22. Mimpi Atau Nyata

2.3K 66 0
                                    

 
DITAMAN belakang sekolah di bawah pohon yang rindang Alkana duduk di sebuah kursi kayu. Ia sengaja menyendiri di sana menenangkan diri. Matanya menatap lurus namun tatapanya kosong tak sebanding dengan betapa banyak yang bercokol di kepala.

Tak berapa lama kursi panjang yang ia duduki terasa bergoyang tanda bahwa ada orang lain yang duduk di sampingnya. Alkana menoleh melihat siapa orang itu.

"Sorry Al" ucap lelaki di samping Alkana sejurus kemudian, "Nggak seharusnya gue ngungkit-ngungkit masalah nyokap lo" sesal orang itu yang tak lain adalah sahabatnya.

Jery adalah orang yang paling tidak bisa marah terlalu lama jika dengan Alkana. Lagipula ia laki-laki, sesakit apapun pukulan dari temanya tidak akan membuatnya dendam. Berbeda dengan perempuan yang bisa saling mendiami satu sama lain sampai berhari-hari bahkan tidak saling menyapa. Jery tidak seperti itu, ia ingin pertengkarannya segera usai.

Pada dasarnya sesama lelaki memang lebih mudah berdamai jika dalam masalah bukan?

"Gue nyesel" lirih Jery lagi.

Alkana tertegun mendengar pengakuan itu, tapi ia lega Jery mau mengakui kesalahannya.

"Lupain, nggak penting dibahas" tutur Alkana datar seraya mengalihkan pandangannya menatap objek lain.

Jery mengangguk mengerti lalu memperbaiki posisi duduknya menghadap Alkana.

"Lo udah nemuin dimana Sandra?" Jery menatap lekat temanya "Gue tau lo lagi nyari dia" tebaknya penuh keyakinan.

Alkana mengangkat sebelah alisnya seraya melirik Jery sekilas, "Lo tau dari mana?"

Keduanya masih tampak canggung meskipun seharusnya tidak perlu.

"Lo sendiri yang cerita ke-gue."

Alkana mengerjap mengingat kapan ia bercerita mengenai Sandra, tapi sekeras apapun ia berusaha Alkana tidak bisa mengingatnya.

"Kapan?"

Jery tersenyum hambar lalu berkata, "Waktu lo mabuk. Bukan cuma itu lo juga bilang tentang semua yang lo lakuin ke Sandra."

Alkana menghela nafas panjang lalu memijat pelipisnya. Bodoh, ia merasa benar-benar bodoh. Mengapa ia sangat ceroboh dan membuka aibnya sendiri.

"Selama ini lo nggak pernah mabuk, tapi tadi malam lo kehilangan kendali. Apa sepenting itu Sandra di hidup lo, sampai bisa bikin lo mabuk berat?"

Jery sengaja melontar pertanyaan yang menyudutkan, ia geram melihat Alkana selalu menghindar jika di tanya mengenai perasaanya terhadap Sandra.

"Bahkan saat lo punya masalah sama keluarga lo, lo nggak pernah sampai lost control."

Alkana diam, menunduk tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaan Jery.

Lama Jery menunggu jawaban dari lawan bicaranya namun Alkana hanya diam. Tidak ada satu kosa katapun yang mampu Alkana ucapkan untuk membela diri.

Jery mengangguk. Mengerti jika sahabatnya tengah berada di fase dilema. Dimana ia belum bisa memutuskan tentang perasaanya. Mungkinkah benar jatuh cinta atau sebatas merasa bersalah atas secandal yang terjadi.

Jery menepuk pundak temanya, "Gue cuma nanya, lo mikirnya serius banget."

Lelaki berambut ikal itu berusaha mencairkan suasana "Biasa aja lagi, lo bisa jawab lain waktu."

Alkana menoleh, Jery memang paling bisa membuatnya terbebas dari himpitan tak kasat mata yang menyiksanya.

"Iya" Alkana mengangguk linglung tidak punya pilihan lain.

NEVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang