34. Falling in love

906 18 0
                                    

SINAR mentari nampak menyilaukan mata sama silaunya dengan senyuman Sandra yang pagi ini sudah terbit untuk Alkana.

Hari ini Sandra sengaja bangun lebih awal untuk membuat sarapan sebelum berangkat kesekolah.

"Pagi Al..." sapa gadis itu seraya tersenyum cerah.

Alkana terpukau menatap gadis itu. Tidak biasanya Sandra pagi-pagi sudah bangun dan menyiapakan sarapan untuknya. Dan lagi Sandra sudah menggunakan seragam sekola bahkan tas selempangnya sudah ada di meja membuat Alkana ingin bertanya, jam berapa ia bangun?

Sandra berlari kecil menghampiri lelaki tampan yang masih berdiri mematung tak jauh dari meja makan.

"Kita sarapan dulu ya?" lengannya menyelip di lengan kekar lelaki itu dan menuntunnya ke meja makan.

Sandra menarik kursi menyuruh Alkana duduk setelah itu ia menyibukan diri menyiapkan piring, sendok, air minum dan nasi goreng yang baru saja selesai ia masak.

"Nasi goreng kornet, masih anget. Cobain deh?"

Gadis yang pagi ini terlihat cerah dan bersemangat itu duduk di samping Alkana.

Alkana meraih sendok di piringnya dengan tatapan tak lepas dari gadis itu dan tanpa sadar bibirnya melengkung.

"Makasih..."

Sandra mengangakat sebelah alisnya, "buat?"

Lelaki itu menarik pandangannya beralih pada piring, ia tidak tau untuk apa mengucapkan terimakasih. Untuk perhatiannya kah? Untuk kebaikannya atau untuk kehadirannya?

"Buat sarapannya. Makasih udah mau repot-repot masak buat gue."

Sandra mengangguk dengan seulas senyum yang masih sama cerah "iya."

Setelah mengucapkan itu Sandra menyuapkan makanan di mulutnya dan menikmatai sarapannya dengan hikmat. Berbeda dengan Alkana yang sejak tadi diam-diam mengamatinya.

Alkana mengaduk aduk makanan di piring tanpa berniat menyuapkan sesendokpun, matanya tak bisa berpaling dari pahatan indah dan lekuk tubuh gadis itu.

Rambut pirang lurus yang melewati pundak hingga menyentuh punggung, kulitnya putih mulus serta paras cantik dengan senyuman manis itu sungguh memanjakan mata Alkana. Tanpa sadar tangan Alkana bergerak menjumput anak rambut gadis itu dan menyelipkan kebelakang telinga.

Sandra menoleh dengan senyuman merekah.

"Enak?" tanyanya.

Pertanyaan itu membuat Alkana tersadar. Apa yang baru saja ia lakukan?

"Apa lumayan enak?" ralat Sandra.

"Enak kok, bener-bener enak" jawab Alkana. Entah ia mendapat ide dari mana mengatakan itu, padahal ia belum mencicipnya sama sekali.

"Beneran? Masih ada banyak kok, kalau lo mau nanti gue bungkusin buat bekal di sekolah. Mau?"

"Boleh."

"Ya udah nanti gue bungkusin" ujarnya kemudian kembali melanjutkan makannya. Begitu juga Alkana yang akhirnya menyantap makanan itu namun matanya masih sesekali melirik pada gadis di sampingnya seolah enggan melewatkan bentuk menawan ciptaan Tuhan.

Sandra makan dengan anggun, tidak tergesa-gesa dan nampak tenang. Takaran sendoknya pada nasi sangat pas dengan porsi mulutnya, tidak menyebabkan mulutnya terlalu penuh dan berantakan. Ia makan dengan hati-hati dan begitu menikmati seolah menunjukan bahwa ia memang seorang gadis cantik dan berkelas.

Astaga, hanya sekedar melihat Sandra makan Alkana sampai terkagum-kagum. Setelah ini sepertinya ia harus ke dokter, ada yang salah dengan otaknya.

***

NEVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang