Alkana menghampiri gadis yang tengah duduk melamun di balkon. Tatapanya menerawang jauh bahkan mungkin tak lagi di bumi, melayang-layang di udara.
Sebelumnya Alkana tidak pernah tau dari mana Sandra mengetahui tempat itu, sedangkan ia sendiri jarang menghabiskan waktunya di sana. Sebenarnya tempat itu lumayan bagus dan sayang untuk di lewatkan, dan tanpa Alkana memberi tau ternyata Sandra sudah mengetahui semua sisi dirumahnya. Mulai dari pintu belakang yang tak pernah terkunci, jendela kamar pembantu yang tidak di tralis dan terakhir tempat ini. Tempat yang menampakkan pemandangan indah dari ketinggian, dan sangat pas jika di gunakan untuk bersantai atau seperti yang Sandra lakukan saat ini, menenangkan diri.
Sandra melirik sekilas ketika merasa ada seseorang yang duduk di sampingnya lalu kembali melempar pandangannya pada langit yang gelap.
Menghampiri gadis itu bukan hal yang biasa Alkana lakukan dan itu membuatnya tidak tau harus memulai dari mana obrolannya. Niatnya mendatangi Sandra hanya untuk mengucapkan terimakasih karena Sandra telah merayu ibunya untuk makan bersama.
Memang hal sepele dan sepertinya Alkana berlebihan, tapi selama ini Alkana tidak pernah mampu melakukannya. Selama ini ibunya hanya mempunyai waktu tiga puluh menit dalam sebulan atau bahkan tidak sama sekali. Karena terkadang Fany hanya mengirim uang tanpa memiliki waktu luang untuk menjenguk putranya.
Melihat lelaki di sampingnya hanya terdiam kaku Sandra akhirnya bersuara, meski sebenarnya Sandra ingin lelaki itu yang lebih dahulu menyapanya. Sayangnya menunggu Alkana berbicara sama halnya dengan menunggu kucing bertelur. Tidak mungkin.
"Lo nyari gue?" gadis yang penampilannya sudah lebih cantik dari pada beberapa jam yang lalu itu seraya menoleh.
"Iya."
"Tumben."
Sudut bibir Alkana tertarik keatas di iringi helaan nafas, membenarkan.
"Lo tau dari mana tempat ini?" tanya Alkana dengan nada santai membuat Sandra mengerti lelaki itu ingin mengajaknya mengobrol.
"Gue tau semua sisi rumah ini, termasuk tempat ini."
"Oh.." Alkana manggut-manggut. "Selain lo stalkingin gue ternyata lo juga suka nguntit di rumah gue?"
Sandra nyengir, "tapi lo nggak punya bukti kalau gue penguntit di rumah lo."
"Gue nggak perlu bukti, kenyataanya udah jelas. Lo selalu pengen tau semua tentang gue. iya kan???"
Sandra terhenyak. Ia tidak tau jika Alkana menganggapnya seperti itu.
"Mungkin" jawabnya sedikit membenarkan sekalipun kenyataanya tidak sepenuhnya.
Merasa situasi seperti ini jarang terjadi Sandra lalu bangkit dari kursi akan membuat kopi. Siapa tau dengan secangkir kopi bisa menghangatkan suasana dan membuat Alkana bertahan lebih lama disana.
"mau kemana?" tanya Alkana dengan bola mata bergerak mengikuti gadis yang baru saja bergeming.
"Bikin kopi, lo mau?"
"Boleh."
Sandra mengangguk lalu melanjutkan langkahnya. Selama di perjalanan sampai Sandra menuju dapur senyuman di bibirnya tak pernah pudar, ia senang Alkana mendekatinya dan ini adalah perkembangan pesat. Jika terus seperti ini Sandra yakin ia akan lebih mudah menaklukan lelaki itu.
Tak lama berselang Sandra sudah kembali dengan membawa dua cangkir cappuccino di tangannya.
"Thanks" kata Alkana seraya menerima cangkir pemberian pacarnya.
Sandra tersenyum lalu kembali pada tempatnya.
Alkana menghirup aroma wangi kafein di tangannya lalu menyesap minuman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER
Teen FictionSetelah menciumnya secara tidak sopan Alkana juga memaksa Sandra menjalin hubungan denganya. Sebuah kegilaan yang tak mungkin di lakukan oleh gadis itu. Namun siapa sangka waktu dapat mengubah segalanya. Scandal yang menimpa gadis itu membuatnya te...