San membuka pintu apartemennya dengan enggan, menjatuhkan tas gym-nya ke lantai.
Baju putih yang dikenakannya sudah basah oleh keringat, melekat di kulitnya. Matanya lelah, tapi pikirannya terus berputar, kembali ke momen di studio tadi—dan kembali ke seseorang yang tak pernah bisa dia singkirkan dari pikirannya: Hongjoong.Hongjoong selalu tahu bagaimana membuatnya merasa tidak nyaman, dalam arti terbaik sekaligus terburuk. Pandangan tajam pria itu, caranya berbicara dengan tenang namun penuh otoritas, atau bagaimana senyumnya bisa membuat jantung San berdetak lebih cepat dari apa pun. Hari ini pun, Hongjoong melakukannya lagi—mengganggu pikirannya, mengguncang dunianya dengan satu kalimat sederhana.
"San, fokus. Jangan pikirkan hal lain saat aku di depanmu."
Dengan nada itu, San tahu persis apa yang Hongjoong maksud. Tidak hanya tarian mereka, tidak hanya koreografi. Ada sesuatu di balik kata-kata itu, dan San benci mengakui bahwa dia menyukainya.
Ia melangkah menuju dapur, mencoba menenangkan diri dengan segelas air dingin, ketika suara pintu diketuk. San mengernyit. Siapa yang datang malam-malam begini? Ia berjalan ke arah pintu dan membukanya—hanya untuk melihat Hongjoong berdiri di sana, masih dengan hoodie hitam yang sama yang dipakainya di studio tadi.
“Kau tidak menjawab pesanku,” kata Hongjoong, nada suaranya rendah dan sedikit mengancam, tapi matanya... matanya berbicara lebih banyak daripada kata-katanya. Ada intensitas di sana yang membuat San tidak bisa bergerak. “Aku ingin memastikan kau baik-baik saja.”
San hanya berdiri, membeku. “Aku baik-baik saja,” jawabnya, mencoba terdengar santai, meskipun jelas-jelas dia tidak. “Kau tidak perlu repot datang.”
“Tapi aku repot,” balas Hongjoong, melangkah masuk tanpa diundang. Dia menutup pintu di belakangnya, lalu menatap San dengan tatapan tajam. “Kau membuatku khawatir.”
“Khawatir?” San tertawa kecil, meskipun ada nada gugup di suaranya. “Aku tidak tahu kau tipe orang yang peduli pada hal seperti itu.”
Hongjoong mendekat, membuat San mundur beberapa langkah sampai punggungnya menyentuh dinding dapur. Jarak di antara mereka sekarang terlalu dekat, begitu dekat hingga San bisa mencium aroma cologne Hongjoong yang khas—maskulin, hangat, dan memabukkan.
“Kau tidak tahu banyak tentang aku, ternyata,” bisik Hongjoong, nadanya hampir seperti godaan. “Atau mungkin kau pura-pura tidak tahu?”
San menelan ludah. Hongjoong selalu memiliki cara untuk membuatnya kehilangan kata-kata, kehilangan kendali. Bahkan sekarang, dengan cara pria itu berdiri begitu dekat, tubuhnya terasa panas, detak jantungnya semakin cepat. “Apa maksudmu?”
Hongjoong tersenyum tipis, sudut bibirnya terangkat dengan kesan arogan yang membuat San gila sekaligus ingin memukulnya. Atau... menciumnya. Pilihan itu terus berperang di pikirannya.
“Maksudku, kau tahu apa yang kau lakukan padaku, San.” Suara Hongjoong menjadi lebih rendah, lebih dalam. “Setiap gerakanmu di studio, setiap tatapanmu, setiap kali kau berpura-pura tidak melihatku... Kau membuatku gila.”
San ingin menyangkal, tapi tidak bisa. Bukan karena dia tidak ingin, tapi karena kata-kata Hongjoong terdengar begitu jujur, begitu mentah, hingga dia tidak tahu harus merespons bagaimana. Napasnya terasa berat saat Hongjoong mengangkat satu tangan, menyentuh wajahnya dengan lembut. Sentuhan itu seperti listrik, menyetrum setiap saraf di tubuhnya.
“Kau tahu kenapa aku selalu keras padamu?” tanya Hongjoong, matanya menatap langsung ke dalam jiwa San. “Bukan karena aku tidak percaya kau bisa melakukan lebih baik. Tapi karena aku tidak bisa mengalihkan perhatianku darimu. Dan itu... menyebalkan.”
San tertawa gugup. “Jadi, kau menyiksaku karena kau suka padaku? Itu logika yang buruk.”
“Tidak buruk, hanya tidak biasa.” Hongjoong mendekat lagi, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. “Tapi aku pikir kau menyukainya.”
“Apa? Tidak—” San mencoba mengelak, tapi sebelum dia bisa melanjutkan, Hongjoong telah menutup jarak di antara mereka, bibirnya menyentuh bibir San dengan lembut.
Ciuman itu lambat pada awalnya, seolah Hongjoong memberinya waktu untuk memutuskan apakah dia ingin melanjutkan. Tapi San tidak butuh waktu lama untuk membalas, untuk menyerah pada semua perasaan yang dia pendam selama ini. Tangannya terangkat, memegang bahu Hongjoong, menarik pria itu lebih dekat.
Sensasi itu luar biasa—panas, mendalam, penuh dengan emosi yang tak terucapkan. Hongjoong mencium seperti caranya berbicara: penuh keyakinan, mendominasi, tapi juga memberikan ruang bagi San untuk mengekspresikan dirinya.
Ketika mereka akhirnya berpisah untuk bernapas, Hongjoong menatap San dengan intensitas yang sama. “Kau membuatku gila, San. Tapi aku tidak keberatan.”
San tersenyum kecil, meskipun pipinya memerah. “Kau juga membuatku gila, tahu?”
“Bagus,” jawab Hongjoong, suaranya rendah dan menggoda. “Karena aku tidak akan membiarkanmu pergi.”
Cahaya lampu dapur yang redup, menyaksikan keduanya tahu bahwa apa yang mereka rasakan adalah sesuatu yang tidak bisa diabaikan—sebuah koneksi yang kuat, menguasai, dan, yang paling penting, nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanzzy Episode • All × San
FanfictionSanzzy: a pun intended from Snazzy bottom!San / San centric Drabble collection; around 500 words/chapter May contains mpreg ©2020, yongoroku456