37. Stay Here

793 29 2
                                    

       SANDRA menganga melihat apa yang ada di depan matanya. Ia tidak tau apa yang membawanya kemari, tapi melihat Alkana dan Jery membuatnya curiga dan ahirnya memilih untuk menyelinap masuk ke bagasi mobil. Ya, diam-diam Sandra mengikuti Alkana.

Sandra masih mengintip apa yang terjadi meskipun keringatnya mengucur deras. Pengap, panas dan sesak membuatnya merasa tidak nyaman, tapi apalah daya rasa penasaran mengalahkan semuanya.

Seandainya Sandra bisa bertanya pada Alkana dimana ia sekarang pasti ia lakukan tapi tidak mungkin sebab sama saja ia menjerumuskan dirinya dalam jurang.

Selain tidak tau apa tujuan Alkana datang kemari Sandra juga tidak tau dimana ia berada. Sebuah lorong sempit jauh dari pemukiman, tempatnya juga nampak kumuh. Sepertinya tempat itu tidak dapat di jangkau oleh petugas kebersihan atau sengaja di biarkan, entahlah.

Yang jelas jika di lihat dari sekeliling tempat itu, banyak bekas botol minuman keras di tambah lagi tembok pembatas jalan yang dipenuhi coretan pilox. Di ujung lorong jalan itu juga nampak sebuah gedung tua, dengan cat yang sudah memudar namun di sisi lain gedung itu bernasip sama, penuh coretan dari tangan-tangan kotor tak bertanggungjawab.

'Mungkinkah tempat itu adalah sarang preman?'

Sandra menepis pertanyaan yang berkecamuk didadanya, kali ini ia harus lebih fokos pada Alkana. Hanya itu yang harus ia lakukan.

Sandra mengitip dengan waspada, ada rasa takut yang luar biasa ketika melihat Alkana dan temannya di kepung oleh Lima orang berwajah sangar.

Jarak gadis itu dengan Alkana tidak terlalu jauh hanya sekitar sepuluh meter, dan Sandra yakin Alkana serta orang orang itu tidak melihatnya karena suasana sore semakin gelap sedangkan lampu penerangan disana sedikit redup membuatnya merasa aman. Namun seaman apapun Sandra tidak bisa memungkiri bahwa ada hawa seram dan suram yang terlihat disana.

"Berani lo nipu gue, HAH!!!" Preman botak itu melotot dengan tatapan sangar tertuju pada Alkana.

"Sumpah bang, dan itu alasan kita kasih harga mahal buat abang" lelaki berseragam SMA itu meyakinkan.

Preman berambut kriting dan gondrong itu maju lalu membisikkan sesuatu pada ketuanya.

Alkana dan Jery beradu pandang, tidak tau apa yang mereka bicarakan. Namun sebelum lelaki kriting itu menyingkir Alkana mendengar ucapan terahirnya.

"Habisi dia!"

Kalimat singkat itu mampu membuatnya menegang.

Menghadapi Preman bukanlah hal yang mudah, tapi percayalah resiko terburuk sekalipun akan Alkana terima. Berani berbuat harus berani bertanggung jawab, kan?

Lelaki yang biasa di panggil Botak itu menyeringai. Kumis tebal dan berewok yang hampir menutupi sebagian wajahnya membuat tatapan licik dari matanya semakin mencekam. Belum lagi ketika tangan kekar penuh tato itu bergerak meraih senjata api di saku belakangnya membuat aura seram pada dirinya semakin sempurna.

"Kalau dia bisa ketangkap polisi itu artinya lo dalam bahaya" ucap preman itu seraya mengusap senjata di tangannya.

"Dan kalau lo berdua nyusul, menurut lo apa yang harus gue lakuin?"

Alkana menoleh menatap Jery dengan tatapan terkejut. Dari hawanya Alkana sudah bisa mencium bahwa mereka berniat menghabisinya demi keselamatan dirinya serta komplotannya. 'Astaga, mengapa Alkana sampai melupakan hal sepenting itu?'

Alkana pikir ide dari Jery adalah yang terbaik tapi kenyataannya ia malah seperti sedang menggali kuburnya sendiri. Sial!

Preman botak itu melirik salah satu temannya lalu menggerakkan dagu seakan sebuah perintah, dengan sigap preman gondrong itu langsung bergerak mendekati Jery sambil mengacungkan senjata tajam pada lehernya. Begitu juga dengan Botak yang bergegas mengalungkan satu tangannya pada Alkana, sedang tangan lainnya mengacungkan senjata api pada pelipis Alkana.

NEVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang