11. Berhenti Atau Menyesal

3.3K 89 0
                                    

Alkana manggut-manggut mendengar itu, "Oh.. jadi kamu cuma tinggal bertiga di rumah?" Alkana sambil melingkarkan kedua lengannya di perut gadis mungil itu.

Pika mengangguk, "Tapi...."

"Ekhem" deheman itu membuat Alkana terperanjat.

"Nanya apa lo barusan?" tanya Sandra yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan Alkana.

"Ng-nggak" Alkana gugup.

"Om Al nanya, katanya...." Alkana langsung membungkam mulut Pika.

"Nggak nanya apa-apa?" namun Pika menepis tangan Alkana.

"Ish om Al tinggal jawab aja pake malu segala."

"Lo mau ngasihani gue?" Sandra menatap Alkana tidak suka.

Pika turun dari pangkuan Alkana dan beralih di pangkuan Jery, ia takut kalau melihat Sandra mulai marah. Jery hanya menatap bingung pada gadis kecil yang tiba-tiba duduk di pahanya tanpa permisi.

Alkana bangkit dari kursi seraya menarik lengan Sandra dan menjauh dari tempat itu.

Alkana baru melepas cengkeramannya setelah sampai di depan tangga. "kenapa, lo keberatan kalau gue nanya keluarga lo?"

"Lo nggak berhak tau tentang gue."

"Terus gimana sama lo? bukannya selama ini lo selalu cari tau tentang gue?" Alkana menatap intens lawan bicaranya.

Sandra terdiam, ia tidak mempunyai pembelaan untuk pertanyaan itu.

"Lo lebih nggak berhak tau tentang gue, dan itu nggak ada gunanya buat lo. Ngerti?"

Sandra hanya bungkam, namun beberapa detik kemudian ketegangan di antara keduanya memudar.

"Tante Om main yuk?"

***

       Setelah membuat berantakan seisi rumah Alkana, Sandra, Pika dan Jery akhirnya pulang. Alkana tidak tau persekongkolan apa yang telah Tiga orang itu jalin karena dengan kejamnya memberantakan rumahnya di saat asisten rumah tangganya tidak ada.

"Thanks ya Bro" Jery melambai setelah turun dari mobil. "Sandra sampai ketemu di sekolah?" cowok jangkung itu tersenyum dan hanya di balas anggukan oleh Sandra.

Alkana kemudian melanjutkan mobilnya menuju rumah Sandra.

Hening.

Alkana dan Sandra kalut dalam pemikirannya masing-masing, hanya suara mesin dan klakson yang menemani perjalanan mereka.

Sandra mengusap rambut Pika yang tengah tertidur di pangkuannya dan sesekali mengecup pucuk kepalanya. Ia senang karena seharian ini bisa menghabiskan waktunya bersama Pika tanpa gangguan Reza. Pika sebenarnya bisa menjadi obat penenang baginya tapi terkadang Reza memanfaatkan Pika agar menjadi jembatan untuk menuju Sandra yang membuat Sandra malas berlama-lama di rumah.

"Gua harap lo nggak datang lagi kerumah gue" Alkana seraya mengendalikan kemudinya.

Sandra menoleh menatap lelaki di sampingnya, "Kenapa?"

"Gue nggak suka" Alkana melirik sinis. "Lo pikir itu rumah lo, seharusnya lo tau diri. Lo nggak mau bikin gue nyesel karena udah nolongin lo kan?"

Sandra merapatkan bibirnya berusaha menahan sesak sekaligus menahan air mata yang bisa tumpah kapan saja, "Ra sadar itu bukan rumah lo lagi?" Sandra berusaha menasehati dirinya.

Sandra menunduk seraya menelan salivanya susah payah, jangankan menjawab untuk sekedar mengangguk saja terasa sulit. Hanya rumah itu yang ia punya, tempat dimana ia bisa mengingat semuanya, tempat dimana ia masih merasa memiliki, tempat dimana ia merasa nyaman. Tapi kini ia seakan di tampar oleh kenyataan bahwa semua telah berubah.

NEVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang