SANDRA melangkah memasuki pintu rumahnya dengan mengendap-endap. Sebuah kebiasaan yang tidak pernah hilang dalam dirinya, yaitu pulang sampai jam satu malam. Sepenuhnya Sandra tau kakaknya pasti marah kalau ia pulang lebih dari jam sepuluh tapi bukan Sandra namanya jika menuruti Rena.Klek...
Sandra terkejut mendengar suara saklar lampu yang tiba-tiba berbunyi dan dalam sekejap menerangi seluruh sudut ruangan.
"Dari mana aja kamu?" Rena menatap Sandra yang berdiri di depannya dengan sorot mata elang.
Sesaat Sandra memutar mata jengah lalu melangkah melewati Rena seolah tidak terjadi sesuatu.
"Sandra!" pekik Rena.
Sandra berhenti, ia menjawab dengan suara tak kalah keras "Tanpa Sandra jawab kakak udah tau, kan jawabannya."
"Sudah berapa kali kakak bilang?"
"Kak Rena juga nggak pernah dengarin apa kata Sandra!" Sandra membalik arah menatap lawan bicaranya.
"Kakak nggak mungkin nurutin mau kamu dan biarin kamu tinggal sendirian, mau jadi apa kamu?"
Sandra diam mengalihkan pandangannya menatap kearah lain.
"Kemana aja kamu beberapa hari ini? Kamu nggak pernah pulang kerumahkan selama kakak nggak ada?"
"Oh, jadi Reza ngadu?"
"Sandra yang sopan kalau ngomong dia juga kakak kamu!" Rena memperingati.
"Iya suami-mu!"
"Harus gimana kak Rena ngajarin kamu sopan santun, semakin hari kamu semakin seenaknya dan susah di atur!"
Sandra bergeming menuju kamarnya, jika meladeni ocehan Rena mungkin bisa sampai subuh.
"Sandra!" Rena mengikuti langkah adiknya.
"Sejak kapan kakak ngajarin Sandra sopan santun, bukannya selama ini kak Rena selalu sibuk sama urusan kakak," Sandra berkata sambil lalu.
"Kakak kerja buat nyukupin kebutuhan kamu!"
"Nggak harus sampai keluar kota tiap hari, kan?"
"Biaya sekolah kamu mahal, dan kakak nggak mungkin cuma mengandalkan pekerjaan kakak yang di Jakarta."
"Sandra nggak pernah minta sekolah di tempat itu," Sandra berhenti di depan pintu kamarnya dan menghadap Rena. "Kak Rena sendiri yang nyusahin diri kakak"
"Kakak milih sekolahan itu biar kamu bisa dapat fasilitas pendidikan yang lebih baik."
"Sampai kakak nggak pernah ada waktu buat Sandra?"
Rena terdiam, ucapan Sandra ada benarnya. Ia memang selalu sibuk dan tidak pernah ada waktu untuk sekedar bercerita atau bercakap-cakap dengan adiknya terlebih setelah ibunya meninggal. Rena bekerja keras untuk membiayai sekolah Sandra karena ayahnya menikah lagi dan tidak pernah menafkahinya.
"Waktu buat Sandra selama ini cuma kakak gunain buat marah-marah. Jadi maaf kak, Sandra juga lagi nggak ada waktu buat dengerin kakak."
Sandra bergeming membanting pintu kamar membiarkan Rena mematung di tempatnya.
Perang saudara antara Sandra dan Rena memang tidak pernah berakhir, setiap hari Sandra selalu saja membuat ulah sampai Rena kehabisan akal untuk menghadapi adiknya.
Sandra melempar tasnya sembarang merebahkan tubuhnya di kasur menatap langit-langit kamar.
Sandra menghela napasnya berat, mencoba meloloskan rasa sesak di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER
Ficção AdolescenteSetelah menciumnya secara tidak sopan Alkana juga memaksa Sandra menjalin hubungan denganya. Sebuah kegilaan yang tak mungkin di lakukan oleh gadis itu. Namun siapa sangka waktu dapat mengubah segalanya. Scandal yang menimpa gadis itu membuatnya te...