebih baik ia duduk sendiri. Biarlah seperti penjaga gawang, yang penting ia tidak minder seperti sekarang.

"Sayang, tisu..." Sandra menunjuk tisu yang ada di samping Alkana.

Alkana yang sedang makan menyempatkan diri untuk menuruti permintaan pacar kesayangannya.

"Makasih," ucap gadis itu sambil tersenyum manis. Sedang Jery yang ada di depannya hanya memutar bola mata, jengah.

Lama-lama berada di sini ia bisa mual.

Jery tidak pernah menyangka Alkana yang dulunya tidak pernah mempunyai niat ingin berpacaran kini sudah menjelma menjadi bucin, sungguh itu bukan Alkana yang ia kenal. Tapi di sisi lain ia senang melihat temannya lebih berbahagia, meskipun kini ia yang menderita karena selalu di nomor Duakan. Nasip!

"Al, ntar malem temenin gue clubbing ya?" Jery membuka obrolan.

"Kayaknya nggak bisa Jer, soalnya gue udah janji sama...."

"Nggak papa, kasihan Jery" Potong Sandra, "Tapi ingat, kamu jangan dekat-dekat sama cewek itu, jaraknya harus Dua meter. Ingat ya Dua meter!"

Alkana menghela napas, lalu memutar arah menghadap kekasihnya. "Ra, aku udah janji dan aku nggak mau...."

"Al...." Sandra menatapnya lebih dalam. "Nggak papa, aku izinin. Lagian kasian Jery, selama inikan kamu keluarnya sama aku terus."

"Nggak nggak, aku nggak mau. Aku bisa cari ke tempat lain selain itu."

"Sayang...." Sandra menyela, membuat Jery yang melihat Alkana beralih pada Sandra. "Nggak papa...."

"Nggak, Ra. Sekali aku bilang nggak ya nggak."

Jery bertopang dagu seraya menyimak perdebatan tidak penting di depannya. Ia yang semula berniat agar tidak terkesan menjadi obat nyamuk kini malah menjadi obat nyamuk yang sesungguhnya. Hidup macam apa ini?

****

     Sandra menatap Alkana bosan, sudah Dua jam lebih Alkana mengajarinya, dan sejak tadi ia belum di perbolehkan istirahat. Padahal seusai makan malam tadi Alkana bilang hanya sebentar tapi sampai sekarang belum juga selesai.

NEVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang